Bab 04

4.1K 431 48
                                        

Seorang Omega...?
      
 

    
                

"Pa? Papa...?"

Panggil suara kecil melengking, memanggilku sambil menarik ujung celana yang kupakai.

Itu Yuki, dengan sehelai kaus tipis tanpa lengan, gadis kecilku terlihat sangat manis, ditambah pita besar yang dipakaikan ibunya untuk mengikat rambut gadis kecil itu.

Entah apa yang kulamunkan sejak tadi, sampai aku tidak dengar anak ini sudah susah payah coba mencari perhatianku.

Aku menaruh ponselku yang sejak tadi kupegang, tapi tidak ada satupun aplikasi yang kubuka sejak aku lupa untuk apa aku memegang benda itu ke atas meja yang berada tepat di depanku, untuk berjongkok dan mengangkat Yuki.

"Maaf, Papa tidak dengar, kenapa?" Tanyaku berharap dia tidak marah.

Tangan mungilnya terangkat, dia dekatkan pada wajahku lalu menarik kacamata yang kupakai. "Papa dheyek pakthai takthamatha!" Ucapnya dengan bahasa aneh.

Usianya baru empat setengah tahun, aku berharap apa di usianya yang baru segitu? Dia tumbuh sehat dikelilingi keceriaan saja itu sudah membuatku sangat senang.

"Berikan, biar kutaruh di atas meja." Aku meminta kamacata itu dari Yuki, yang dengan sebuah tawa lebar, gadis kecil itu memberikannya padaku tanpa basa-basi.

Kutaruh benda itu tepat di sebelah ponsel yang sama sekali tidak menunjukan apapun. Sebenarnya apa yang sedang kulakukan di sini?

Tiba-tiba saja, kenangan konyol itu masuk ke dalam kepalaku. Padahal sudah lama sekali aku tidak pernah berusaha mengingatnya, bahkan sebenarnya aku banyak kehilangan kenangan soal itu, hanya saja ... ingatan itu benar-benar mengusikku sekarang.

Kalau bukan karena Yuki membangunkanku, mungkin sekarang aku masih bermimpi sambil berdiri.

Sementara aku diajak mengobrol oleh Yuki panjang lebar, di sana aku tidak melihat Sousuke berkeliaran.

"Di mana ibumu?" Tanyaku.

"Maachan thedang mandhi."

Mandi? Ini baru pukul empat sore, tidak biasanya dia mandi jam segini? Ah, akan kutanyakan itu nanti, sekarang yang harusnya jadi fokus utamaku adalah dia, gadis kecil dengan duplikasi sifat sempurna dari ibunya.

"Papa, beyli ais telim yuk!" Ajaknya.

Anak ini memang belum lancar bicara, tapi Sousuke sudah memasukannya ke playground, beruntungnya, dia tidak bertemu hal-hal yang membuatnya menangis di sana, karena sejak bergabung di playground itu, Yuki tergolong anak cerdas di antara anak-anak dengan usia lebih di atasnya, dia cukup mencolok. Dia bahkan sudah hafal perkalian sampai seratus di usianya yang bahkan belum bisa disebut usia sekolah.

"Kita tunggu Maachan, kita pergi sama-sama."

Maachan ... aku lupa kenapa anak ini senang sekali memanggil Sousuke dengan sebutan itu?
Yang kuingat, dulu waktu Yuki baru berusia setahun, mertuaku sering datang kemari dan mengajaknya berceloteh. Beberapa kali kudengar kalau dia bilang 'Yuki-chan~ jangan menangis, Mama-chan akan bawakan susu sebentar lagi~"

Ah, mungkin karena itu sekarang Yuki memanggil Sousuke dengan panggilan Maachan daripada ibu. Meski sebenarnya dia juga seorang pria yang harusnya dipanggil ayah.

"Yay!" Soraknya dengan kedua tangan terangkat tinggi.

Melihat dia begitu bersemangat, aku hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum. Kuturunkan Yuki untuk berjalan sendiri, sementara aku berjalan ke lemari es di dapur berharap bisa menemukan sekaleng bir atau apapun di sana, tapi sialnya aku hanya menemukan sekotak susu yang belum dibuka. Tanggal kadaluarsa juga hanya tinggal sampai besok.

Hello; My Mate✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang