"Namamu akan berubah jadi Kuroda mulai sekarang. Semua berkas dan lampirannya sudah selesai dibuat, aku hanya butuh tanda tanganmu untuk mengubah akta kelahiran juga beberapa dokumen penting lainnya." Ujarnya sambil menyerahkan setumpuk.kertas padaku.
Sekarang aku tahu alasanku ada di ruang kerjanya setelah dia menelepon kalau dia menungguku di rumah. Kupikir itu akan jadi kabar baik sejak rumah ini terasa sangat dingin. Tapi, ternyata aku salah dan tumpukan kertas di atas meja itu adalah buktinya.
"Kalian benar-benar sudah berpisah?"
Dia tidak langsung menjawab, dia hanya melirik sinis padaku kemudian menghela napas setelahnya.
"Hiro akan ikut dengan ayahmu dan kita juga harus segera pindah dari kota ini."
"Kau mau meninggalkan dia?"
"Itu sudah jadi keputusan hakim, masing-masing dari kami akan membawa salah satu dari kalian dan karena kupikir hubunganku dengan Hiro tidak terlalu baik, jadi kuputuskan untuk membawamu setelah membuat kesepakatan dengan ayah kalian."
"Dia tidak keberatan?"
Sekali lagi aku mendengar ibu mendesah. Dia bahkan menyisir rambut panjang ikalnya kebelakang dengan tangan sebelum menjawab pertanyaanku.
"Dengar Shouhei, aku tahu ini bukan hal mudah untuk kalian, tapi kau tahu kalau aku dan ayahmu tidak akan jadi baik-baik saja nantinya, daripada kami harus terus memperlihatkan hal tidak pantas di depan kalian kurasa ini yang terbaik. Setidaknya Hiro bisa dapat pendidikan lebih baik dengan tinggal bersananya."
Aku masih diam menatap tumpukan kertas di atas meja kerjanya. Aku ingin mendengar hal lain, tapi kurasa orang dewasa memang tidak akan pernah mengerti apa yang kami pikirkan.
"Ke mana?"
"Aku dapat pekerjaan lain di Kyoto, di sana kita punya sebuah rumah dinas dekat dengan pemukiman desa. Kurasa kau bisa sekalian menata hatimu di sana sambil memulai hidup baru bersamaku."
"Apa aku bisa tetap tinggal di Tokyo?"
"Apa yang bisa dilakukan anak SMP sepertimu di sini?"
Benar ... apa yang bisa anak SMP lakukan? Tinggal sendirian di kota besar tanpa pengawasan? Meski sebenarnya aku akan tetap mendapat hal yang sama jika kami benar-benar pindah.
Aku tidak punya pilihan.
Kuambil tumpukan kertas itu, membacanya sebentar kemudian mendatanganinya.
Setelah semua kutandatangani, ibuku mengambilnya kembali dan memastikan kalau tidak ada salah satu dari itu yang terlewat.
"Kau bisa tinggal di kamar sampai makan malam kita tiba." Ujarnya tanpa mengalihkan mata dari kalimat-kalimat dalam kertas putih di tangannya.
"Ah...."
Kuroda Shouhei ... kurasa tidak seburuk itu.
_
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello; My Mate✔
عاطفيةSebelum baca ini, silakan baca My Mate lebih dulu. terima kasih.