Dua belas: Illusion

62 13 0
                                    


Eli berhasil. Dia akan menari dengan Kia dan Plata lagi.

Eran membagi anggota-anggota yang akan ikut serta dalam lomba ke dalam dua tim: tim tradisional dan tim kontemporer. Di dalam tim ke dua, bersama dengan dua rekan kelas dua belasnya, Eli diminta untuk memikirkan sendiri narasi dari tarian yang ingin mereka tampilkan, baru setelahnya Eran akan membatu mereka membuat koreonya. Mereka juga harus bekerja sama dengan klab musik yang telah bersedia membantu mereka membuatkan lagu untuk mengiringi tari mereka.

Satu bulan setengah lagi menuju babak preliminary. Begitu banyak yang harus di lakukan, dan begitu sedikit waktu yang ada.

Ada satu hal lagi yang mengusik benak Eli, yaitu fakta bahwa hari preliminary berlangsung adalah hari terakhir Eran sebagai pelatih mereka. Ketika memikirkan hal ini, ada perasaan mencelos yang tidak berani Eli jamah di dalam dirinya. Dalam kurun waktu satu bulan setengah ini, Eli sudah membentuk sesuatu yang hanya bisa dia jelaskan sebagai 'imunitas' terhadap pelatihnya itu.

Contohnya, Eli tidak merasa frustasi ketika Eran bertanya, "Bagaimana? Apa kamu menemukan momen kamu?" sehabis trial. Sekalipun jawanannya adalah, belum.

Di saat yang bersamaan, Eran pun tampaknya menjadi mampu untuk mengendalikan sifat melitnya ketika berkomunikasi dengan Eli. Dengan itu, Eran meraih posisi sebagai orang yang pendapatnya Eli hargai.

Eli juga bersyukur Eran memperkenalkannya pada Irene dan Arga. Walaupun Eli sedikit menyesal memberi membiarkan Arga tahu kontaknya, karena Arga telah mengiriminya undangan untuk datang ke sesi latihan pribadi mereka belasan kali. Irene meminta maaf atas kericuhan pacarnya, sekalipun dia bilang dia pun ingin Eli datang lagi jika dia bisa.

Sejujurnya, Eli pun ingin datang lagi ke Studio D sanggar tari itu. Irene, Arga dan Eran mungkin merasa yang mereka beri pada Eli adalah bantuan kecil, sebuah nasihat sederhana untuk orang yang lebih muda. Tapi Eli merasa mereka telah melakukan sesuatu yang besar. Entah bagaimana, sepulang dari Studio D tempo hari, Eli merasa ringan. Seakan ruap emosi terisolasi dan destruktif dalam dirinya telah menenang. Dia tidak lagi merasa seperti dilelehkan asid ketika melihat kamar kosong Hara.

Dengan berdalih bahwa dia hanya ingin berterima kasih pada Eran, Arga dan Irene, Eli membalas pesan Irene, berkata dia akan datang berkunjung lagi di akhir pekan ini.

--

"HEH? Eli dateng lagi!! Renren, liat! Eli dateng lagi!" Arga berseru dengan wajah riang bagaikan maskot produk elektronik ketika Eli melangkah masuk ke dalam Studio D.

Irene menurunkan tangan Arga yang sedang menunjuk Eli di pintu dengan ekspresi datar, "Kan kamu sendiri yang paling sering ngundang dia, kenapa kamu sendiri yang paling kaget?" kemudian mahasiswi Bahasa Perancis itu menghampiri Eli untuk menayapanya dan Eli memberikan padanya sebuah totte bag.

"Ini baju yang waktu itu aku pinjam." Eli bersikeras untuk membawa pulang dan mencuci baju yang tempo hari dia pinjam dari Irene, dan Irene mengizinkannya hanya jika Eli berjanji untuk mencoba melepaskan gaya bicara formalnya. Itulah sebabnya Eli mulai menggunakan 'aku' dengan Irene.

Mata Eli menyisir isi studio dan dia menemukan Eran di dekat Arga. Pelatihnya itu memeberinya senyuman tipis. Eli mendadak tidak ingat bagaimana Eran biasanya menyapanya, tapi entah kenapa responnya tadi terasa tidak cukup. Mungkin dia terlalu paranoid, tapi mengapa dia merasa Eran sedang menebalkan garis batasan di antara mereka berdua.

"Hari ini mau lanjut soal lyrical dance lagi?" Irene bertanya pada Eli, membuat matanya meninggalkan Eran secepat kilat.

Eli mengangguk. "Kalau Kak Irene nggak keberatan."

MoondanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang