Bagian Tujuh

7.4K 1.1K 424
                                    

Angkasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Angkasa

Kalau tau jadinya akan seperti ini, mungkin gue lebih memilih menerima usulan Nala buat makan di warteg aja dibanding harus ke BTC dan bertemu dengan dua sejoli itu. Meski berusaha terlihat biasa, gue tetap gak bisa menyembunyikan kebencian dan kekecewaan gue pada Alesha serta Cakra. Padahal sebelumnya mood gue sudah sangat baik, apalagi saat memberikan wawasan K3 kepada para mahasiswa di Dirgantara tadi, suasana hati gue banyak berubah karena keseruan yang gue buat bersama Nala.

Tadinya gue gak akan meminta bantuan Nala, tapi rasanya akan garing aja kalau gue duet memberikan materi bersama tim K3 dari Dirgantara sendiri. Masalahnya mereka cowok semua, dan gue gak akrab dengan satu pun dari mereka sehingga rasanya akan sulit untuk mencocokan kita berdua nantinya. Gue kepikiran Nala gitu aja, beruntung perempuan itu mau gue mintai tolong walau awalnya keliatan seperti hendak menolak gitu.

Kenapa sih dari sekian juta penduduk Bandung, gue harus bertemu dengan mantan istri gue dan gebetannya, Gama Cakra? Gue tau ini bukan urusan gue lagi, tapi perasaan dikhianati itu tiba-tiba muncul kembali dan membuat gue geram sendiri saat melihat mereka berdua. Kepala divisi Pelayanan Hukum dan HAM kantor wilayah kota Bandung itu bisa dibilang sebagai penyebab gagalnya rumah tangga gue dengan Alesha. Selain gak tahan dengan sifatnya yang membuat gue muak sendiri, keadaan diperparah oleh adanya kehadiran laki-laki yang sampai saat ini masih menjadi cinta pertama perempuan itu.

Alesha gak pernah bilang kalau dia punya lelaki yang namanya masih tersimpan di hatinya. Gue pikir dalam diri Alesha hanya ada gue, terlebih gue sempat luluh oleh Alesha yang entah kenapa selalu mengerti dan selalu saja ada untuk gue. Bisa dibilang gue hidup sendiri di muka bumi ini, kembali dari negeri orang sama sekali tak punya tempat untuk pulang. Namun saat itu gue bertemu Alesha, hari-hari gue yang sempat suram terasa begitu berwarna semenjak gue mengenal dirinya hingga tanpa pikir panjang, gue langsung melamarnya.

Sebulan dua bulan sifatnya masih tidak berubah, dia tetap Alesha yang gue kenal. Namun lama kelamaan, sifat asli perempuan itu mulai muncul ke permukaan. Apalagi saat mengandung Helena, Alesha jadi jarang pulang dengan dalih sibuk oleh pekerjaan. Padahal saat masih berpacaran dulu, dia selalu menyempatkan diri untuk bertemu dengan gue disela kesibukannya. Gue marah, merasa peran gue sebagai seorang suami yang bisa menafkahi dia lebih dari cukup tak ternilai sama sekali. Dan setelah gue teliti lebih jauh lagi, ternyata ada alasan lain yang membuat Alesha tidak betah berada di rumah.

Gama Cakra,

Laki-laki itu menjadi rumah lama yang didatangi kembali oleh pemiliknya. Ternyata kedekatan mereka sudah bukan rahasia umum lagi, hampir seluruh pegawai Kemenkumham tahu soal kedekatan mereka. Katanya kenal sejak SMA, katanya pasangan yang serasi namun harus kandas karena dinikahi oleh Teknisi Dirgantara, katanya, katanya, dan semua katanya yang lebih mendukung hubungan mereka dibanding kenyataan bahwa gue lah sang pemenangnya.

Bahkan setelah melahirkan, Alesha tidak mengambil cuti sama sekali. Dia sibuk pulang pergi Bandung-Jakarta untuk mengurus pekerjaannya, lalu tak lama dia dipindahkan ke kantor pusat Kementrian Hukum dan HAM untuk mengisi posisi Staff Ahli di Kabinet yang baru. Dia tinggal di Jakarta dan pulang satu minggu sekali, meninggalkan gue, Helena dan satu pengasuh di rumah yang sampai sekarang masih gue tempati. Enam bulan, enam bulan lamanya gue bertahan dalam hubungan yang semakin tidak jelas itu hingga akhirnya memutuskan untuk  mengakhiri kebersamaan ini. Tebak apa? Tak ada penolakan dari Alesha, dia mengiyakan dengan mudahnya saat gue bilang ingin mengajukan gugatan cerai.

ELEGI ANGKASA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang