Bian
"Rangka dan mesin pesawat sudah 80% rampung, tinggal menunggu beberapa onderdil yang katanya datang dari pabrik siang ini."
"Capt, bisa dipastikan kapan pesawat akan selesai untuk memasuki masa uji kelayakan terbang? Kementrian Pertahanan harus merencanakan anggaran untuk perilisan pesawat tempur ini. Kalau bisa tolong segerakan, ini proyek pertama kita yang tidak boleh gagal seperti sebelum-sebelumnya."
Gue mendengus, nyawa gue aja belum terkumpul penuh saat menerima panggilan dari salah satu penanggung jawab proyek pembuatan pesawat tempur PT. Dirgantara. Gak kasian apa mereka tuh sama gue yang udah terbang kemaren siang? Mana malemnya lembur bikin laporan, puyeng banget ini kepala sampe mata aja gak bisa terbuka lebar.
"Bisa, akhir minggu ini saya pastikan bisa beres." Ucap gue tanpa sadar, awalnya punya tujuan untuk membungkam mulut laki-laki itu tapi malah berakhir jadi senjata makan tuan.
Iya, gue yang punya niat ngajak Nala jalan di minggu pagi berujung harus ke bengkel Dirgantara untuk melanjutkan pekerjaan gue yang dikejar-kejar waktu.
"Maaf ya, Nal. Tapi Bian harus ke Dirgantara, gak apa-apa kan jalannya ditunda?"
Perempuan yang masih berbalut piyama itu menatap gue dengan bibir yang cemberut. Sebenernya gak tega, habisnya malam minggu kita gak kemana-mana karena gue lagi pengen rebahan. Nala yang udah ngerengek terus minta nonton film 6,9 detik gue janjiin hari ini buat pergi. Tapi sayangnya niat itu harus dibatalkan, pasalnya gue mesti cepat-cepat menyelesaikan 20% sisa pekerjaan gue yang sepertinya akan sangat memakan waktu dalam satu minggu ini.
"Ya gimana, Nala gak bisa apa-apa." Katanya, "Yang penting Bian gak ikut misi, soalnya Nala capek khawatirin Bian terus."
Gue yang sudah rapi dengan kaos hitam polos, celana jeans, serta kacamata itu mengacak rambut Nala pelan. Pagi-pagi banget gue ngetok kamar Nala sampai dimarahin mbak Cinta yang kamarnya sebelahan karena berisik. Soalnya tiap hari libur, orang-orang sengaja tidur sampai siang demi melampiaskan rasa lelah mereka. Apalagi Faris, sebelum jam tiga sore pasti mengunci diri di kamar sampai kedua matanya berubah busuk.
"Jangan lupa makan, mandi, terus hepi-hepi." Gue memberikannya amanat, "Punya kuota gak? Kalau enggak pake modem Bian gih, nonton film sekenyang Nala."
Dia terkekeh, "Punya, udah sana Bian berangkat, nanti dimarahin bapak-bapak bawel itu lagi." katanya seraya mendorong gue menuruni tangga. Nala mengantar hingga ke garasi, menyaksikan setiap pergerakan gue dari mulai naik keatas motor, menyingkirkan standar, hingga menyalakan mesin dan memundurkan motor perlahan-lahan.
"Hati-hati, ya! Jangan lupa sarapan!" Teriaknya, sementara gue hanya mengacungkan jempol karena kesulitan untuk berbicara dibalik helm full face yang gue gunakan. Perempuan itu melambai entah sampai kapan, yang pasti saat gue menoleh untuk yang terakhir kalinya, Nala masih jingkrak-jingkrak dalam balutan piyama kebesaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEGI ANGKASA
Fanfiction[Telah Terbit] Angkasa Bagaspati, dosen Perancangan Mesin sekaligus Teknisi Pesawat Terbang itu masih terjebak dalam kilasan masa lalunya yang dia anggap sebagai bentuk kegagalan terbesar pada sejarah kehidupannya. Untuk sekarang, Angkasa hanya ing...