Bagian Sembilan

7K 1K 620
                                    

Angkasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Angkasa

Paska balapan di Lippo Karawaci malam itu, gue belum bertemu lagi dengan Nala entah di lingkungan rumah atau dimanapun. Tau-tau dua hari kemudian, gue mendengar kabar dari kapten Bian kalau dia betulan mau melamar Nala bersama orangtuanya. Gue pikir Nala akan berubah pikiran, atau setidaknya acara lamaran itu diundur dan sebagainya, tetapi ternyata tidak. Rencana mereka berdua benar-benar terealisasi dengan bukti sepasang cincin emas putih yang gue lihat di instastory Kapten Bian Naraputra.

Seminggu terakhir, kehidupan gue kembali monoton seperti dulu lagi. Kalau gak ngajar, ya ngotak-atik mesin pesawat di Bandara Husein Sastranegara. Gue ada rencana mau pinjam Helena di akhir pekan nanti, namun langsung mendapat penolakan dari Alesha yang bilang kalau Helena akan dibawa liburan ke Yogyakarta bersama dengan puluhan staff Kanwil Kemenkumham Jawa Barat. Tadinya gue pengen refreshing ngajakin Helen, kepala gue mulai mumet oleh hal-hal yang terus menerus gue lakukan sehingga menimbulkan sebuah kebosanan.

Di hari Jum'at pagi, gue tidak memiliki jadwal apapun sehingga memilih untuk berjalan-jalan sembari melemaskan badan. Jogging gue kali ini cukup jauh, belum lagi gue pergi disaat matahari sudah muncul atau sekitar pukul delapanan. Niatnya juga olahraga, bahkan gue gak punya tujuan yang spesifik sehingga membiarkan kaki gue berjalan semaunya. Lalu tanpa gue duga, gue sudah tiba didepan salah satu puskesmas yang beberapa hari lalu gue kunjungi karena memiliki kepentingan dengan salah satu petugas kesehatannya.

Suasananya gak terlalu ramai, atau malah terbilang sepi melihat hanya ada satu dua orang yang duduk di ruang tunggu. Gue gak tau apa yang membuat kaki gue melangkah kesana, tetapi sekarang gue sudah ada diatas kursi tunggu itu dengan  sebuah nomor antrian di tangan gue. Kondisi tubuh gue nyaris basah oleh keringat, tetapi sekarang gue malah mengantri untuk diperiksa padahal gue gak punya keluhan sama sekali. Nomor demi nomor telah dipanggil, menyisakan gue dan beberapa nomor setelah gue yang saat ini menunggu giliran untuk dipanggil kedalam.

"Yaelah Ji, imunisasi di SD-SD doang. Bentar kok, paling 100 anak."

"SD mana dulu? Ogah gue kalo SD Cahaya Masa, lagi musuhan sama guru Bahasa Inggrisnya."

"Kok bisa?"

"Gurunya temen kos gue soalnya, tadi pagi rebutan donat di warung sebelah sampe dipisahin kang ojol yang nongki disitu."

Gue merasa sangat familiar dengan dua suara ini. Saat mencari si pemilik suara, gue mendapati dua orang manusia berlainan jenis itu sedang berdiri didepan meja pendaftaran. Salah satu diantara mereka yang memakai snelli dokter umum itu mengambil sesuatu diatas meja, mereka masih mengobrol namun dalam volume pelan yang membuat gue tidak bisa mendengarnya sejelas tadi.

"Angkasa Bagaspati?"

"Ya?" Sahut gue, sontak berdiri saat lelaki itu memanggil nama lengkap gue.

"Loh? Pak Angkasa?" Yang barusan menyapa adalah perempuan dalam balutan batik berwarna merah dan cokelat, dia sampai menyipitkan matanya untuk memastikan bahwa sosok yang dia lihat betulan Angkasa Bagaspati. "Bapak sakit?" Tanyanya.

ELEGI ANGKASA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang