Bian
Tiga hari di Madiun terasa seperti tiga tahun yang panjang untuk gue lewati. Gue sebenarnya berhasil memeriksa keseluruhan mesin pesawat tempur milik Lanud Iswahyudi dalam satu setengah hari aja, kalau gak mendapat tugas untuk melakukan Pelatihan Uji Pertahanan Negara mungkin gue bisa pulang di hari kedua gue disana. Tapi sialnya, gue gak bisa menolak permintaan itu dan harus menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu dan ketentuan yang sudah ditetapkan. Jujur, ada yang mengganggu gue selama berada disana dan hal itu betulan membuat seisi kepala gue dipenuhi oleh beragam ketakutan.
Kanala Gianita, perempuan yang mengiyakan untuk gue lamar hari sabtu nanti tiba-tiba aja mengirimi gue pesan yang bilang kalau dia belum siap dengan lamaran gue itu.
Maksudnya apa?
Kenapa dia ngasih gue harapan kalau emang dia gak mau buat gue lamar?
Kurang gue dimana sih? Hal apa pula yang membuat Nala tiba-tiba mengubah keputusannya seperti itu? Gue penasaran, sungguh, tapi gue gak bisa berbuat apa-apa selain membaca pesan itu tanpa berniat untuk membalasnya sama sekali.
Lo tau gak? Bunda pulang hari sabtu siang, perkiraan sampai ke Bandung sekitar jam lima sampai jam enam sore. Dia sama Ayah bela-belain balik ke Bandung cuma karena permintaan anak sulungnya yang punya niat buat lamaran. Pas gue telpon Bunda dia tuh sebenarnya kaget setengah mampus. Dia mewawancarai gue sampai dua puluh menit lamanya. Katanya gue kenal Nala dari kapan? Pacarannya berapa lama? Sampai pada kebahagiaan dia yang ternyata sudah sedari lama mengincar Nala buat jadi menantunya.
Gue sudah ada di Bandara Juanda pada pukul sepuluh pagi, perkiraan tiba ke Husein sekitar pukul dua belas siang. Sebelumnya gue ngabarin Nala, tapi setelahnya gue gak membuka lagi aplikasi pesan singkat itu dan membiarkan puluhan pesan darinya masuk begitu saja tanpa terbaca. Ponsel gue dimatikan, baru dinyalakan kembali begitu gue keluar dari landasan dengan barang bawaan yang cukup banyak. Gue dapet oleh-oleh, tadinya sempet nolak karena repot tapi gak enak sama mereka yang udah baik sekali ngasih gue semua oleh-oleh ini.
Udara Bandung sama Surabaya beda banget, mungkin guenya aja yang gak bisa berada jauh dari kota kelahiran ini sehingga selalu menganggap daerah lain begitu asing dan kurang membuat nyaman. Meski panas, Bandung masih adem, apalagi pas lo baru aja turun dari badan pesawat seraya menikmati angin yang berhembus dengan bebas. Gue gak pakai seragam, semuanya kotor dan sekarang gue cuma pake jaket dan celana jogger yang ... kotor sih, abis gue males bawa banyak baju makanya memilih ngirit kayak gini.
Begitu keluar dari pintu kedatangan, gue langsung mendapati sosok perempuan yang lagi celingukan dengan kaos olahraga bertuliskan nama puskesmas tempat dia kerja. Mukanya resah, dia belum menyadari eksistensi gue yang saat itu memakai masker serta topi untuk menutupi wajah. Tangannya memegang ponsel, Nala gak melanggar janjinya untuk menjemput gue pulang di hari sabtu ini. Gue gak tahan pengen ketawa, tapi gue lagi kasus sama dia makanya gue menahan semua itu sampe perut gue rasanya mules.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEGI ANGKASA
Fanfiction[Telah Terbit] Angkasa Bagaspati, dosen Perancangan Mesin sekaligus Teknisi Pesawat Terbang itu masih terjebak dalam kilasan masa lalunya yang dia anggap sebagai bentuk kegagalan terbesar pada sejarah kehidupannya. Untuk sekarang, Angkasa hanya ing...