Angkasa
Jam dinding terus berdetak, menimbulkan suara tic-tac beraturan yang sedikit mengganggu pendengaran didalam ruangan super hening ini. Sudah tiga puluh menit lamanya gue hanya duduk diam di meja dosen sambil melihat para mahasiswa didepan gue mengerjakan tugasnya. Menurut gue, rumus-rumus yang berkaitan dengan fisika dan matematika itu tidak sulit sama sekali. Bahkan gue bisa bertaruh kalau tugas yang gue berikan akan selesai gue kerjakan hanya dalam waktu tiga menit saja.
Teknik Penerbangan Universitas Nurtanio, Bandung.
Ya, sekarang gue sedang berada disana, tepatnya di salah satu ruang kelas yang diisi oleh dua puluh mahasiswa dengan seragam PDH mereka. Sekilas mereka keliatan kayak Tentara Angkatan Udara, padahal mereka hanya orang-orang biasa yang kebetulan bersekolah penerbangan disebuah Universitas yang memang berada dibawah naungan TNI AU. Bahkan kalau harus dibilang, 60% tenaga pengajar disini didominasi oleh orang-orang berlatar belakang militer, sisanya ya seperti gue ini; manusia yang nyasar karena ketertarikan semata.
"Dua menit lagi, selesai atau gak selesai. Kita harus ke laboratorium untuk praktikum." Gue mengetuk jam di pergelangan tangan gue dua kali. Anak-anak keliatan shock, mereka makin sibuk nyoret-nyoret kertas dengan pulpen mereka. Beberapa ada yang berbisik, minta tolong sama temennya yang tiba-tiba berubah budeg. Gue cuma menyeringai tipis, suruh siapa masuk Teknik Penerbangan, sialnya harus ketemu sama gue pula.
"Kumpulkan."
Oke, ini baru semenit. Tapi gue udah greget banget sama selembar kertas yang mereka kerjakan itu. Desahan kesal gue dapatkan dari semua mahasiswa. Satu per satu dari mereka maju kedepan dengan tertib, mengumpulkan selembar kertas yang penuh dengan angka-angka dan variabel itu diatas meja gue. Perlahan kelas mulai kosong, dari minggu lalu gue udah bilang kalau sehabis materi diberikan, mereka akan langsung memulai praktek untuk materi pengenalan mesin-mesin pesawat terbang sebelum masuk kepada perancangan.
Setelah membereskan dua puluh lembar jawaban itu dengan rapi, gue memasukkannya kedalam binder biru yang hampir penuh oleh kertas-kertas hasil ujian. Selanjutnya gue membereskan semua barang bawaan dan keluar dari dalam kelas. Laboratorium terletak di gedung yang berbeda. Gue harus turun ke lantai dasar lalu menyebrangi jalan utama untuk bisa mencapai gedung berisi mesin-mesin pesawat terbang itu. Mengajar mahasiswa si Universitas ini tidak sulit, sungguh. Mereka sudah dilatih untuk disiplin sehingga setiap melakukan kelas, gue gak perlu mengatur posisi mereka karena secara otomatis mereka akan membentuk barisan rapi.
Dengan sabar gue menjelaskan satu demi satu mesin pesawat yang berada disana. Mulai dari mesin Piston yang gak dipakai lagi di dunia Dirgantara masa kini, hingga mesin Jet yang semakin canggih di tiap-tiap inovasinya. Kebanyakan dari mereka tampak begitu antusias, terlebih seorang laki-laki dengan tubuh tinggi besar yang sejak tadi tak hentinya melontarkan berbagai pertanyaan.
"Pak, kalo Pesawat Tempur AU berarti pakenya ... "
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEGI ANGKASA
Fanfiction[Telah Terbit] Angkasa Bagaspati, dosen Perancangan Mesin sekaligus Teknisi Pesawat Terbang itu masih terjebak dalam kilasan masa lalunya yang dia anggap sebagai bentuk kegagalan terbesar pada sejarah kehidupannya. Untuk sekarang, Angkasa hanya ing...