2. Agisha Maheswari

382 107 5
                                    

#NoCopas
#StopPlagiat!

Happy Reading....

***

Manusia tidak pernah tahu takdir apa yang akan diterimanya ke depan. Bisa saja berupa hal tidak menyenangkan, yang akan membuatmu bersedih lalu menangis. Atau sesuatu itu berbentuk kesenangan, yang bisa menerbitkkan senyum dan tawa dalam harimu.

Dan saat ini Agisha tengah merasakan salah satunya. Pada poin yang kedua tentunya. Karena bertemu dengan seseorang yang namanya selalu terukir dalam hati sejak lama, bukan termasuk kabar buruk, kan? Apalagi dia datang dengan membawa kabar mengejutkan yang berhasil membuat detak jantungnya berdegup kencang. Sebuah hubungan dan komitmen. Apa lagi yang lebih membahagiakan dari ini?

Agisha sempat berpikir, kebaikan macam apa yang pernah dilakukannya sampai Tuhan membalasnya dengan hadiah semanis ini. Bayangkan saja, laki-laki yang menjadi cinta pertamanya sampai saat ini, tiba-tiba datang melamarnya untuk dijadikan istri. The dream come true! And I'm so happyyy!

"Gisha, kenapa diam saja? Apa jawabanmu, Nak?" Ratmi, ibunya kembali bertanya. Mengembalikan kesadaran Agisha yang sempat berkelana. Ini terlalu mendadak sampai membuatnya kehilangan kata-kata. Karena sebelumnya Agisha hanya mengira pertemuan ini hanya makan malam biasa seperti malam-malam lalu.

"Gisha," panggil Ratmi sekali lagi. Dan kali ini sukses membuatnya malu karena semua pasang mata kini memandangnya. Astaga, sebesar inikah efek dari sebuah lamaran dari seseorang yang sudah lama ia impikan.

"Tidak apa-apa, wajar kalau Gisha terkejut mendapatkan kabar ini. Mungkin terdengar mendadak untuknya," sambut Mutia. "Sebenarnya, masalah perjodohan ini sudah tante, ibu dan ayahmu rencanakan saat pertama kali keluarga kalian pindah ke sini. Mengingat kamu dan Rafan masih sama-sama melajang, jadi tidak ada salahnya, kan? Tante sudah tanya Rafan dan dia menerimanya. Sekarang tinggal giliranmu untuk menjawab, Gisha."

Keluarga Rafan adalah tetangganya dulu sebelum keluarganya pindah karena mutasi ayahnya ke kantor cabang di Surabaya. Dan setelah empat tahun, mereka memutuskan kembali ke Jakarta dengan alasan yang sama. Bedanya kali ini keluarganya akan menetap selamanya karena Panji, ayahnya membuka perusahaan milik sendiri.

Agisha melirik laki-laki di seberangnya. Rafandika Rahagi, laki-laki pertama yang merebut perhatian dan hatinya dulu. Bahkan hingga kini. Lantas alasan apa yang bisa membuatnya menolak lamaran laki-laki itu? Bodoh sekali kalau sampai Agisha melewatkan kesempatan untuk bersanding dengan Rafan yang dulu dipujanya setengah mati secara diam-diam.


Agisha menatap ke arah ayah dan ibunya, ada kebahagiaan dan restu yang bisa Agisha lihat disana. Lalu ia kembali melarikan matanya pada sosok Rafan yang sejak tadi lebih banyak diam. Laki-laki itu menampilkan senyum tipis yang membuat kadar ketampanannya naik berkali-kali lipat. Agisha buru-buru memalingkan wajah, ia tidak akan sanggup menatap lebih lama karena debaran jantungnya semakin menggila. Rafan yang dulu jarang sekali tersenyum untuknya. Laki-laki itu lebih banyak menghindar dan mengabaikannya ketika mereka sedang berada dalam satu ruangan yang sama. Jadi jangan menyalahkan dirinya jika bereaksi berlebihan seperti ini.

Lalu apalagi yang ia tunggu? Bukankah mimpinya dulu adalah dapat memiliki Rafan? Tuhan akhirnya mengabulkan dan membuatnya jadi nyata.

Dengan gerakan malu-malu Agisha menganggukan kepalanya. Yang lantas membuat suasana menjadi riuh oleh ucapan syukur para orang tua dan siulan godaan dari para sanak saudara lainnya.

Agisha memilih menundukkan kepala untuk menutupi rona merah di pipinya. Meski begitu ia tidak bisa berhenti tersenyum dan bersyukur dalam hati. Ini malam yang luar biasa indah. Hatinya serasa sesak oleh luapan rasa bahagia.

Ditengah keriuhan dan tawa, lagi ia  mencuri lirik pada Rafan. Agisha ingin tahu bagaimana reaksi laki-laki yang selama ini sering kali menampilkan raut datar itu. Di sana Rafan hanya tersenyum tipis membalas kalimat-kalimat menggoda dari saudaranya.

Detik berikutnya pandangan kedunya bertemu. Entah hanya perasaannya saja atau memang ada yang salah dalam sorot mata tajam itu. Seperti terlihat gamang dan putus asa secara bersamaan. Agisha kembali memunduk sembari menggeleng kuat-kuat. Tidak mungkin. Itu tidak benar. Seharusnya ia menikmati momen ini dengan suka cita, bukan malah merusaknya dengan pikiran-pikiran negatif yang belum pasti benarnya.

Ya, semuanya akan baik-baik saja. Sebentar lagi ia akan bersama Rafan. Hidup bahagia dalam bahtera rumah tangga sampai maut yang memisahkan. Benar, tidak perlu ada yang dikhawatirkan.

Agisha terus merapalkan kalimat-kalimat manis itu dalam hati dan pikiranya berkali-kali untuk mengusir kegelisahan yang tiba-tiba datang.
Tapi kenapa sulit sekali? Ada apa dengan dirinya?

***
TBC

Jangan lupa vote dan comment-nya Readers.

365 Days Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang