#NoCopas
#StopPlagiatHappy Reading....
***
"Tidak semua diam itu lemah. Maka berhati-hatilah dengan diamku. Karena bisa jadi kamu terperangkap dalam masalah."
-Agisha Maheswari-
*
**
Rafan yang tadi nampak terkejut setelah mendengar ucapannya, sekarang terlihat gelisah, bingung atau... entahlah ia sendiri sulit mengartikannya.
"K-kamu bilang apa? Cinta?" laki-laki itu menggeleng sambil tertawa sumbang. "Kamu bercanda?"
Dari banyaknya respon yang Agisha bayangkan, tertawa bukanlah salah satunya. Jadi hal yang wajar kalau denyutan nyeri di balik dadanya kembali bereaksi ketika Rafan menganggap perasaannya sebagai lelucon atau sekadar gurauan belaka. Ya, Tuhan, kenapa hatinya memilih laki-laki seperti ini untuk dititipkan cinta.
"Aku serius dan nggak sedang bercanda, Mas!" Agisha berucap tegas. "Kuulangi sekali lagi, bahwa aku nggak akan menyetujui apapun yang kamu minta."
Rafan terdiam. Menatapnya lama sebelum melepas tautan tangan keduanya, berjalan menuju pintu balkon. "Kamu pikir, saya akan percaya?"
"Terserah Mas mau percaya atau nggak. Yang jelas aku nggak berbohong. Sudah sejak lama aku menaruh hati sama Mas. Dulu, dulu sekali saat kita masih bertetangga dan bersekolah di tempat yang sama."
"Kamu tahu ini percuma, pernikahan kita tidak akan berhasil."
"Pernikahan kita akan berhasil kalau saja kamu mau memberi kesempatan." Agisha mengikuti Rafan, kembali meraih tangan suaminya untuk digenggam. "Jadi, tolong kasih aku waktu untuk membuat kamu melihatku, merasakan apa yang aku rasakan dan percaya kalau pernikahan ini bukanlah sebuah kesalahan." Agisha sudah bertekad agar tidak menyerah begitu saja untuk mempertahankan keutuhan rumah tangganya. Demi hatinya. Juga keluarganya.
Rafan tidak langsung menjawab. Agisha percaya kata-katanya barusan cukup mempengaruhi Rafan. Terlihat dari ekspresi laki-laki itu yang mulai gamang.
Setelah jeda cukup lama yang dilalui hanya dengan tatap, Rafan menarik napas yang terasa berat di telinganya. "Baiklah, tiga ratus enam puluh lima."
Agisha jelas mendengarnya namun tidak paham artinya. "Maksud, Mas?"
"Tiga ratus enam puluh lima hari," jelas Rafan lebih detail. "Itu batas waktu yang aku kasih untuk membuktikan kata-katamu tadi."
Agisha tercekat. Ia memang menginginkan sebuah kesempatan untuk berjuang. Untuk kembali merangkai harapan yang sudah hancur berserakan. Tapi tidak dengan batas waktu. Apalagi satu tahun?
"Tapi, Mas—"
"Satu tahun, atau tidak sama sekali!" Sorot matanya yang tajam kembali menghujam seakan tidak ingin dibantah.
Agisha mendesah pasrah. Setidaknya ia memiliki kesempatan. "Baiklah, aku setuju keputusan kamu. Tapi, aku juga punya permintaan yang harus kamu turuti." Kalau Rafan memiliki syarat, tentu saja Agisha pun tak ingin kalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
365 Days
RomansaPernahkah kamu mengejar seseorang yang tak pernah sekalipun melihatmu? Tak mempedulikanmu? Atau mengabaikanmu hanya karena tak cukup memiliki perasaan yang sama? Kalau belum, Agisha akan menunjukkannya. Bagaimana rasanya berjuang sepihak untuk sebua...