.KEMBALI.

44 12 0
                                    

Kebahagiaan dihadirkan hanya sementara, jadi jangan lupa bersiap untuk menyambut perasaan berikutnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kebahagiaan dihadirkan hanya sementara, jadi jangan lupa bersiap untuk menyambut perasaan berikutnya.

Di meja makan keluarga Pradana, terlihat penuh akan tawa. Amanda dan Cintya juga berada disana. Apa yang dirasakan Amanda sekarang sama dengan apa yang dirasakan Aldi setiap harinya. Begitu hangat, dan sangat menyenangkan. Amanda dapat merasakan utuhnya sebuah keluarga.

"Cintya, sering-sering nginap disini ya kamu," ujar Nadin.

"Kalau Amanda?" sahut Amanda memakan roti selai kacang miliknya.

"Kalau kamu mau, silahkan tidur disini setiap hari," jawab Nadin terkekeh. Nadin, tahu kondisi keluarga Amanda, ia juga tahu apa yang terjadi pada Amanda kemarin, maka dari itu ia meminta Amanda untuk menginap dirumahnya. Sejujurnya, mama Amanda adalah teman sosialitanya dulu.

"Sekalian aja kalau gitu, angkat Amanda jadi anak kalian," ujar Amanda tertawa.

"Kamu mau? Kalau mau nanti om masukkan kamu ke kartu keluarga, tapi ya gitu," sahut Hanif.

"Tapi apa?"

"Kamu nggak dapat bagian warisan."

"Papa?!" ucap Johan yang sedari tadi hanya diam menyimak pembicaraan. Sikap Johan hari ini sangat berbeda dari biasanya, mungkin karena ada Cintya dihadapannya. Jaga image? Mungkin.

"Apa sih pangeran, papa?" Hanif tahu apa yang ada dipikiran Johan sekarang.

"Gausah bawa-bawa warisan?!" ucap Johan ngegas. Johan sangat tidak suka jika Hanif sudah bicara tentang warisan, karena pada akhirnya ia menjadi sangat menderita karena bayangan hidupnya dimasa depan.

"Kenapa?"

"Pa, nggak usah ngajak debat sehari bisa nggak?"

"Biasanya juga paling antusias kalau debat sama papa."

"Nggak untuk hari ini," kata Johan menatap papanya tak suka.

"Cintya, besok kamu tidur disini lagi aja ya," pinta Hanif. Johan membulatkan matanya ketika mendengar itu, ia menggertakan giginya menahan rasa kesal.

"Johan, kenapa kamu?" ujar Nadin menyadari raut wajah, Johan. Ia menahan tawanya akan sikap anak laki-lakinya itu.

"Sakit gigi," jawab Johan, "Cintya, udah kan makannya? Aku tunggu di mobil," tambahnya berlalu pergi tanpa berpamitan.

"Pa, anak kamu ngambek tuh," ucap Nadin pada suaminya.

Hanif menatap istrinya sekilas dengan terkekeh. "Johan, kamu kalau ngambek papa buatin adik beneran ya?!" teriak Hanif yang masih dapat didengar Johan.

Johan memberhantikan langkahnya, ia berbalik menatap papanya. "Papa udah tua, gausah macam-macam?!"

"Tua-tua gini juga masih ada tenaga. Apalagi kalau papa minum jamu kuat, beuh dijamin jadi dalam sekali semprot."

FATUM SPECIAL [ PROSES REVISI✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang