5. Summer Rain

45 12 2
                                    

"Hallo, Sayang?" sebuah suara muncul dari seberang sana melewati sambungan telepon di ponselku yang kini sudah kuletakkan di antara telinga kanan dan bahuku, sedangkan tanganku masih sibuk membolak-balikkan halaman buku tebal di genggamanku.

"Iya, hallo, Baek," balasku. Tak terlalu fokus padanya.

Aku mendengar suara Baek Hyun berdehem di ujung sana. Ada suara yang sedikit bising, sepertinya Baekhyun sedang dalam perjalanan. "Sekarang kau ada di mana?"

"Aku ada di gedung pusat bahasa di kampus," jawabku dengan tangan masih sibuk mencari halaman-halaman tertentu, lalu kuberi tanda dengan sedikit melipat di bagian ujung.

"Bisa kau membantuku, memberitahukan pada Sehun untuk mengambil laundry pakaianku di depan rumahku?" tanya Baek Hyun lagi. Kali ini aku mengerutkan keningku, berhenti sebentar dari fokusku membolak-balikkan lembaran kertas pada buku.

"Yes, I can. Where are you, now?" Aku bertanya balik pada Baek Hyun.

"Jeju," jawab Baek Hyun. "Aku terburu-buru, ada urusan mendadak," lanjutnya.

"What?" tanyaku lagi, berbisik.

Kudengar Baek Hyun terkekeh pelan dari sana. "Ada urusan yang datang tiba-tiba, Sayang. Kau merindukanku?"

Sial. Dia selalu bisa membalikkan pertanyaan pada orang lain. Aku yakin 99% kalau dalam urusan membalik-balikkan pertanyaan, Baek Hyun sangatlah ahlinya berbicara.

Sebelum menjawab pertanyaan Baek Hyun yang membangkitkan emosi, dan gairah ingin menerbangkan ke angkasa, yang juga akan ikut melibatkan hati, perasaan, serta jantung. Aku menutup buku di peganganku terlebih dahulu, lalu mengenggam erat ponselku. Mencari tempat yang sedikit sepi.

"Benarkah kau sudah merindukanku?" Baek Hyun semakin terkekeh di tempatnya. "Padahal kita baru saja bertemu kemarin malam, Sayangku."

"Ck! Aku hanya bertanya!" Aku berdecak di sudut ruangan yang sudah cukup jauh dari orang-orang.

"Apa? Kau merindukanku? Baiklah, aku juga merindukanmu, Sayang."  Baek Hyun menggodaku, masih terkekeh geli.

"Yak! Han Baek Hyun menyebalkan!" kesalku, sedangkan Baek Hyun kini sudah tertawa dengan keras.

Cukup lama terdiam, bahkan sekarang Baek Hyun sudah menghentikan tawanya. Samar-samar aku mendengar Baek Hyun berbicara dengan seseorang yang aku yakini adalah supir taksi Baek Hyun, karena ia bertanya alamat yang menjadi tujuan Baek Hyun saat ini

"Sayang, kututup dulu sambungannya. Nanti akan kutelepon lagi, ya?" Baek Hyun berkata tiba-tiba padaku. Mungkinkah ia benar-benar sibuk di sana?

Aku mengangguk setuju, meskipun aku tahu Baek Hyun tak akan bisa melihatnya. "Iya, tak apa," jawabku kemudian.

"Saranghae, Rembulan," ucap Baek Hyun berbisik sebelum menutup sambungan telepon.

Aku tak membalas, atau lebih tepatnya tak sempat membalas. Sekarang yang kulakukan hanya bisa memandang handphone di tanganku yang kini layarnya telah sepenuhnya berwarna hitam gelap. Pipiku terasa panas, juga debar jantungku sangat kencang. Rasanya ada kupu-kupu berterbangan di perutku. Nyaman dan menyenangkan sekali.

Baek Hyun adalah salah satu orang yang bisa membuat debaran di dadaku kian memuncak. Selain dia...

***

Perhaps you are coming to me to share your umbrella?
Is this a miracle on a summer day?
Like a summer rain....

Kata summer dan rain selalu mengingatkanku pada sosok pria seperkian tahun silam. Hujan yang turun di musim panas.

Perpisahan ManisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang