9. With You

62 9 1
                                    

Monday. Akhir pekan yang paling ditunggu kebanyakan orang setelah melewati enam hari dengan segala kesibukan.

Termasuk diriku yang kini sudah bersiap-siap dengan pakaian casualku—memadukan Striped pants hitam bergaris putih tipis sebagai bawahan dengan t-shirt berwarna abu-abu, serta sepatu sneakers berwarna putih. Untuk menambah kesan bersemangat, aku mengikat rambut hitam panjangku dengan kuncir kuda.

Kini, aku sudah bersiap keluar dari apartemenku dengan sebuah slingbag bermotif mata panda yang tergantung rapi di bahuku.

Saat sudah berada di tempat parkiran. Aku sedikit menundukkan kepalaku. Menyapa Chan Yeol yang berada di dalam mobil

"Hai, Yeol," sapaku sembari tersenyum.

"Hai, Rembulan." Chan Yeol membalasnya tersenyum pula. "Mau ku bukakan pintu?"

Aku menggeleng, "Tidak usah."

Kemudian bergerak mengitari mobil untuk mencapai pintu sebelah kemudi. Membuka, lalu duduk dengan tenang di samping Chan Yeol.

"Kita berangkat sekarang?" tanya Chan Yeol menatapku.

Sedangkan, aku mengangguk sebagai balasan.

Chan Yeol kembali berfokus. Menghidupkan mesin mobil. Selanjutnya memutarkan setir untuk berbelok menuju jalan lalu lintas.

Tujuan kami kali ini adalah tempat bowling seperti janji Chan Yeol yang mengajakku bermain–lebih tepatnya untuk menemani pria itu.

"Omong-omong semalam aku sudah mengabari Baek Hyun untuk meminta izin meminjammu hari ini." Chan Yeol memulai pembicaraan.

Aku menoleh, ternyata pria itu melirikku dan berfokus kembali pada jalan.

Alisku tertarik ke atas, lalu berkata, "Kau meminta izin untuk ini?" tanyaku.

"Tentu." Chan Yeol berdehem pelan. "Aku tidak ingin dicap sebagai perebut pacar orang," lanjutnya.

Jawaban yang masuk akal. Meski kami bersahabat, tetap saja tidak akan mengurangi rasa kecurigaan dalam sebuah hubungan.

"Benar. Aku juga sudah bilang kepadanya. Dan ya, pria psikopat itu sedang sibuk dengan pekerjaannya," timpalku sembari kembali melihat jalanan di depan.

Chan Yeol terkekeh. "Psikopat begitu, dia juga kekasihmu."

Selanjutnya, topik pembicaraan lainnya terus terlontarkan. Terkadang tertawa saat topik yang dibicarakan bersinggungan dengan ingatan masa-masa perkuliahan dulu.

Kecepatan mobil milik Chan Yeol kini mulai memelan dan berbelok ke halaman sebuah gedung besar bertingkat. Berhenti, lalu Chan Yeol mematikan mesin mobil–artinya sudah sampai di tempat tujuan kami.

Beberapa detik, mataku mulai menilai setiap detail dari gedung ini. Tidak ada yang berubah dari terakhir kali aku menginjakkan kaki di sini, bahkan warna dari gedungnya pun masih tetap sama.

*****

Kini, aku sudah berada di ruangan dengan lantai berwarna silver mengkilap dan plafonnya berwarna hitam yang di hiasi sedemikian rupa. Dinding-dinding agak keemasan–sangat berkelas dan megah.

Berlebihan memang. Tetapi, sudah menjadi ciri khas dari gedung ini. Hampir semua ruangan memiliki warna dan gaya yang sama. Untuk membedakannya hanya diberi sentuhan desain sedikit berbeda.

Di dalam gedung ini terdapat beberapa tempat hiburan yang disediakan. Mulai dari tempat olahraga sejenis bowling, ada cafe shop, tempat karaoke, bahkan sampai menyediakan berbagai jenis minuman alkohol dan kelab malam–di lantai paling atas.

Aku duduk di salah satu kursi pengunjung bersama beberapa orang lainnya, teman Chan Yeol. Melihat permainan yang sedang dilakukan Chan Yeol. Melempar bola bowling ke lintasan menuju pin yang telah disusun rapi.

Ruangan bowling yang memiliki 5 line ini sudah disewa sampai beberapa jam ke depan. Melakukan pertandingan  6 orang pemain. Kemudian 2 orang lagi dijadikan juri.

Teriakan-teriakan mulai terdengar. Berharap cemas saat bola bowling menggelinding sedikit berbelok.

"Strike!" teriak kami saat bola itu merebahkan kesepuluh pin bowling sekaligus.

"Wouh, kau selalu hebat, bro!"

Permainan dilanjutan pemain lain. Mereka bermain seperti dalam sebuah turnamen namun hanya dalam lingkup kecil.

Yang melakukan babak pertama ialah Chan Yeol VS Seungwoo. Dan pemenangnya tentu Chan Yeol dengan 10 kali strike. Lalu, Jiwon VS Daniel. Begitulah seterusnya sampai akhirnya dimenangkan oleh Chan Yeol. Pria itu memang sangat ahli dalam bermain bowling.

"Kau masih saja menjadi yang paling jago." Jaeho berbicara. Ia memuji keahlian Chan Yeol dalam bermain bowling.

Kami duduk di sebuah meja panjang di kafe yang satu gedung dengan tempat bowling. Kafe ini terletak di bagian lantai dasar, tak begitu jauh dari meja resepsionis hanya harus masuk lebih dalam lagi.

"Kau tidak minum soju?" seseorang bertanya kepadaku. Menawariku dengan menyodorkan minuman botol hijau di dalam genggamannya.

Aku menggeleng. Aku tahu sebagian orang akan menganggap ini sedikit tidak sopan.

"Dia muslim," timpal Chan Yeol kemudian. "Dia tidak minum yang alkohol. Aku sudah memesan kopi," lanjutnya.

Pria itu mengangguk mengerti. Tetapi masih terlihat bingung. "Tapi dia tidak seperti kebanyakan muslim yang kulihat?" Seungwoo mengerutkan keningnya seolah sedang memikirkan sesuatu yang ia lupakan.

"Ye, aku memang tidak mengenakan jilbab, penutup kepala." kataku. Aku masih belum siap melakukan itu.

"Ahya."

Setelah itu kami kembali mencari berbagai topik pembicaraan. Tertawa. Orang-orang ini sangat ramah dan bersahabat, meski sudah tahu jika aku merupakan seorang muslim dan orang asing yang sudah cukup lama menetap di sini.

Sesekali mereka menanyai hubunganku dan Chan Yeol. Sepasang kekasih. Dan kecewa saat kami bilang hanya teman.

Hari ini berlalu begitu saja. Aku menikmati weekend pekan ini. Bersama Chan Yeol.

*****

April, 05


------
Terima kasih sudah membaca.

Flowers,

AC

Perpisahan ManisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang