Di hari minggu yang cerah ini, semuanya terasa sangat berubah seratus delapan puluh derajat menjadi menyebalkan. Minggu yang seharusnya diisi dengan waktu bersantai ria, kini digantikan menjadi minggu yang paling buruk dalam sejarah.
Hatchih!
Beberapa orang mungkin menganggap ini hanya hal biasa, namun tidak bagiku, dan bagi orang-orang yang tidak menyukai hal ini.
Hatchih!
Satu hal yang paling menyebalkan dalam hidupku. Satu hal yang paling tidak kusukai dari beberapa banyak hal yang tak kusukai. Satu hal yang menjadi mimpi paling buruk bagiku.
Hatchih!
Aku membencinya. Aku tidak menyukainya. Ini menyebalkan sekali, bagai mimpi buruk di tengah malam.
Hatchih!
Sekali lagi aku mengatakannya. Aku sangat tidak menyukainya. Ini sungguh buruk sekali. Di tengah malam kelam, seorang diri menahan kesakitan. Di tengah gelapnya malam, seorang diri terbangun dengan wajah penuh peluh.
Hatchih!
"Sehun, tolong ambilkan aku air minum!
Sehun, tolong ambilkan minyak angin aroma terapi itu!
Sehun, tolong ambilkan selimut lagi di dalam lemari!"
Kalimat perintah itu terucap untuk kesekian kalinya. Tiada henti kuucapkan selalu. Meminta segala hal dengan suara sengau yang kukeluarkan. Hidungku terasa panas dan seperti tersumbat sesuatu. Belum lagi tubuhku terasa menggigil, dan kepalaku terasa sangat pening.
Sehun meletakkan kembali kain basah di atas keningku sembari menggeram rendah. "Noona! Bisakah kau diam sebentar? Kau sangat menyebalkan sekali kalau sedang sakit!" semprot Sehun dengan kesal.
Ketika aku terserang flu dan demam adalah salah satu hal yang paling tidak Sehun sukai. Karena setiap kali hal itu terjadi, entah kesialan atau apa, Sehun dalam keadaan sendirian. Maksudku, hal itu selalu terjadi jikalau Baekhyun sedang bepergian jauh dari Seoul. Sama halnya sekarang, Baekhyun masih belum kembali dari Jeju.
Aku terdiam, seperti yang Sehun perintahkan. Keadaan sekarang terasa sangat hening. Sedangkan Sehun sibuk mengecek suhu tubuhku, lalu menggantikan kain basah di keningku.
Tak lama kemudian dering handphone milikku yang terletak di atas nakas samping tempat tidurku memecahkan kesunyian kini. Buru-buru Sehun mengambilnya melihat siapa yang menelpon.
"Videocall dari Baekhyun Hyung," kata Sehun menyerahkan ponsel di tangannya padaku.
Setelah menerima ponsel dari Sehun, aku langsung menekan fitur berwarna hijau, lalu memunculkan wajah Bekhyun yang menggunakan kaos polos warna hitam.
"Hallo, Sayang..." panggil Baekhyun dari tempatnya.
"Hal-lo," balasku dengan suara sengau.
Dari layar ponsel, aku melihat Baekhyun sedang mengerak,-gerakkan tubuhnya, mencari tempat yang lebih nyaman. "Kata Sehun, kau sedang sakit."
Aku mengangguk pelan. Sangat pelan.
"Sudah minum obat?" tanyanya yang kujawab dengan gelengan. Aku belum minum obat, masih menunggu seseorang.
Baekhyun mengerutkan keningnya, menatapku dengan bingung. "Kenapa?"
"Masih menunggu Dokter Chanyeol," jawabku pelan. "Sehun tadi menggubunginya karena tak sempat membelikan obat." Aku melirik Sehun sebentar.
"Dokter Chanyeol?" ulang Baekhyun. Aku mengangguk. "Kenapa rasanya sangat menggelikan, jika kau panggil dia begitu." Baekhyun tertawa kemudian.
"Kau sendiri, kapan pulang, Bapak Desainer?" tanya Sehun bergabung, setelah ia mengarahkan kamera ponsel ke arahnya juga. Ia kini sedikit memiringkan tubuhnya di sampingku.
Baekhyun tertawa. "Mungkin beberapa hari lagi, Bapak Dosen."
"Kau tahu? Ibu Dosen sangat menyebalkan!" Sehun melirikku tajam. Aku pun membalasnya dengan lirikan tajam pula.
"Hei, hei, hei! Lihat sini. Kenapa Ibu Dosen dan Bapak Dosen suka sekali berdebat? Padahal sama-sama dosen," kata Baekhyun yang kesannya terdengar seperti ia sedang meledek.
Aku dan Sehun sama-sama tak menjawab. Rasa nyeri di kepalaku datang kembali. Terasa lebih pening dari sebelumnya.
"Baekhyun... Sudah, ya. Aku ingin tidur, kepalaku pusing." Perlahan aku memejamkan mataku dengan erat, sebelah tanganku terangkat memijit pelipisku mencoba meredakan rasa peningku.
"Baiklah, baiklah. Maaf aku belum bisa pulang. Lekas sembuh, jangan lupa minum obat, saranghae..." Setelahnya Baekhyun mematikan sambungan videocall yang tadinya sempat terhubung.
Bertepatan dengan hal itu, samar-samar bel apartemen juga berbunyi. "Sehun, bukakan pintunya."
Sehun menurut. Tanpa berkata ataupun memberi gestur berarti lainnya, ia langsung bangkit dari duduknya kemudian berjalan menuju pintu utama.
"Kau tahu, Hun? Sebenarnya, dokter muda sepertiku masih dilarang untuk melakukan praktik di luar bimbingan senior." Samar-samar aku mendengar suara Chanyeol sedikit mengomel pada Sehun dari luar kamarku.
"Ya! Hyung! Aku 'kan tidak menyuruhmu untuk praktik. Aku hanya memintamu membelikan obat untuk Rembulan Noona!"
Suara protesan Sehun tetap sama seperti biasanya, melengking, sangat terkesan tidak terima, dan berbagai hal lainnya."Ya, ya, ya. Setidaknya itu untuk Rembulan."
Derap langkah kaki itu terdengar semakin mendekat. Lalu setelah terdengar suara kenop pintu yang dibuka, tubuh tinggi milik Chanyeol terlihat diambang pintu dan ikuti Sehun di belakangnya.
"Rembulan?" tanya Chanyeol. Aku menjawabnya bergumam. Terlalu pening untuk menanggapinya dengan lebih.
Tidak cukup lama Chanyeol berada di sini. Setelah memberikan obat dan berbicara beberapa hal lainnya, ia langsung pergi usai mendapatkan sebuah panggilan telepon. Terlihat ia terburu-buru sekali.
*****
30 Sept,
--------Annyeong,
Selamat malam. >< Jangan lupa bahagia,Σ>―(〃°ω°〃)♡→28/8/19
Flowers,
AC
KAMU SEDANG MEMBACA
Perpisahan Manis
RandomPerpisahan itu tak selamanya menyakitkan, ada di beberapa kesempatan menjadi sangat indah. salah satunya Beautiful Goodbye, perpisahan indah. Katanya berbicara adalah kuncinya. Namun tepatnya, berbicara dalam memberi pendapat, menyerukan isi hati u...