Tak terasa, sudah memasuki bulan ke sembilan usia kehamilan Jaemin, ia nampak semakin malas, dan selalu mengeluh sakit punggung saat Jeno menyuruhnya melakukan kegiatan ringan, alasan saja
"Na, nanti mama mau kesini, kangen kamu katanya" ucap Jeno, ia tengah memilah setelan jas yang akan digunakannya kerja nanti
Sial, batin Jaemin, baginya, ibu mertua adalah musuh dalam selimut, walaupun nyonya Lee sangat baik, namun tetap saja, cerewet dan selalu membicarakan keburukan Jaemin,
"Yah, jangan dibolehin Jen, males kalo ada mama" merengut tak suka, Jaemin menutup kasar buku yang tengah ia baca
"Wah, bilangin mama nih ya, menantu durhaka kamu, Na"
"Ya tapi kan emang gitu mama kamu, cerewet ah males, ayolah Jen..." beranjak dari rebahannya diatas ranjang kemudian mengambil alih tangan Jeno yang tengah menyimpul dasi
"Emang kenapa sih? Kamu pernah ada salah sama mama?"
Jaemin menghentikan kegiatannya menyimpul dasi Jeno, ia langsung teringat percakapannya dengan ibu mertua dua hari yang lalu lewat telepon,
"Dua hari yang lalu mama telpon, tanpa basa-basi, langsung marah-marah, katanya aku ngga becus ngurusin anak-anak, mama bawa-bawa Renjun, katanya kasian kalo Renjun terus-terusan ngurusin Chenle" adu Jaemin
Menyentil pelan kening Jaemin, "Ya bener juga sih mama marah-marah, lagian kamu ngga nyadar selama ini Renjun sering marah-marah juga?"
"Dari lahir kali Jen, dia langsung nyalak-nyalak ke dokternya" balas Jaemin kecut
Mendengus pelan, istrinya terlalu berlebihan, padahal Renjun tak menangis saat lahir sampai mengkhawatirkan tim dokter, namun delapan jam kemudian Renjun baru menangis karena tepukan ringan dipantatnya oleh Jeno saat itu yang pertama kali menimang Renjun
[]
"Nana ayo sini jalan keliling taman sama mama" lambai Nyonya Lee kearah Jaemin yang tengah duduk malas di teras
Masa bodoh, rasanya Jaemin ingin sekali mengusir ibu mertuanya yang sejak tadi menyuruhnya bergerak, ia sudah bergerak lumayan aktif sejak kedatangan wanita paruh baya itu, dari menjemur pakaian, memasak bersama, mencuci piring dan kali ini mengajaknya keliling taman, ya walaupun taman dihalaman rumah sendiri, tapi Jaemin merasa sangat malas dan ingin tidur sore
"Na, ayo sini" masih melambai dengan semyum yang terpatri diwajah cantiknya
"Iya sebentar, Nana mau pake sandal" balasnya terpaksa
Nyonya Lee tersenyum hangat sampai menampilkan mata bulan sabitnya seperti milik Jeno,
"Harus banyak gerak Na, jangan males" ledeknya begitu mendapati ekspresi wajah menantunya
"Nana gerak terus loh ma tiap hari" kilah Jaemin
"Iya gerak terus tapi gantiin popok Chenle aja masih tangan Renjun yang harus maju" omelnya seraya menyentil kening Jaemin
Merengut tak suka, Kemudian Jaemin melangkah gontai disamping ibu mertuanya, ia benar-benar ingin tidur sore sampai Jeno pulang
"Harusnya kamu beruntung jadi istrinya Jeno, dari sekian banyak calon, cuma foto kamu yang langsung ditanggepin sama Jeno, nanya-nanya terus kapan ketemuannya" cerita Nyonya Lee
Mulai tertarik akan topik yang dibahas, Jaemin menggamit lengan ibu mertuanya, "serius ma? Nana ngga yakin, pas pertemuan pertama aja Jeno galak banget sama Nana"
"Hah? Padahal pulangnya dia senyum terus, malah nanya kapan tanggal pernikahannya, mama sampe kewalahan sama mama kamu nyiapin ini itu yang serba mendadak" Nyonya Lee menatap Jaemin tak percaya
KAMU SEDANG MEMBACA
What's Wrong With Na Jaemin [NOMIN]
FanficJeno menghela nafas, ia paham akan kondisi Renjun semenjak istrinya hamil anak ke-tiga, Jaemin hanya melamun dan makan, tak peduli akan Renjun dan Chenle yang sebenarnya masih butuh kasih sayang