Bella menatap Deann mantap. "Sebenernya ada satu cara. Tenang aja, Yan. Lo tinggal terima jadi aja. Gue bakal balas budi sama lo karena udah ngebantuin gue selama ini. Gue jamin pasti Steven bakal balik lagi ke lo."
**
Steven terlamun di balkon sekolahnya. Pikirannya terfokus pada seseorang yang sedang berolahraga di lapangan.
Steven tidak menyangka, orang yang dulu ia sayang sekarang bukan miliknya lagi.
Rasanya Steven ingin pergi ke lapangan sekarang juga dan memberikan handuk kecilnya ke Deann. Namun itu semua tidak mungkin. Steven dan Deann sudah tidak ada hubungan apa-apa sekarang.
Oh, sekarang Steven mulai berimajinasi.
Steven berada di pinggir lapangan sekarang. Ia memandangi pacarnya yang sedang bermain bola tangan. Sesekali ia bersorak untuk memberi semangat pada pacarnya.
"Ayo, Yan! Kamu pasti bisa!" sorak Steven dengan semangat yang dibalas dengan acungan jempol dari Deann.
Setelah pertandingan berakhir, Deann langsung menghampiri Steven dan duduk di sampingnya.
Steven mengelus puncak kepala Deann. "Capek ya?" Deann membalas dengan mengerucutkan bibirnya. "Ya iyalah capek. Kasih minum kek. Gak peka banget sih."
Steven terkekeh pelan lalu mengambil sebotol air mineral dingin yang ada di sampingnya. "Mau ini?"
Lagi-lagi Deann mengerucutkan bibirnya. "Tau ah. Mending aku beli sendiri di kantin."
Saat Deann sudah hampir bangkit dari duduknya, Steven dengan sigap langsung menarik tangan Deann hingga ia terduduk kembali. "Ye gitu aja ngambek. Mau gak nih?" tanya Steven sekali lagi. "Kalo mau harus ini dulu," ucap Steven sambil menunjuk-nunjuk bibirnya.
Muka Deann langsung berubah menjadi merah padam. "Apaan tuh nunjuk-nunjuk bibir?" tanya Deann.
"Tuh 'kan sendirinya gak peka," ucap Steven sambil menunjuk-nunjuk ke arah bibirnya lagi. "Cium dulu."
Pipi Deann memerah. "Oh mau cium," ucap Deann. "Merem dulu dong biar romantis."
Steven mengikuti perintah Deann dan mulai memejamkan matanya.
"Siap-siap ya, sayang. 1 ... 2 ... 3!" seru Deann.
Sesuatu yang halus dan basah seketika mengenai wajah Steven. Ia membuka matanya perlahan. Dan ternyata wajahnya sudah tertutup oleh sebuah handuk basah yang sepertinya dipakai Deann untuk mengelap keringatnya.
Steven menggerutu kesal. "Deann! Maksudnya apaan sih? Kok aku dilempar handuk gini?"
Deann menjulurkan lidahnya. "Bodo. Siapa suruh genit banget."
Deann langsung merebut air mineral yang ada di pangkuan Steven lalu meminumnya. Kerongkongannya menjadi segar sekarang.
Tidak ada angin, tidak ada hujan. Tiba-tiba Deann berlari menjauh dari Steven. Steven mengejar Deann dari belakang. Namun tiba-tiba kakinya terasa kaku dan tidak bisa digerakkan.
Steven memanggil nama Deann terus menerus. Namun suaranya lama-lama mengecil dan dan tidak dapat didengar lagi.
Steven tidak dapat melakukan apa-apa. Ia hanya memandangi Deann yang terus berlari meninggalkannya dan lama-lama menghilang dari pandangannya.
Tiba-tiba tubuh Steven dibantu berdiri oleh seseorang. Kakinya yang kaku tadi sudah bisa digerakkan kembali. Suaranya yang habis pun sekarang sudah pulih kembali.
Steven menolehkan kepalanya ke belakang. Ternyata orang yang membantunya berdiri adalah Valerie.
"Steve, kamu kenapa? Jawab, Steve. Steve!" seru Valerie seraya mengguncangkan badan Steven.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Regret
Teen FictionKesalahpahaman telah membuat Valerie membutakan mata dan hatinya, untuk memercayai atau bahkan sekedar mendengar penjelasan mantannya itu, Steven. Tapi apa yang bisa Valerie lakukan? Saat kenyataan yang sebenarnya sudah terungkap, yang bisa Valerie...