"Gue mau ngomong kalo sebenernya tuh gue suka sama lo. Lo udah buka hati gue untuk mencintai lo. Jadi, apa lo mau jadi pacar gue?" tanya Steven.
Mata Deann membulat. "Gue--gue...."
Brak. Pintu rumah Deann terbanting dengan kencang.
Steven dan Deann langsung menoleh ke arah suara tersebut. Dapat dilihat di sana ada seorang lelaki kira-kira berumur 50-an sedang berkacak pinggang sambil melotot ke arah mereka berdua. Matanya seperti ingin keluar saja.
Lelaki itu menghampiri mereka ke pintu gerbang. "Deann! Cepet masuk!"
Deann berpamitan pada Steven. "Gue duluan ya, Steve. Bye!"
Steven hanya diam di tempat saking tercengangnya.
Apa itu bokapnya Deann ya, yang dibilang killer itu sama Deann tadi? batin Steven.
Lelaki itu memandang Steven dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Makasih udah anter Deann pulang," ucap lelaki itu. Mukanya sudah tidak seseram tadi. Steven cepat-cepat mengangguk. "Iya, Om. Salam buat Deann."
Setelah itu Steven langsung buru-buru masuk ke mobilnya dan menancap gasnya.
Gila, serem banget tuh bapak-bapak. Susah juga kayaknya kalo mau minta restu sama dia--eh? ngomong apa sih gue, batin Steven seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
**
Deann langsung masuk ke dalam kamarnya, setelah diceramahi oleh ayahnya tadi.
Ayahnya memang sangat overprotective padanya. Apalagi, setelah ibunya meninggal karena kecelakaan beberapa bulan yang lalu.
Ayahnya Deann langsung berubah drastis. Dari dulunya ayahnya itu adalah seorang ayah yang penyayang dan mengerti anaknya. Sampai setelah kecelakaan itu ayahnya berubah menjadi sosok ayah yang pemarah dan tidak mengerti sama sekali dengan apa yang sebenarnya anaknya butuhkan.
Deann tahu, bahwa ayahnya itu sangat terpukul karena kecelakaan itu. Namun, itu bukan alasan bagi Deann untuk ayahnya berubah.
Deann tiba-tiba teringat dengan ucapan Steven saat di depan rumahnya tadi.
'Jadi, apa lo mau jadi pacar gue?'
Kata-kata itu kembali melayang di otak Deann.
Deann ingat, tadi sebelum ia sempat menyelesaikan omongannya, sudah dipotong terlebih dahulu oleh kehadiran ayahnya yang sangat menggangu itu.
Kalau saja ayahnya tidak merusak pembicaraannya tadi dengan Steven, mungkin sekarang Deann dan Steven sudah berstatus pacaran.
Ya, Deann juga mencintai Steven. Walaupun perasaan ini menurutnya salah.
Deann sudah berjanji untuk tidak mencintai Steven. Ini di luar rencana. Deann sudah keluar dari jalur awalnya.
Namanya perasaan kan tidak bisa dibohongi.
Awalnya yang hanya perasaan nyaman bersama Steven. Lama-kelamaan tumbuh juga menjadi rasa cinta.
Deann tidak tahu apa yang akan kakaknya katakan nanti. Tapi yang terpenting, Deann tidak boleh menyia-nyiakan kesempatannya.
Deann tidak mau menyia-nyiakan orang yang ia cintai, seperti Valerie yang menyia-nyiakan Steven dulu.
Masalah Bella nanti dulu deh. Gue bisa ngeles-ngeles dikit nanti kalo ditanya, batin Deann.
**
Valerie menyusuri koridor kelas 12 IPS tanpa seseorang yang selalu mengikutinya kemana-mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Regret
Novela JuvenilKesalahpahaman telah membuat Valerie membutakan mata dan hatinya, untuk memercayai atau bahkan sekedar mendengar penjelasan mantannya itu, Steven. Tapi apa yang bisa Valerie lakukan? Saat kenyataan yang sebenarnya sudah terungkap, yang bisa Valerie...