Seorang namja manis nan mungil tengah berjalan dengan santai memasuki sebuah gedung tinggi nan besar dengan sebuah rantang makanan di tangan kanan mungilnya. Senyum manis yang membuat matanya tenggelam tak pernah luntur dari kedua bibir tebalnya dari semenjak kakinya menapak di lantai gedung itu. Meskipun dia terlihat sangat ramah namun tak ada satu orang pun yang berani mengeluarkan suara sedikitpun, setiap langkah kaki mungilnya membuat jantung para karyawan disana berdetak lebih cepat.
Setelah tubuh kecil itu hilang di telan oleh lift di ujung lorong, diam-diam semua karyawan disana menghela nafas lega.
Namja mungil itu merogoh ponsel di saku celananya untuk memeriksa bila ada pesan yang masuk. Namun tidak ada sama sekali, akhirnya dia kembali memasukkan ponselnya ke tempat asal. Tak lama kemudian pintu lift itu terbuka, sebuah lorong panjang dan sepi adalah hal pertama yang dilihat oleh manik kembar namja mungil itu. Kaki mungilnya melangkah keluar dari lift dan menyusuri lorong panjang itu sedikit cepat, tidak sabar ingin memberikan sebuah kejutan kepada seseorang. Langkahnya berhenti di depan sebuah pintu tunggal yang tinggi dan besar, terdapat finger print di sebelah handle pintu, tanpa menunggu waktu lebih lama lagi namja mungil itu menempelkan jari telunjutknya pada finger print itu yang mana membuat pintu itu terbuka menampilkan sosok namja tampan yang fokus membaca setiap kata per kata dari dokumen yang menumpuk di meja besarnya tanpa mempedulikan sosok yeoja yang berpakaian terbuka yang mencoba menggoda namja itu. Tangan si mungil mengepal, tanpa menimbulkan suara sedikitpun namja mungil itu melangkah mendekati yeoja itu. Lantas menarik kuat rambut panjang milik si yeoja yang menimbulkan pekikan terkejut dan kesakitan dari si yeoja.
Si namja tampan sontak mendongak begitu telinganya seperti akan tuli kala mendengar teriakan melengking si yeoja, matanya menatap marah si yeoja.
"Bisakah kau tidak menggangguku, hah?!!" Si mungil menampilkan senyum miringnya kala mendengar nada yang sarat akan kemarahan milik si namja tampan.
"Sayang, bisakah kau membawa dia keluar?" Si yeoja menghentakkan tangan mungil itu hingga terlepas dari rambutnya, dan tersenyum manis merasa ucapan si namja tampan itu ditujukan untuknya.
"Ba-"
"Aku tidak berbicara padamu, Jalang" Si namja tampan yang memiliki nama Jeon Jungkook itu memotong ucapan si yeoja.
"Aku berbicara pada istriku, Jeon Jimin" Jungkook menatap tajam yeoja itu, sementara si namja mungil yang bernama Park Jimin yang kini telah berubah menjadi Jeon Jimin itu melipat kedua tangannya di depan dada, mendongak angkuh pada yeoja itu.
"Keluar!" Ucapan dingin yang berasal dari namja mungil itu membuat bulu kuduk si yeoja berdiri, namun dia mencoba memberanikan diri untuk menatap tak suka namja yang sedikit lebih tinggi darinya itu.
"Aku tak mau!!" Jungkook mengepalkan tangannya hingga otot-otot di lengannya menonjol. Berdiri dengan kasar dan berjalan mendekati kedua orang itu dan menyeret dengan kuat rambut si yeoja keluar dari ruangannya, mengabaikan pekikan kesakitan dari yeoja itu, menghempaskan rambut itu saat tiba di depan pintu dan secepat kilat membanting pintu ruangannya tanpa mempedulikan jika pintu itu rusak. 'Beli yang baru, selesai' begitulah pikirnya.
Jungkook mendekati Jimin yang menatap datar ke arahnya, lebih tepatnya pintu yang berada di belakang tubuhnya. Memeluk pinggang ramping milik Jimin dan mengangkatnya, Jimin melingkarkan tangan dan kakinya di leher dan pinggang Jungkook, mengenggelamkan wajahnya pada leher Jungkook, jangan lupakan rantang yang masih digenggamannya. Jungkook kembali duduk di kursinya dan otomatis Jimin duduk dipangkuannya..
Jimin menjauhkan wajahnya dari leher Jungkook dan mengangkat tubuhnya hingga duduk di meja Jungkook, membuka satu persatu isi dari rantang yang dibawanya lalu mengambil sendok dan mulai menyuapi namja tampan yang berstatus sebagai suaminya itu dengan telaten. Hingga bekal yang di bawakan Jimin kandas dilahap oleh namja kelinci yang kini tengah meminum air putih yang selalu tersedia di meja kerjanya. Jimin bangkit dari meja Jungkook dan berjalan keluar dari ruangan itu dengan membawa bekas bekal yang di bawanya.
Sementara Jungkook kembali fokus pada setiap lembaran yang menumpuk di depannya dan mengerjakannya secepat mungkin karena dia yakin nantinya dia akan terfokus penuh pada namja mungil yang menyandang status 'Nyonya Jeon' yang menjadi kesayangan keluarganya hingga melupakan semua berkas yang seharusnya selesai hari ini. Bukan karena apa, hanya saja Jungkook akan memprioritaskan Jimin, bahkan jika ada meeting terpenting sekalipun. Dia tidak peduli jika nanti perusahaan ini akan gulung tikar, karna baginya Jimin jauh lebih penting daripada apapun.
Ceklek!
Jimin melangkahkan kakinya menuju namja tampan yang sibuk dengan dokumen di depannya. Merangkulkan kedua lengannya pada leher si tampan dan mengecup pipi yang sedikit gembil milik Jungkook.
"Baby" Jungkook mengalihkan perhatiannya pada si mungil dan mengecup pipi tembam milik kekasihnya. Menarik tangan mungil itu agar pemiliknya duduk dipangkuannya.
"Cepat kerjakan, Kookie. Aku akan menemanimu" Ucap Jimin lirih, jemari mungilnya tak berhenti bergerak untuk menyentuh setiap inchi wajah tampan suaminya. Jungkook kembali fokus pada berkas-berkas itu, meneliti apakah ada kata-kata yang salah sembari menikmati setiap elusan lembut dari tangan halus Jimin. Hingga akhirnya, Jungkook selesai dengan senyum puas yang tersungging di kedua belah bibir tipisnya.
"Kajja, Baby. Kita pulang" Jiming menganggukkan kepalanya, namun masih enggan melepaskan pelukannya pada sang terkasih. Jungkook mengusak surai biru milik Jimin dengan gemas dengan sifat manja istrinya itu, memposisikan kedua lengan berototnya pada lutut dan bahu Jimin untuk kemudian diangkat layaknya tuan putri. Jimin mengalungkan kedua lengannya pada leher kokoh Jungkook dan menenggelamkan wajah meronanya pada perpotongan leher Jungkook.
Keduanya pulang dengan Jimin yang duduk manis di pangkuan Jungkook yang fokus menyetir. Hingga di tengah perjalanan, mata sipit Jimin terpaku pada beberapa jejeran makanan sederhana namun terlihat begitu menggiurkan hingga membuat namja yang sedang berbadan dua itu menelan ludahnya kasar.
"Kookie~" Jimin memanggil Jungkook dengan nada manjanya.
"Hmm?"
"Minie ingin itu" Jungkook menoleh mengikuti arah jari mungil itu menunjuk. Menganggukkan kepalanya yang membuat si mungil memekik senang. Jungkook menghentikan mobilnya di depan salah satu kedai pinggir jalan, Jimin dengan semangatnya langsung melompat turun tanpa menghiraukan pekikan Jungkook yang terkejut dengan apa yang baru saja Jimin lakukan.
Jimin dengan senangnya mulai memesan makanan apa saja yang diinginkan, bahkan membuat Jungkook memijat pelipisnya. Bagaimana tidak? Jimin memesan semua makanan disana, dengan jumlah yang tidak bisa dikatakan sedikit. Yang menjadi masalahnya adalah...
Siapa yang akan menghabiskan makanan itu? Bahkan itu tidak akan habis sekalipun di bagikan kepada seluruh pekerja di mansionnya. Pada akhirnya, Jimin akan memaksa Jungkook untuk menghabiskan makanan itu.
***
Hello guyss...
Jumpa lagi dengan Jungie wkwk...
Dah aja lah yaa, Jungie ga mau bikin kalian bosen karna bacotan tak berfaedah dari Jungie...
So, jangan lupa kasih vomment ya guys...
Plissseu...JkJm193, 2 November 2019

KAMU SEDANG MEMBACA
Mᴀғɪᴀ Jᴇᴏɴ (KᴏᴏᴋMɪɴ)
FanfictionSeseorang yang bersifat layaknya malaikat pun memiliki dendam. Contohnya...? Penasaran? Let's read it... WARN: THIS IS A BL/BOYS LOVE/GAY/YAOI!!! SO IF YOU DON'T LIKE OR HOMOPHOBIC, LET'S GET OUT. And This is A KOOKMIN story, jangan salah lapak yak...