Smile Resti 2

38 18 11
                                    

Bel masuk sekolah baru saja berbunyi tapi guru matematika yang dianggap menyebalkan itu sudah mendatangi  kelas XI-2. Pagi yang tadinya cerah sekarang berubah menjadi pagi yang  mendung, gelap dan pastinya menyebalkan terlebih ketika Pak Dita memberikan soal ulangan harian mendadak. Tidak sedikit dari mereka menggerutu kesal, ada yang mengumpat dan memaki tidak jelas. Tapi suka tidak suka mau tidak mau mereka harus tetap mengerjakan ulangan itu.

"Shit! Bel aja baru bunyi udah main masuk kelas aja tuh orang!" gerutu Rasya sebal. Ia meraih buku matematika tanpa semangat sedikitpun.

"Yang engga mau dapet nilai silahkan keluar kelas sekarang juga!" Bentak Pak Dita. Seolah tau apa yang ada di pikiran muridnya.

Mendengar itu, semua anak langsung terbungkam dan mulai memperhatikan soal yang sudah tertulis di papan tulis. 

Dua jam terasa sangat singkat, banyak diantara mereka yang sedari tadi memegang kening, menggaruk kepala yang tidak gatal, ada juga yang memainkan pena sambil berpikir mencari rumus atau mencari perkiraan jawaban yang benar. Tapi hal itu tidak terjadi pada Resti, Ia termasuk siswa yang megerjakan dengan tenang. Tidak terlihat raut kebingungan yang jelas dari wajahnya. Tata teman sebangku Resti sedikit melirik jawaban gadis itu dengan susah payah karena kertas jawaban Resti tertutup oleh tangan pemiliknya.

Seperti tau apa yang sedang dilakukan Tata, Resti menggeser tangan yang menutupi jawabannya, memberi jalan untuk Tata.

"Kalau mau liat, liat aja. Tapi kalo salah jangan salahin gue" Resti berbisik lirih kepada Tata. Membuat wajah Tata berubah merah, ia malu karena ketahuan melirik jawaban Resti. Padahal selama ini, untuk berbicara kepada Resti saja Tata tidak pernah. Tapi sekarang gadis di sebelahnya berbaik hati menawarkan jawabannya. Tata ingin berpura-pura menolak tapi sisi lainnya mengatakan, "iya liat jawaban dia aja" 

Tepat sekali bel istirahat sekolah berdering, mereka mengakhiri pertempurannya dengan angka yang selalu hilang, angka yang selalu menuntut untuk di cari.

"Baiklah nilai akan di berikan besok dan bagi yang belum tuntas besok pulang sekolah harus remidi" Kata Pak Dita sebelum meninggalkan ruang kelas

"Baik pak" Jawab mereka kompak.

Mereka mulai bernapas lega dan menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Rasya berdiri dari tempat duduknya kemudian mendekati meja Tata dan memukul meja itu, hawa emosinya keluar.

"Ta lo dari tadi di panggilin engga nyaut. Belum beli korek kuping lo ya!" Bentak Rasya.

"Buaya darat. Gue juga engga ngerti sama tuh soal!" Balas Tata tidak mau kalah.

"Tapi setidaknya lo kasih tau jawaban ke gue. Lo kan tau gue lemah dalam urusan matematika" Balas Rasya lagi.

"Gue rasa lo lemah dalam semua pelajaran deh. Kan kepandaian lo cuma macarin cewek eh giliran di putusin berubah jadi perjaka lemah" Ejek Tata membuat Rasya geram.

"Rese banget sih! Untung lo masih gue anggep temen!" Maki Rasya. Rasya memang begitu, ia tidak memikirkan siapa yang ia ajak ribut sekalipun itu adalah sahabatnya.

"Iya udah si, trima aja kalo emang besok lo perbaikan. Kayaknya bakal banyak yang ikut perbaikan, tuh soal emang susah. Udah mending kita isi perut aja" Agnes berusaha menengahi percecokkan dua sahabatnya itu. .

"Ayo! Dari pada ngurusin buaya darat!" Tajam Tata.

"Makasih ya" Kata Tata kepada Resti sebelum beranjak dari tempat duduknya. Resti membalas uluran tangan itu kemudian tersenyum.   

"Sebagai ucapan terimakasih, lo ikut kita ke kantin" Ajak Tata. Membuat sahabatnya sedikit heran. Pasalnya ini pertama kalinya Tata mengajak Resti setelah satu bulan duduk satu bangku.

Smile RestiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang