Smile Resti 7

21 15 0
                                    

Happy Reading!☺☺☺

Gadis kecil itu terbangun dan mendapati dirinya berada di sebuah ruang yang gelap dan pengap, tidak ada cahaya sedikitpun di ruangan itu. Dan pada waktu yang bersamaan ia mendengar suara isak tangis di sekilingnya, suara yang semakin membuat suasana menjadi sangat menakutkan untuk gadis berusia enam tahun itu. Semakin lama suara isak tangis itu semakin dekat dan semakin jelas memenuhi rongga telinganya, dari suara yang terdengar, ia dapat menebak bahwa suara itu berasal dari suara anak kecil seusisanya yang mungkin sama-sama merasa takut. Sama seperti dirinya. Lantas gadis itu ikut menangis dan mendekap dirinya sendiri, ia memejamkan mata dan semakin mengeratkan pejaman matanya karena tak ingin melihat apa yang ada di sekitarnya. Ia sangat takut pada kondisi itu. Ia sangat takut pada hal-hal yang bisa saja terjadi saat itu juga. 

"Tolong!" Sekarang bukan hanya isak tangis yang ia dengar, melainkan sebuah jerit dan teriakan meminta pertolongan yang memaksa masuk ke dalam telinganya.

"Tolooong!" Teriakan itu terus bersahut-sahutan di telingannya membuat gadis itu merinding dan semakin deras tangisannya.

"Mamah...Papah..." Panggil gadis itu lirih di sela-sela tangisnya.

****

"Engga! Resti engga mau!" Resti mengigau dalam tidurnya malam itu.

"Toloooooong!" Teriak Resti yang langsung terbangun. Keringat dingin sudah membasahi telapak tangannya dan begitu pula di sekitat  dahi wajahnya. Resti duduk dan mendekap tubuhnya sendiri, air matanya pun mulai menetes dari kelopak matanya.

"Resti," Panggil Rinjani yang langsung masuk ke dalam kamar dengan panik, sepertinya teriakan Resti tadi cukup keras sehingga membangunkan kedua orang tuanya.

"Ada apa nak?" Tanya Rinjani yang sekarang sudah mendekap Resti begitu erat.

"Mah Resti engga mau" Resti meracau tidak jelas dalam pelukan Rinjani.

"Kamu tenang aja nak. Di sini engga ada orang jahat" Rinjani berusaha menenangkan Resti.

"Tapi mah mereka dateng, mereka dateng di mimpi Resti" Tangisan Resti tidak dapat terbendung, ia sangat takut.

"Itu cuma mimpi" Rinjani melepas pelukannya dan memegang telapak tangan Resti yang sangat dingin. Dengan raut wajah khawatir Rinjani menatap anak semata wayangnya.

"Besok kita ketemu Ibu Ririn ya Res" Sambung Rinjani semakin menguatkan pegangan tangannya.

****

Resti duduk di sebuah ruang yang dominan bercat putih namun dengan motif polkadot di beberapa sudutnya. Di ruangan itu juga ada beberapa mainan anak-anak ada juga beberapa buku bacaan serta alat-alat lain yang tidak begitu Resti mengerti. Resti sudah sangat hafal dengan tempat itu, bagaimana tidak? Ini adalah tempat yang selalu Resti kunjungi sejak ia berusia tujuh tahun. Tempat pengobatan dan terapinya.

"Siang Resti" Sapa perempuan berkacamata yang mengenakan jas berwarna putih. Ia adalah Ibu Ririn seorang psikolog yang sudah membantunya sejak dulu.

"Siang ibu" Resti tersenyum menyapa Ririn.

"Ibu maaf ya kita dateng sebelum jadwal terapi. Soalnya semalam Resti mimpi lagi" Rinjani menjelaskan alasannya menemui Ririn yang lebih cepat sebelum jadwal terapi.

"Oh engga masalah bu, kebetulan saya sedang tidak ada pasien hari ini" Ririn tersenyum ramah.   

"Oya jadi apa keluhan Resti sekarang?" Tanya Ririn sambil merangkul pundak Resti.

"semenjak beberapa minggu terakhir Resti tidak pernah mimpi aneh-aneh lagi. Tapi tiba-tiba semalam mimpi itu datang lagi" Terang Rinjani. Sementara Ririn hanya menganggukan kepalanya memahami apa yang di katakan Rinjani.

Smile RestiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang