Chapter 1 - Prolog

68 5 1
                                    


Bagaimana jika Indonesia tidak pernah merdeka? Bagaimana jika dulu, di zaman penjajahan, kita tidak sempat melakukan proklamasi kemerdekaan? Inilah yang terjadi, dalam kisah hidup di dunia paralel yang mengerikan.

Pagi hari, 17 Agustus 1945, detik-detik proklamasi akan segera dilaksanakan. Golongan pemuda yang sudah bersiap menyaksikan kemerdekaan Indonesia terpaksa menangis darah. Soekarno, sang orator, dibunuh malam sebelumnya dan ditemukan bersimbah darah pagi harinya. Tentu saja hal ini tidak mungkin terjadi pada bung Hatta. Sebab bung Hatta menghilang. Ya, menghilang, lenyap seperti tak pernah dilahirkan. Impian besar bangsa raksasa itu, hilang tak berbekas, Jepang berkuasa atas Indonesia dengan segala propagandanya.

72 tahun kemudian, masih di tempat yang sama, dengan nama yang berbeda. Tak pernah ada nama Indonesia dan tak pernah ada Pancasila. Inilah Neo Japan, sebuah negara federal dengan dua negara bagian yaitu Neo Japan itu sendiri dan Nusa No Kuni, yang harusnya hari ini kita sebut dengan nama Indonesia.

Mereka yang tinggal di Neo Japan hanyalah yang berdarah Jepang asli. Bagi pribumi dan peranakan Jepang-pribumi, tinggal di sini berarti kerja rodi. Jika ingin hidup normal, maka mereka akan memilih untuk tinggal di negara federal yang satu lagi, yaitu Nusa No Kuni, di mana diskriminasi, korupsi, kolusi dan nepotisme, ketidakadilan, perdagangan manusia, narkoba dan pembunuhan oleh gangster Jepang pada rakyat pribumi dan campuran Jepang-pribumi adalah "hidup normal" di sini.

Hari ini, Aryo dan Eiji, rekannya di Neo Japan Police Department (NJPD) baru saja selesai dari tugas harian mereka dan menenggak bir pertama setelah selesai kerja.

"Phuuaaaahhh!" Eiji tampak puas dengan bir pertamanya

"Nah, jadi kenapa lo pengen resign dari kepolisian, Yo?" tanya Eiji sambil mengunyah kacang rebusnya

"Eto ... gue gak betah aja liat kondisi..." Aryo terhenti sesaat, membuat Eiji penasaran

"Kondisi?" tanya Eiji tak sabar menunggu Aryo

"Sorry, kondisi etnis gue, Ji. Lo kan tau, gue pribumi asli dan kelakuan Neo Japan ke kita yang murni pribumi dan campuran, itu gak adil banget" ujar Aryo melanjutkan. Eiji tak sanggup menelan kacang rebusnya

"Saa, wakatta. Tapi Yo, kalo nggak jadi polisi, kita mau makan apa? Dari sejak di akademi, kita paham betul kondisi negara kita. Cuma dengan jadi polisi gini kita gak dihajar sama orang-orang Neo Japan" Eiji menjelaskan

Aryo terdiam mendengar balasan Eiji Saputra, sahabatnya yang berdarah campuran Nusa No Kuni dan Neo Japan. Aryo Cakra Pandawa dan Eiji Saputra, keduanya adalah sahabat sejak masih di akademi kepolisian, bahkan saat masih SMA. Saat masih di SMA, Aryo yang merupakan junior Eiji pernah saling berseteru dan baku pukul. Setelah itu, Aryo yang berbadan kecil itu, pernah dipukuli oleh sekelompok yakuza yang membenci pribumi. Eiji yang sudah sering adu jotos dengan Aryo, tidak terima melihat rekan bertarungnya dihajar. Eiji, seorang diri kemudian mendatangi sarang yakuza itu dengan membawa sebuah pedang putih kesayangannya yang ia namakan Hebi Hime.

Tidak kurang dari tiga puluh tujuh orang yakuza mengalami luka berat akibat amukan Eiji. Setelah kejadian itu, Eiji sering membela Aryo yang sering terlibat keributan dengan yakuza. Setelah lulus SMA, keduanya masuk menjadi polisi Neo Japan karena tak ingin ditindas oleh mereka yang berdarah murni (keturunan asli Neo Japan). Di balik semua itu, baik Aryo maupun Eiji juga berusaha menjauhkan Neo Japan dari mengintimidasi rakyat yang senasib seperti mereka, terlahir baik berdarah murni pribumi maupun campuran.

"Oi, aniki ... " begitu cara Aryo memanggil Eiji, ia sangat menghormati Eiji yang ia panggil dengan sebutan aniki (abang) itu

"Apa lo puas dengan hidup kayak gini? Lari dari Nippon, pura-pura berada di pihak mereka. Ini hidup yang munafik" ujar Aryo. Kali ini giliran Eiji yang terdiam mendengar ucapan Aryo

"Ini sulit, Yo" Eiji tersenyum, namun pastinya bukan karena senang

"Kita gak bisa ngelawan balik sementara rakyat memilih untuk patuh sama Nippon. Memangnya kita ini siapa sih? Belum lagi samurai-samurai dari kalangan elit militer. Kita bisa apa buat ngelawan mereka?" Eiji men-skak mat pemikiran Aryo

"Yare-yare (ya ampun) ... " Aryo memegang keningnya sambil menggelengkan kepalanya

"Udah, jangan dipikirin. Ayo minum lagi" ujar Eiji sambil menyodorkan botol bir pada Aryo. Malam itu mereka habiskan dengan mabuk dan membicarakan politik serta kenegaraan. Unik memang, tapi itulah yang mereka lakukan setiap hari.

Jam menunjukkan pukul 3 pagi, Aryo masih terlelap saat telpon genggamnya berdering. Aryo tersentak kaget dan mengangkat telpon genggamnya.

"Eiji? Nelpon jam segini?" pikir Aryo kebingungan. Ia langsung menerima panggilan itu. "Halo? Doushita (Halo? Kenapa?)" tanya Aryo

"Oy, buruan ke markas sekarang! Bandar Lampung chaos nih, kita diminta bantu kepolisian sana untuk pengamanan!" Eiji terdengar panik di telpon. Bandar Lampung adalah salah satu kota yang cukup jauh dari kota tempat Aryo tinggal. Biasanya kota itu aman-aman saja walau cukup ramai. Baru hari ini terdengar ada kejadian seperti itu di sana. Tanpa menunggu lagi, Aryo langsung bersiap dan segera menuju markas yang berjarak 10 menit dengan sepeda motor dari rumahnya. Sesampainya di markas, Aryo segera bergabung dengan satuan unitnya dan bersiap menuju Bandar Lampung. Di mobil, mereka membahas kejadian yang akan mereka tangani.

"Kok bisa chaos sih?" tanya Aryo pada rekan-rekannya

"Ribut antara pribumi yang dilecehin ama Nippon (warga Neo Japan)" ujar Eiji

"Seberapa parah kondisinya?" tanya Aryo lagi. Kali ini Eiji hanya diam dan menaikkan pundaknya, menandakan ia tidak tahu kondisi di sana

"Sejak jam 2 pagi tadi, udah sekitar 50 orang Nusa No Kuni tewas dan 12 orang Nippon tewas di lokasi" sahut salah seorang rekan mereka. Tepat pukul 04:40, mereka tiba di lokasi kerusuhan. Kondisinya sudah tidak jelas, terlalu hancur untuk diperbaiki. Aryo dan Eiji langsung turun dan berlari ke arah kerumunan warga Nippon yang membawa senjata. Di negara ini, warga Neo Japan (sering disebut Nippon), boleh membawa senjata. Tetapi warga pribumi dan campuran harus memiliki izin membawa senjata.

"Aniki! Sebelah sana dipisah dulu!" teriak Aryo pada Eiji. Eiji melihat ke arah yang ditunjuk Aryo dan segera berlari ke sana. Ia melihat dua orang wanita berdarah campuran sedang dikepung lima orang warga Nippon.

"Minna-san tachi! Yamete kudasai! (Anda sekalian! Tolong berhenti!)" teriak Eiji sambil melindungi dua wanita tadi

"Minggir lu! Dasar darah kotor!" terdengar teriakan rasis salah seorang warga Nippon yang ditujukan pada Eiji

"Hayaku, nigerou! (Buruan, lari!)" Eiji memerintahkan dua wanita tadi untuk kabur. Marah dengan tindakan Eiji, kelima orang Nippon tadi mengeroyok Eiji dengan katana mereka. Tak kurang dari tujuh belas tusukan pedang menerjang tubuh Eiji. Ia mengalami pendarahan parah dan kini meregang nyawa. Aryo melihatnya dari kejauhan, matanya terbelalak kaget melihat hal itu.

"ANIKIIII!" teriak Aryo berlari ke arah Eiji. Dilihatnya Eiji masih hidup dan gemetar

"Oy, aniki! Jangan gerak! Gue panggilin medis, jangan gerak, jangan ngomong dulu!" teriak Aryo panik melihat darah Eiji semakin deras mengalir. Aryo menggenggam tangan kiri Eiji sementara tangan kanan Eiji memegang wajah Aryo

"Mo, daijoubu, daijoubu ... ore no ... baka na ... ototo (Udah, gapapa, gapapa, adikku bodoh)" Eiji tersenyum sambil membelai kepala Aryo dengan tangan kirinya

"Yo, ini ... bawa ini" ujar Eiji menyodorkan pedang di tangan kanannya pada Aryo. Pedang itu berwarna putih seperti kulit ular berwarna putih. Di ujung gagangnya terdapat ukiran kepala ular.

"Yo, perdamaian itu di atas segalanya ... jangan kalah sama mereka ya" Eiji sekali lagi tersenyum dan menutup matanya, untuk yang terakhir kali. Tangan kirinya terjatuh, tidak lagi membelai kepala Aryo, adiknya yang selalu dijaganya. Aryo meletakkan wajahnya ke dada Eiji, ia sangat sedih. Waktu seolah berhenti, ditatapnya wajah sahabatnya itu dengan pandangan marah bercampur sedih. Keadaan semakin kacau dan Aryo berusaha untuk membawa Eiji keluar dari kekacauan itu. Untungnya, bantuan pasukan yang lebih banyak telah datang ke lokasi. Dalam waktu singkat, keadaan berhasil dinetralisir.

RoninusaWhere stories live. Discover now