Hari itu lumayan cerah, Aryo yang sudah berlatih cukup lama dengan Tanaka tampak sudah mulai berubah. Ia memahami dasar-dasar Bushido dan menguasai kekuatan fisik dan kecepatan. Daya tahan tubuhnya juga meningkat jauh. Tanaka yang baru saja pulang dari jalan-jalan paginya memutuskan untuk memberikan sesuatu yang baru pada latihan Aryo.
"Yo, ambil bokken sama Onigoroshi" perintahnya
"Baik, sensei"
Aryo masuk ke dalam rumah dan mengambil pedang kayu dan Onigoroshi dari katana kake di dekat altar penghormatan, lalu kembali ke luar dan menemui Tanaka yang tampak sedang memikirkan sesuatu.
Tanaka berdiri menghadap sebuah pohon besar di sudut pelataran dojonya. Tatapan matanya tampak sedih mengenang sesuatu. Ia menyentuh pohon besar itu, beberapa bekas tebasan pedang kayu tergores di tubuh pohon besar itu. Ia menyentuh semua bekas pedang itu satu per satu, mencoba mengingat setiap kenangan pada setiap goresannya.
"Saya dulu punya anak" Tanaka bercerita
"Kamu mungkin udah liat, anak saya yang di altar penghormatan, istri saya juga. Sampai beberapa tahun yang lalu, mereka masih hidup. Istri saya dan saya, kayak yang kamu liat, kami keturunan Nippon. Anak kami juga pastinya berdarah Nippon" Tanaka terduduk di bawah pohon itu, diikuti Aryo yang masih memegang dua pedang yang diminta Tanaka
"Harumi Toujou, istri saya, dulunya keturunan petinggi militer di Neo Japan. Kamu tau 'kan, keluarga saya dulunya penjaga kaisar? Saya dijodohin sama Harumi. Tapi, kami memang udah jatuh cinta sejak pertemuan keluarga kami yang pertama"
"Kami menikah setelahnya. Tapi keluarga saya mulai kehilangan ideologi Neo Japan. Saya nggak suka penindasan Nippon ke pribumi. Karena itu, kami sekeluarga dipindah ke Nusa No Kuni, tempat di mana anak kami kemudian lahir"
"Saya sendiri mulai ngerasa dendam karena dikucilkan negara yang saya bela turun-temurun. Walaupun saya tau itu terjadi karena saya nggak setuju dengan ideologi Nippon. Dendam itu bikin saya nggak mau anak saya jadi Nippon. Karena itu, nama anak saya, nggak ada Nippon nya sama sekali. Andi Putra Nusa, nama anak kami, dia hilang sewaktu kerusuhan Nippon dan pribumi lima belas tahun yang lalu"
"Hari itu cerah, persis kayak hari ini, anginnya lembut dan hangat. Istri saya dan Andi ke pasar. Andi masih sepuluh tahun, tapi dia kuat dan cerdas. Dia yakin banget bisa ngelindungi ibunya. Andi memang udah berlatih pedang dari usia lima tahun dan dia punya bakat yang lebih besar dari saya"
"Hari itu, saya inget banget. Itu satu hari sebelum hari ulang tahun Andi yang ke-sebelas. Saya udah berencana ngasih Andi satu jurus yang dia pengen pelajari. Jurus Pedang Dewa, Wa No Kuni, Andi penggemar berat jurus itu"
"Tapi kerusuhan pecah, Harumi dan Andi ada tepat di titik kerusuhan. Saya lari ke sana begitu Kenji (Sakurai-sensei) nelpon. Sampe di sana, saya liat Harumi udah tewas di pelukan Kagome, istrinya Kenji. Sedangkan Kenji sendiri kalang kabut, panik nyariin Andi yang terlepas dari tangan Harumi. Kami gagal nemuin Andi hari itu, tapi di hari berikutnya..." Tanaka berhenti bercerita
"Hari berikutnya, kami nemuin sandal geta favorit Andi di pinggir sungai di Metro Utara. Saya inget banget sandal itu, saya yang ngasih sandal itu di ulang tahunnya yang ke-sembilan. Dia pake sandal itu tiap hari, bahkan dia kasih nama sandal itu di bagian bawah geta-nya. Banyak orang bilang, ada anak kecil yang terdorong dan jatuh ke sungai itu"
"Saya putus asa. Andi satu-satunya murid saya. Sejak saat itu, saya nggak nerima murid, karena nggak ada yang layak juga. Jurus Pedang Dewa, cuma bisa dikuasain sama orang yang saya anggep layak. Andi, satu-satunya orang yang layak, udah nggak ada. Saya pikir udah nggak mungkin lagi ngewarisin jurus itu ... Sampai akhirnya, saya ketemu kamu yang lagi mabok waktu itu"
YOU ARE READING
Roninusa
ActionSebuah kisah fiksi di dunia parallel dari sejarah jika seandainya Indonesia tidak pernah merdeka dan masih berada di bawah kekuasaan Jepang hingga hari ini. Diskriminasi dan rasisme terhadap pribumi oleh rakyat Jepang yang merajalela membuat Aryo C...