Chapter 2 - Dunia Korup

28 1 0
                                    


Aryo menghadiri pemakaman Eiji walau sebenarnya sangat berat baginya. Ia menyempatkan diri untuk menenangkan keluarga Eiji. Ia paham betul apa yang dirasakan oleh keluarga Eiji saat ini. Setelah pemakaman selesai, Aryo mendekati makam Eiji. "Lo mau dunia yang bebas dari diskriminasi kan? Mau Nusa No Kuni bebas kan? Gue bakal lanjutin impian lo, senpai" ujar Aryo di depan makam Eiji. Aryo memberi penghormatan terakhir sebelum ia meninggalkan makam Eiji.

Aryo kembali ke tempat mereka minum-minum kemarin. Ia habiskan beberapa bir dan sake favorit Eiji, berusaha mengenang Eiji. Diletakkannya sebilah katana putih yang dijuluki Hebi Hime (Putri Ular) oleh Eiji, sebuah pedang warisan dari ayah Eiji, yang kini diwariskan padanya. Setelah minum cukup banyak, sang pemilik bar menghampirinya.

"Doushita? (Kenapa?)" tanya pria separuh baya itu

"Nande monai, ore no kuso aniki...(Ngga ada apa-apa, abangku yang brengsek itu...)" Aryo tidak sanggup melanjutkan

"Aryo, manusia datang dan pergi. Bersyukurlah Eiji mati bukan karena rasa malu atau karena ngelindungin elu, yang bakal bikin lu lebih malu kalo itu terjadi" si pemilik bar menasehati Aryo

"Tamare...okawari (Diem ah...tambah)" Aryo melawan sambil menyodorkan gelas birnya yang sudah kosong

"Ini botol terakhir, gue kasih gratis tapi abis ini lu harus pulang, Yo" ujar pemilik bar yang mulai khawatir pada kondisi Aryo

Aryo pulang setelah menghabiskan botol terakhir yang tadi diterimanya. Ia pulang dengan keadaan terhuyung-huyung karena mabuk sambil membawa Hebi Hime. Biasanya ia melewati jalan yang sama dengan Eiji, yang selalu membopongnya saat ia mabuk berat seperti ini. Dulu pun mereka selalu lewat jalan yang sama saat masih SMA dan sering bermasalah dengan Yakuza lokal. Kerapkali, Eiji terpaksa harus babak belur dan meregang nyawa demi melindungi Aryo yang gampang panas karena ulah rasis Yakuza setempat. Kini, kakak yang dihormatinya lebih dari harga dirinya itu sudah tidak ada, tinggal kenangannya saja yang tersisa.

"Baka...aho... (Bodoh...tolol)" Aryo mengumpat, entah pada Eiji atau dirinya sendiri. Ia terus berjalan ke arah rumahnya, sesekali ia mengusap lengannya karena udara yang dingin. Hangatnya alkohol dari minumannya bahkan tidak bisa menutupi udara dingin malam itu. Saat sudah sampai beberapa blok dari rumah, ia melewati sebuah gang gelap. Di dalam gang itu samar-samar ia mendengar suara minta tolong. Suara itu, tak salah lagi adalah suara seorang wanita. Meskipun sedang mabuk berat, ia tetaplah polisi. Ia menghampiri sumber suara itu dan mendapati seorang wanita muda tengah dijarah empat orang pemuda Nippon. Aryo melihat salah seorang dari empat pemuda tersebut membawa sebuah pisau, satu yang lainnya membawa sebilah katana dan diarahkan ke wanita itu.

"Oy! Yamete! (Hey! Hentikan!)" Aryo berteriak, berusaha menghentikan mereka. Namun gerombolan berandalan itu sama sekali tak menghiraukan Aryo. "Woy! Gue polisi, bangsat! Berhenti!" Aryo yang merasa tersinggung karena peringatannya tak dipedulikan, mengeluarkan lencana polisinya.

"Urusai na! (Berisik!)" bentak salah satu berandalan yang membawa katana

"Kami ini Yakuza Ryuuseikai, polisi mabok gausah ikut campur, baka yarou (Brengsek)!" bentak yang lainnya

Aryo semakin panas, ia merasa kekuatannya sebagai polisi tidak dianggap oleh para berandalan Jepang itu. Ia langsung berlari menerjang Yakuza yang membawa katana tanpa peringatan. Diraihnya Hebi Hime milik Eiji dan terjadi pertempuran. Ketiga Yakuza lainnya mengalihkan perhatian mereka ke Aryo dan mulai memukuli Aryo.

"Mbak, lari mbak!" Aryo memerintahkan wanita pribumi yang dijarah tadi untuk kabur, dan wanita itu langsung lari. Keempat berandalan tadi terus-terusan memukuli Aryo dan salah satu dari mereka yang membawa pisau, menusuk Aryo.

RoninusaWhere stories live. Discover now