Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, tidak terasa sudah hampir satu tahun sejak Aryo berlatih di dojo Tanaka. Terkadang ia pulang ke rumahnya hanya untuk bersih-bersih dan memeriksa keamanan rumahnya. Ia sama sekali tidak berminat untuk tetap tinggal di rumah itu, rumah yang penuh dengan kenangan buruk. Mulai dari perceraian kedua orang tuanya, sampai dengan kamar tempat Eiji sering menginap di sana, hanya menyisakan luka.
Aryo sendiri sudah terbiasa hidup sendiri sejak SMA, semenjak ibunya meninggal di tahun terakhirnya di SMP. Sedangkan ayahnya...ia bahkan sama sekali tidak pernah menganggapnya ayah lagi sejak perceraian ayahnya dan ibunya saat usianya masih sepuluh tahun. Hidup bersama Tanaka bisa dibilang cukup baik baginya. Bukan hanya karena memiliki teman bicara setiap hari, tapi juga karena ia mulai berusaha berdisiplin.
Hari ini pun, Aryo kembali dari pasar setelah berbelanja untuk masak makan malam. Dilewatinya rumah itu, masih terkunci, sama seperti saat terakhir kali ia melihatnya minggu lalu. Kotak suratnya penuh dengan tagihan rekening listrik yang tidak pernah ia gunakan. Saat inipun ia hanya hidup dari uang pensiun dininya yang tidak banyak. Ditatapnya rumah itu dari seberang jalan. Cukup lama ia di sana, entah merenungkan masa lalu atau hanya sekedar rindu akan kenangannya bersama teman-temannya, terutama Eiji yang sering datang ke sana. Ketika ia teringat tentang Eiji, ia berlari kembali ke dojo.
"Tadaima!" teriak Aryo, masuk ke dojo dan buru-buru menaruh belanjaannya di dapur, lalu segera ke kamarnya
"Mau ke mana?" tanya Tanaka
"Sensei, mohon izin. Saya lupa kalau hari ini tepat satu tahun Eiji meninggal dunia" jawab Aryo sambil mengancing kemeja putihnya
"Eiji itu..." Tanaka seperti mengingat-ingat nama itu
"Boku no aniki (Kakakku)" sahut Aryo
"Sou ka? (Gitu ya?). Jangan pulang terlalu larut" Tanaka memberinya izin sambil meninggalkan kamar Aryo
Aryo bergegas meninggalkan dojo dengan setelan rapi. Ia menyempatkan membeli bunga dan sebotol bir favorit Eiji untuk diletakan di makam Eiji. Ia kemudian berlari menuju ke pemakaman. Sesampainya di sana, makam Eiji sudah sepi. Beberapa buket bunga tersusun rapi di atas batu nisan sahabatnya itu. Dari kejauhan, ia melihat seorang gadis berambut panjang dengan warna rambut pirangnya yang indah. Aneh, pikirnya. Ia mengenal hampir semua keluarga besar Eiji. Tapi yang satu ini sangat asing baginya. Tidak mungkin juga jika Eiji punya pacar dan tidak bercerita padanya.
Gadis itu membalik badannya, mereka saling menatap. Mata indah gadis itu bertemu pandang dengan Aryo. Mata birunya yang besar itu membuat Aryo sedikit kagum. Bibir tipisnya kemudian tersenyum pada Aryo. Ia menghampiri Aryo, membungkuk, lalu berlalu begitu saja. Aryo terkesima, ia terpukau sesaat, lalu kembali tersadar. Ia mendekati makam Eiji dan meletakkan bunga di atasnya. Ia membuka bir yang dibelinya tadi dan mulai meminumnya.
"Kampai (Bersulang!)" ia mengangkat botol bir itu di depan makam Eiji
"Nee, aniki. Sekarang gue belajar berpedang sama salah satu legenda besar di sekitar sini. Onigoroshi no Tanaka. Keren 'kan? Walaupun sampe hari ini, yang diajarin cuma soal disiplin dan soal kekuatan fisik, sih. Hahaha" Aryo bercerita seolah Eiji benar-benar ada di depannya
"Ngomong-ngomong, gue gak tau kalo lu punya pacar? Cakep pula kayak aktris film dewasa Nippon" ujar Aryo membahas gadis yang baru saja ditemuinya tadi
Aryo duduk dan meratapi Eiji selama berjam-jam di depan makamnya. Ia teringat kembali masa lalu saat ia bersama Eiji di SMA, di akademi kepolisian, sampai saat terakhir Eiji sebelum meninggal. Ia menahan tangisnya karena malu pada Eiji jika harus sampai menangis di depan makamnya. Setelah puas bercerita, ia kemudian mendoakan Eiji, membungkuk memberi hormat, lalu pergi membawa botol bir kosongnya. Sesampainya di dojo, Tanaka menunggunya di depan rumah. Ia duduk sambil menghirup teh hangat. Aryo melepas sepatunya dan masuk ke dojo.
YOU ARE READING
Roninusa
AksiyonSebuah kisah fiksi di dunia parallel dari sejarah jika seandainya Indonesia tidak pernah merdeka dan masih berada di bawah kekuasaan Jepang hingga hari ini. Diskriminasi dan rasisme terhadap pribumi oleh rakyat Jepang yang merajalela membuat Aryo C...