Matahari masih malu-malu menampakkan dirinya saat Aryo terbangun dan mendapati dirinya tergeletak di tengah halaman dojo. Rupanya ia terus melatih jurus barunya hingga tertidur di halaman dojo.
"Bangun! *BLETAK*!" suara gagang pedang kayu membentur kepala Aryo bersama dengan bentakan Tanaka.
"Adududuh! Ita! (Sakit!)" Aryo mengerang kesakitan.
"Sana lari keliling kota sebelum belanja" perintah Tanaka
"Sensei, saya masih capek. Kasih saya lima menit lagi"
"Lari sekarang! Setelah pulang nanti, saya ajarin cara cepat penyempurnaan jurus Tebasan Naga Langitmu kemarin!" Tanaka menjanjikan metode berlatih seperti menjanjikan permen pada anak kecil. Tetapi hal itu memang berhasil membuat Aryo langsung berangkat tanpa mengeluh.
"Aryo!" Tanaka memanggilnya, Aryo menengok ke arahnya.
"Bawa ini! Buat jaga-jaga" gurunya itu melempar Onigoroshi kepada Aryo. Aryo menangkapnya dengan sigap disambut dengan senyuman Tanaka. Sepertinya Tanaka puas dengan refleks Aryo dan cara Aryo menggenggam Onigoroshi, tampak sangat pas di tangannya. Ia merasakan tenaga Onigoroshi tampak siap melayani Aryo dan sebaliknya.
Aryo berlari kencang meninggalkan rumah Tanaka. Belum hilang suara derap langkah Aryo, tiba-tiba ada aura tidak mengenakkan dirasakan oleh Tanaka. "Apa ini? Jangan-jangan..." Tanaka merasakan firasat buruk.
Sementara itu, Aryo masih berlari mengelilingi kota. Tanpa beban pemberat di tubuhnya, larinya seperti angin laut. Ia mengelilingi kota dan saat matahari sudah mulai sedikit muncul, ia kemudian berlari ke pasar di pusat kota. Tampak di pusat kota terlihat sangat ramai, sepertinya ada semacam festival atau hal semacam itu. Aryo menghampiri sebuah kios pedagang ikan.
"Paman! Beli ikan salmon ya" Aryo meletakkan Onigoroshi dan berbelanja
"Okeeee! Mau dipotong langsung?" tanya si penjual, hanya ditanggapi dengan anggukan kepala oleh Aryo
"Paman, ada keramaian apa sih?" tanya Aryo.
"Saya denger sih, katanya ada orang dari kerajaan yang dateng ke sini"
"Kerajaan!? Neo Japan?" Aryo tampak tak percaya.
"Iya, dari Neo Japan. Kalo nggak salah sih, Taka Kurosawa-sama" penjual ikan itu menjelaskan
"Kurosawa!? Pelayan Kaisar!?" Aryo semakin tak percaya
"Iya. Duh, kamu nggak punya TV ya di rumah? Iya, Taka Kurosawa yang itu pokoknya!".
Aryo mendadak terdiam, ia mendapat firasat yang membuatnya sangat tidak nyaman. Ia melihat ke arah langit di atas dojonya. Tampak suram, padahal matahari sudah mulai tinggi. Ia menggenggam kembali Onigoroshi dan seperti merasakan aura dingin dari pedang itu, sangat berbeda dibanding saat ia pegang tadi.
"Nih, ikannya. Harganya—" si penjual ikan menyodorkan sebungkus ikan yang langsung disambar Aryo.
"Eh woy! Bayar dulu!" teriak si penjual yang panik melihat Aryo hampir langsung pergi. Aryo berbalik lagi dan melempar uang ke arah kios itu. Ia sudah tidak peduli pada uang kembaliannya. Kedatangan Taka Kurosawa dan firasatnya membuatnya sangat risih. Ia berlari lebih kencang dari saat mengelilingi kota tadi. Sangat kencang hingga beberapa ikan yang dibelinya hampir terjatuh di perjalanan. Saat hampir mendekati dojonya, ia berpapasan dengan san-baka.
"Anikiiii!" teriak mereka bersamaan.
"San-baka! Apa yang terjadi!? Kenapa Taka Kurosawa ke kota ini!?" Aryo panik.
"Aniki! Ini gawat! Saat ini, Taka Kurosawa mendatangi dojo Tanaka-sensei! Ia berniat menangkap Tanaka-sensei karena mendirikan dojo untuk melatih warga Nusa No Kuni!" Shingo menjelaskan dengan nafas tersengal-sengal
"Apa!? Kenapa itu jadi masalah besar buat Neo Japan!?" Aryo tidak paham.
"Aniki, Kurosawa-sama menganggap itu sebagai pemberontakan pada Neo Japan" Kouta mencoba menjelaskan lebih lanjut.
"Pokoknya saat ini gawat! Sakurai-sensei tadi sudah menuju ke sana!" ujar Shingo lagi.
Aryo dan san-baka berlari terburu-buru menuju dojo. Sesampainya di sana, Aryo melihat Sakurai-sensei berdiri di depan Tanaka-sensei yang tengah terbaring. Tampak wajahnya merah padam, sangat murka, marah pada sesuatu. Aryo yang melihat Tanaka terbaring bersimbah darah di tengah dojo, panik dan segera menghampirinya.
"Sensei! Sensei!" Aryo memanggil Tanaka, namun tidak ada jawaban.
"Taka...ano yarou! (Taka...si brengsek itu!)" suara Sakurai-sensei yang biasanya tenang, kali ini terdengar sangat berat dan mengerikan. Tanpa sepatah kata lagi, Sakurai-sensei berlari ke arah pusat kota diikuti oleh san-baka yang sempat bingung akan mengikutinya atau menemani Aryo. Sementara Aryo masih meratapi tubuh Tanaka yang kurus kering penuh darah itu.
"Ukh...akh...Taka janai...sore wa...Tenshigoroshi (Bukan Taka...itu adalah...Tenshigoroshi)" Tanaka mengerang kesakitan.
"Sensei! Sensei! Jangan ngomong dulu! Saya bawa ke rumah sakit!" Aryo berusaha mengangkat tubuh Tanaka.
"Mou...ii...Aryo (Sudahlah, Aryo)" Tanaka meringis kesakitan. "Saya...emang udah waktunya...pergi" lanjutnya.
"Nggak! Jangan sekarang!" Aryo menolak, air matanya mulai menetes deras, menjatuhi kening gurunya.
"Ini...pelajaran dan...perintah terakhir...berikan kehormatan...uhuk...untuk saya" Tanaka berusaha melepaskan diri dari pelukan Aryo, lalu duduk bersila membelakangi Aryo.
"Yo! Onegai shimasu! (Mohon bantuannya!)" Tanaka memohon bantuan Aryo untuk menghabisi nyawanya.
"Nggak! Nggak akan!" Aryo menolak, memalingkan wajahnya.
"Yo! Saya lebih baik mati di tangan kamu dan Onigoroshi, daripada kehabisan darah karena terjangan Taka!" suara Tanaka bergetar, bukan karena takut, tetapi karena sudah melemah. Matanya tidak munjukkan rasa gentar sama sekali. Aryo akhirnya mengerti alasan kenapa Tanaka bersimbah darah. Ia juga mengerti kenapa Sakurai-sensei tampak sangat marah. Sekarang ia tahu harus berbuat apa.
"Balas mereka...kalau itu keadilanmu. Tapi kalau itu...bukan keadilan...hah...jangan khianati jalan Bushido, Yo. Tapi...hah...sebelum membalas mereka, hormati guru...mu ini...hah...hah..." Tanaka mulai kehabisan nafasnya.
"Wakatta, sensei. Hajimaru yo! (Saya paham, guru. Saya mulai sekarang!)" Aryo mengangkat Onigoroshi. Pedang itu terasa lebih berat dan dingin sekarang. Waktu terasa berjalan sangat lambat. Membuat Aryo merasakan beban yang sangat berat dalam waktu yang lama.
"ZRAAATTTT!!!!" bilah Onigoroshi yang tajam itu menebas tubuh Tanaka dengan sangat dalam. Aryo melakukan tugasnya dengan sangat sempurna. Ia menggunakan tangan kanannya sebagai genggaman agar pedangnya menusuk dalam, membuat Tanaka tidak merasakan sakit terlalu lama.
"Aryo, ari...gatou...na...(Aryo, terima kasih ya)" Tanaka tersenyum sangat lebar, seolah tidak merasakan sakit apapun. Itu senyuman paling lebar dari Tanaka yang pernah Aryo lihat. Ia tersenyum cukup lama, lalu tubuhnya jatuh membentur tanah. Senyumnya tidak hilang meski debu menyerbu wajahnya. Aryo masih berdiri tegak di hadapan jasad gurunya itu. Teringat saat pertama kali bertemu dengan Tanaka, saat itu ia mabuk dan diselamatkan oleh Tanaka.
Ia teringat hari-hari latihan keras dan berdisiplin diri baik saat terik, hujan, badai, semua dilalui bersama Tanaka. Air matanya mengalir deras seperti mewakili kebenciannya pada Neo Japan dan di saat yang bersamaan, mewakili rasa sayangnya pada gurunya itu. Hujan turun cukup deras, membasahi Aryo dan Tanaka yang saat ini masih tergeletak di permukaan tanah. Setidaknya, hujan itu menutupi air matanya. Ia mengusap air matanya, mengangkat jasad Tanaka ke dalam dojo dan membersihkannya sebentar. Ia menutup Onigoroshi ke sarungnya lalu berlari menuju pusat kota. Tujuannya? Taka Kurosawa! Bajingan itu harus mati hari ini!
YOU ARE READING
Roninusa
AcciónSebuah kisah fiksi di dunia parallel dari sejarah jika seandainya Indonesia tidak pernah merdeka dan masih berada di bawah kekuasaan Jepang hingga hari ini. Diskriminasi dan rasisme terhadap pribumi oleh rakyat Jepang yang merajalela membuat Aryo C...