Chapter 3 - Bushido

13 1 0
                                    

Aryo membuka matanya, hari sudah pagi. Ia mendapati dirinya di tempat yang tidak asing baginya. Lagi-lagi, di sebuah dojo tua yang sudah reot. Di sisi tempat tidurnya sudah tersedia sup yang tampaknya mulai dingin dan segelas teh hijau. Ia enggan menikmatinya, lalu membuka jendela kamar itu. Ia menghirup udara luar sedalam mungkin, berusaha mempercayai bahwa ia masih hidup. Dari jendela itu, ia melihat Tanaka sedang menyapu halaman dojo yang penuh dengan daun kering. Aryo seperti mengingat sesuatu tentang Tanaka. Onigoroshi no Tanaka, nama keluarganya cukup terkenal, sepertinya.

Aryo melihat ke sekeliling kamar yang didiaminya itu, terdapat beberapa foto keluarga Tanaka dan kaligrafi, juga pajangan haiku musim semi. Ia keluar dari kamar itu dan menuju ruang utama. Terdapat altar penghormatan leluhur dan sebuah katana hitam tergantung di sebelah altar itu.

"Begitu...dia beragama Shinto" bisik Aryo. Ia perlahan menuju ke arah altar penghormatan itu dan melihat beberapa foto. Sepasang foto pria tua dan wanita tua, satu buah foto seorang wanita Nippon yang sangat manis dan satu buah foto pemuda yang mungkin seusianya, dibalut dengan pita merah pada masing-masing foto tersebut. Sepertinya altar itu ia buat untuk keluarganya. Mata Aryo kemudian tertuju pada katana hitam di samping altar itu. Ia menghampirinya dan melihat lebih dekat lagi. Detail pada pedang itu, semua ia perhatikan, benar-benar sebuah pedang yang sangat cantik. Pedang itu berwarna hitam dengan ornamen keemasan. Tsuba (pelindung) katana itu tampak sangat kokoh walau pedangnya sendiri terlihat tua. Menuki (gagang) katana itu tampaknya tidak pernah dipegang, tampak masih sangat halus. Aryo penasaran, ia berusaha meraih katana itu.

"Kawaii na? (Cantik ya?)" tiba-tiba Tanaka masuk dan mengejutkan Aryo. Aryo langsung menjauhkan tangannya dari pedang itu

"Onigoroshi, itu namanya. Pedang warisan dari leluhur saya. Usianya mungkin hampir dua ratus lima puluh tahun. Tapi karena saya rawat, jadi pedang itu—"

"Sensei!" Aryo memotong penjelasan Tanaka

"Ha-haii? (I-iya?)" Tanaka tampak kaget dengan sikap Aryo itu

"Tolong, ajari saya berpedang!" Aryo membungkuk dalam-dalam

"Sebenarnya saya juga lagi nyari penerus yang pantas mewarisi Onigoroshi. Seharusnya Andi...anak saya yang mewarisi Onigoroshi. Tapi..." Tanaka tampak ragu untuk meneruskan ceritanya

"Intinya, jalan bushido itu berat. Kita tunggu dulu sampai semua lukamu sembuh. Selain itu, kita harus perbaiki caramu memotong omongan orang lain itu" ujar Tanaka sambil tersenyum lebar

"Hai! Sensei! Kyo kara, yoroshiku onegai shimasu (Baik! Guru! Mulai sekarang, mohon bimbingan Anda)" ujar Aryo masih membungkuk dalam.

Hari berikutnya, walau dengan tubuh yang belum sepenuhnya pulih, Aryo memulai latihannya. Tubuhnya seperti mummy, penuh dengan perban. Tanaka berdiri di hadapannya sambil merawat pedang kesayangannya, Onigoroshi.

"Kita akan mulai dengan memahami jalan Bushido. Setidaknya ada tujuh kebajikan dalam jalan Bushido. Yaitu Gi yang melambangkan kesungguhan, yu melambangkan keberanian, jin melambangkan kebajikan, rei melambangkan penghargaan, makoto melambangkan kejujuran, meiyo melambangkan kehormatan, chugi melambangkan kesetiaan" Tanaka menjelaskan sambil memasukkan Onigoroshi ke dalam sarungnya kembali

"Ketujuh nilai kebajikan itu, harus kamu tanamkan dalam hatimu. Untuk itu, memegang sebuah pedang sama artinya harus memiliki jalan Bushido. Kekuatanmu sebagai samurai atau ronin, adalah untuk melindungi dengan kesungguhan, keberanian, kebajikan, penghargaan, kejujuran, kehormatan dan kesetiaan. Kekuatan ada untuk melindungi, bukan menyerang" lanjut Tanaka yang hanya dibalas dengan anggukan kepala oleh Aryo

"Saya nggak akan ngasih kamu pedang sebelum kamu paham jalan kebajikan itu. Sekarang, kamu pergi dan bawa makanan ini ke rumah Sakurai-sensei di sebelah barat kota. Jangan naik kendaraan, jalan kaki aja dan kembali ke sini sebelum tengah hari" Tanaka memberi tugas pertama untuk Aryo sebagai muridnya. Aryo pergi membawa sekotak makanan dengan berjalan kaki. Berbekal alamat yang diberikan Tanaka, ia menempuh perjalanan yang berjarak kurang lebih lima belas kilometer dari dojo. Sesampainya di alamat yang dituju, ia menemui seorang pria yang sepertinya usianya tidak terpaut jauh dari Tanaka. Aryo memberi hormat dan menyampaikan maksud dan tujuannya datang ke sana.

RoninusaWhere stories live. Discover now