03

1.9K 213 0
                                    

Doyoung segera meraih tasnya yang tergeletak diatas tempat tidur ketika ia mendengar suara klakson mobil. Itu Jaehyun―seperti katanya, lelaki Jung itu akan menjemputnya di jam sebelas. Dan… sangat tepat waktu.

Senyum Doyoung mengembang ketika ia melihat Jaehyun berdiri di dekat mobilnya. Ia lantas membawa kedua kakinya untuk berlari dan memeluk laki-laki yang sangat ia cintai itu.

“Ow! Jangan berlari, sayang.”

“Tidak peduli. Aku hanya rindu sekali padamu.”

Jaehyun tertawa renyah. Ia balas memeluk tubuh kurus perempuan itu dengan erat. “Ya, ya… aku juga rindu sekali padamu, babe.” Jaehyun memberikan sebuah ciuman ringan di sisi wajah Doyoung yang mampu ia sentuh.

Setelah melepaskan pelukannya, Doyoung menatap Jaehyun cukup lama. Ia tersenyum lebar, semakin membuatnya tampak cantik dan menggemaskan.

Jaehyun menggerakkan tangan untuk mengusak rambut madu kesayangannya. “Oke, jadi kemana kita akan pergi, hm?”

Doyoung mengedikan bahu. “Kemana saja, terserahmu.” Katanya menjawab. “Tapi sebelumnya, bisakah kita pergi cari makan? Aku melewatkan sarapan karena kesiangan dan orangtuaku sedang pergi.”

Melihat Doyoung yang tengah cemberut, Jaehyun tersenyum. Ia kecup bibir Doyoung sekilas dan menjawab, “Siap untuk melaksanakan perintah anda, tuan puteri…”

Membuat Doyoung terkikik gemas dengan tingkah Jaehyun yang memperlakukannya seperti puteri dongeng.

.

Setelah selesai menemani Doyoung makan di sebuah restoran cepat saji, Jaehyun membawa Doyoung ke suatu tempat yang tidak pernah Doyoung sangka sebelumnya.

Tangannya berada dalam genggaman Jaehyun, melangkah senada dengan kekasihnya yang tampan tersebut.

“Jaehyun, ini―”

“Kenapa? Tidak suka?”

Dengan cepat, Doyoung menggelengkan kepalanya. “Tidak, bukan begitu. Tapi… kukira kita akan mengurus ini dengan eomma minggu depan.”

Jaehyun mengulas senyum. “Aku berubah pikiran. Untuk urusan ini, aku hanya ingin berbagi pendapat hanya denganmu. Jadi, tidak apa-apa, kan?”

Ditatap dengan sebegitu lembutnya oleh Jaehyun, selalu berhasil membuat Doyoung tersenyum hangat. Untuk hal apapun, Jaehyun selalu meminta ijinnya, meminta pendapatnya. Doyoung… sangat bahagia karena Jaehyun menghargainya.

“Tentu saja.”

Jaehyun menghadiahi kening Doyoung sebuah kecupan singkat, sebelum kemudian mengajak perempuan cantik itu untuk masuk ke dalam bangunan mewah itu.

Mereka bertemu dengan seorang pramuniaga yang membimbing mereka untuk melihat-lihat barang dalam etalase atau barang yang berada di dalam buku katalog.

“Aku ingin sesuatu yang cocok untuknya.“ Jaehyun menunjuk Doyoung. “Satu set, lengkap.”

Pramuniaga itu tersenyum kepada pasangan muda di hadapannya dan membungkuk sopan. “Ada satu set perhiasan yang baru di luncurkan minggu lalu. Dan saya rasa, itu akan sangat cocok dengan nona.”

“Bisakah kami melihatnya?”

Pramuniaga itu mengangguk ramah dan membimbing mereka menuju satu etalase kaca yang berada di tengah ruangan. “Ini adalah perhiasan yang saya maksud.” Ujarnya, kedua tangan yang terbungkus sarung tangan putih itu bergerak mengeluarkan sebuah kalung dan anting cantik dari dalam etalase. “Ini adalah series e’pearls keempat yang di luncurkan minggu lalu. Kami hanya menyimpan kalung dan anting untuk di pajangkan, sisanya bisa di sesuaikan dengan pemesannya. Terbuat dari emas putih murni dengan tambahan mata berlian. Kesannya tidak terlalu berlebihan namun terlihat sangat elegan dan anggun.”

Tangan Doyoung refleks bergerak untuk menyentuh benda berkilauan yang telah berhasil menghipnotisnya. Jujur, ini bukanlah pertama kalinya Jaehyun membawa Doyoung ke sebuah toko yang menjual perhiasan.

Tapi sekarang, terasa berbeda.

Yang Doyoung tahu, e’pearls merupakan sebuah toko perhiasan yang paling besar dan memiliki kulitas tinggi di Korea. Dan sekarang ia berada disana… bersama Jaehyun yang berdiri di sampingnya.

“Ini cantik sekali.” Doyoung bergumam tanpa sadar. Ia jatuh cinta pada pandangan pertama terhadap dua benda di hadapannya.

“Kau suka?”

Doyoung sontak mengangkat kepala, menoleh pada Jaehyun dan menatapnya cukup lama. “Hm, aku suka sekali.” Bisiknya lirih.

Jaehyun tersenyum tampan. Setelah mengusap rambut panjang milik Doyoung, ia kembali berbicara pada seorang pramuniaga yang berada disana. “Calon istriku sangat menyukainya. Jadi, bisakah aku memesannya dan mendapatkan barangnya sebelum akhir bulan ini?”

“Tentu saja, tuan.”

Jaehyun segera merogoh saku celana untuk mengambil dompetnya. Mengeluarkan sebuah kartu hitam dan kartu pengenalnya. “Aku ingin satu set lengkap. Untuk cincin, tolong sesuaikan dengan jari manis calon istriku.” Ia berkata dengan menyerahkan dua kartu di tangannya. “Aku akan membayarnya sekarang dan hubungi aku jika barangnya sudah ada, aku dan calon istriku yang akan mengambilnya nanti.”

Pramuniaga itu membungkuk sopan. Ia undur diri sejenak, mengurus pesanan Jaehyun. Meninggalkan pasangan muda itu di tempat yang sama.

“Jae…”

“Hm?”

“Kenapa kau melakukannya?” Doyoung bertanya. Tatapan matanya sendu, namun jelas sekali ia sangat bahagia. “Aku sudah sering di belikan cincin dan perhiasan lain olehmu. Kurasa itu cukup―”

“Sayang…” Jaehyun menyela. Tangannya bergerak untuk menyentuh sisi wajah Doyoung. “...ini adalah kewajibanku dan ini tidak seberapa. Jika kemarin-kemarin aku membelikanmu perhiasan karena kau adalah kekasihku, maka sekarang aku membelikanmu karena kau adalah calon istriku, jadi jangan di samakan. Hm?”

“Tapi…”

Sebuah ciuman singkat di bibir berhasil membungkam Doyoung. “Ini hadiah pernikahan dariku untukmu. Anggap saja begitu.”

Doyoung menahan tawa. Jaehyun itu, benar-benar yang terbaik. Ia kemudian memeluk Jaehyun yang di balas lelaki itu tidak kalah erat. “I love you.” Bisiknya penuh cinta.

Jaehyun mengangguk. “Aku juga sangat mencintaimu, sayang…”

Dan sisa hari itu, mereka habiskan untuk pergi jalan-jalan setelah selesai dengan urusan perhiasan.

Mereka pergi ke mall. Membeli pakaian, membeli makanan, menonton film, dan melakukan perawatan rambut bersama.

Tidak lupa, Doyoung membelikan satu kotak berisi selusin donat beraneka rasa untuk calon adik iparnya―Jung Jeno kesayangannya.

.

.

.

.

Next?

So SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang