Wattpad Original
Ini bab cerita gratis terakhir

Bab 9 - Cerminan Diri.

26.2K 2.9K 83
                                    

Dan kamu, nampak seperti aku di masa lalu, menopang diri untuk menjadi kuat, bertahan demi embusan napas yang masih Ia berikan.
*****

B2C

Bab 9

*****

Aiden menatap gadis di hadapannya prihatin. Mereka sudah tiba di kantor utama Araka Healthindo sejak dua jam yang lalu. Namun, wajahnya masih saja terlihat pucat, meski wajahnya sudah terbalut make up tipis yang sederhana.

"Kamu baik-baik saja?"

Violeta—gadis itu mengangguk yakin, namun tidak dengan Aiden. Aiden tahu, Vio tidak sedang baik-baik saja, tatapan gadis itu masih sama kosongnya seperti terakhir kali Aiden menatapnya.

"Benar?" Aiden memastikan sekali lagi.

"Saya hanya sedikit syok." Gadis itu mengulas senyum tipis.

Aiden memilih diam, kembali menekuri pekerjaannya yang sempat tertunda, tidak tenang karena Vio tidak memberi kabar apa pun. Wajar, bukan? Evelyn sudah mewanti-wantinya untuk menjaga Violeta dengan benar, atau perempuan yang tengah hamil tua itu, menolak semua bantuan Aiden, termasuk pengamanan intensif, selama kakak iparnya itu melahirkan.

Sejujurnya, Aiden cukup pusing sekarang, bukan tidak mungkin Arka dan Evelyn mulai curiga dengan rencana yang sudah Aiden jalankan. Namun, Aiden memang harus bergerak dengan cepat, karena sumber lukanya terang-terangan menantangnya dengan sukacita. Aiden tidak akan membiarkan keluarganya yang tersisa disentuh oleh orang yang membunuh hampir seluruh keluarganya.

Konsentrasi Aiden terpecah. Dalam diam dia nengamati Violeta yang berulang kali menepuk wajahnya, gadis itu sama sekali tidak fokus dengan apa yang ia kerjakan seperti biasanya. Sorot matanya redup, seakan menunjukan begitu banyak beban yang harus gadis itu tanggung. Violeta yang ada di hadapan Aiden sekarang, sangatlah berbeda dengan Violeta yang memberinya senyuman lebar di awal pertemuan mereka. Perempuan bermulut petasan, yang sanggup mengimbangi kata-kata pedas yang keluar dari mulut Aiden.

"Jangan dipaksa. Lebih baik tenangkan dirimu dulu. Hasilnya nggak akan maksimal kalau pikiran dan hati kamu masih bercabang."

Vio menjumput anak rambutnya ke belakang telinga, satu kebiasaan yang disadari Aiden, ketika gadis itu gugup.

"Saya baik-baik saja. Bukankah waktu akan terbuang percuma kalau saya menenangkan diri? Pak Aiden pasti kerepotan karena harus handle kerjaan saya selama tiga hari. Padahal saya seharusnya meringankan pekerjaan Pak Aiden."

Aiden menatapnya dengan kening berkerut. Dengan spontan berjalan menuju Violeta yang masih terduduk dengan berbagai berkas di mejanya.

"Saya lihat pekerjaan kamu."

Biasanya dalam dua jam, Vio mampu mensortir satu tumpukan berkas. Namun, kali ini, gadis itu masih mendapat seperempatnya. Terbukti, gadis itu masih belum bisa menguasai dirinya dengan baik. Masih banyak hal-hal lain yang tidak bisa Aiden tebak dengan pasti yang masih mengganggu pikiran Vio.

"Maaf, Pak."

Aiden kembali menoleh pada Violeta. Dulu di awal pertemuan mereka, kata itu menjadi sangat sakral, karena baik dia atau Vio sangat enggan mengeluarkan kata itu jika saling berbicara. Namun, Aiden memang lebih suka mereka banyak adu mulut daripada mendapati Vio yang terlihat lemah dan sangat tertekan seperti ini.

Aiden tidak suka.

Dia seperti melihat gambaran masa lalunya melekat pada Vio. Meski kisah mereka sangat jauh berbeda, tetap saja bayangan menyakitkan itu menghantam hati dan pikiran Aiden ketika melihat Vio menangis, atau sekedar berwajah murung seperti ini. Aiden sungguh-sungguh untuk membantu Violeta. Lima ratus juta hanya sebagian kecil dari tabungan hasil kerja kerasnya selama ini. Pun sebenarnya ia tak mengharapkan feedback apa pun dari gadis itu. Jadi, ia sangat kebingungan ketika gadis itu menolak bantuannya jika tidak melakukan apa pun.

B2C: Benar-benar CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang