B2C: Benar-benar Cinta

Bab 8 - Rahasia di Balik Kelemahan.

Seperti rumput liar yang tumbuh diantara padi yang telah menguning, demikian juga dengan perbuatan baik yang tak selalu dituai baik pula.
*****
B2C
Bab 8
*****

Violeta menatap nanar tubuh ayahnya yang tertidur lemah diatas ranjang rumah sakit. Sudah lewat tiga hari, di mana nyawanya seakan diambil paksa ketika mengetahui jika ayahnya terkena infeksi dan harus dirujuk di rumah sakit dengan peralatan yang lebih memadai. Tiga hari pula dia tidak bertatap muka dengan Bosnya yang menyebalkan itu, namun selalu ada, tepat saat Vio membutuhkan sesuatu. Aiden belum mengizinkannya kembali menginjakan kaki di Skyblink. Kawasan apartemen mewah milik Aiden, yang berada di daerah Jakarta Timur.

Violeta tidak tahu akan seperti apa pekerjaannya ketika dia kembali. Mungkin akan menumpuk seperti gunung, atau Aiden sudah mengerjakannya mengingat laki-laki itu tidak suka menunda pekerjaan. Namun, ruangan Aiden akan seperti kapal pecah, dan Violeta menjamin, tidak ada cleaning service yang berani mendekat, karena terlalu takut menyentuh berkas Aiden yang berserakan untuk di rapikan.

Waktu awal diterima di Araka Healthindo, Vio pernah melihat Aiden 'menasehati' cleaning service muda yang sepertinya nyaris membuang berkas penting di meja Aiden, karena meja pria itu sangat berantakan. Sejak itu pula, Aiden memberikan tanggung jawab kebersihan mejanya pada Vio.

Vio mendesah lelah, sebenarnya dia tidak enak jika cuti lebih dari tiga hari, bahkan dia belum memiliki cuti resmi, karena statusnya yang masih trainee sampai dua bulan ke depan. Namun, Aiden memberinya pengecualian. Entah kenapa karena hal itu, Vio semakin merasa terikat dengan Aiden. Bagaimana Vio mencari tempat kerja yang lebih, jika pria itu memberikan semua yang Vio butuhkan? Meskipun sikap temperamen Aiden terkadang membuat Vio pusing, namun sebenarnya itu bukan masalah besar.

"Nduk, hari ini masuk kerja?" Budhe Sri memandang langit yang masih gelap.

Vio mengangguk, "Nggak enak sama Bos, Budhe."

"Nggak masalah, ada Pakde sama Budhe di sini, Bapakmu sudah lebih baik, dia pasti bisa ngerti."

Violeta mengangguk sekali lagi, sebenarnya Vio memang akan bekerja kemarin. Namun, ayahnya terus merintih dan memanggil namanya, sehingga Vio tidak tega sedetik pun meninggalkan. Alhasil, Vio yang menunggui ayahnya di dalam bangsal. Sedangkan Pakde Jino berjaga di luar karena sempitnya ruangan kelas dua. Sedang Budhe Sri akan datang waktu subuh, membawakan keperluan Vio dan suaminya. Seperti sekarang ini.

"Yah," Vio mengusap tangan keriput ayahnya. "Vio kerja ya. Ayah baik-baik ya, di sini."

Netra ayahnya terbuka. Menatap Vio dengan sangat lembut. "Hati ... hati ... ja ... ga ... diri."

Mungkin, obatnya sudah bekerja dengan maksimal, atau mungkin, itu adalah efek pereda nyeri, sehingga hari ini, keadaan ayahnya sudah jauh lebih baik. Suhu tubuh ayahnya juga berangsur normal.

"Balik dulu, ya, Budhe. Mau siap-siap ke kantor."

"Dianter Pakdemu toh?"

Vio mengangguk, sambil tersenyum tipis. Ada baiknya juga Pakde Jino membawa motor tuanya turut serta. Vio tidak perlu kesusahan mencari ojek online pagi-pagi buta. Yah, semoga saja hari ini lebih baik.

Selepas membersihkan diri, Vio mematut dirinya di depan cermin cukup lama, mengingat mata bengkak dan sedikit merah tidak tersamarkan dari wajahnya yang terlapis make up tipis. Dia memang nyaris tidak tidur selama tiga hari ini, mungkin hanya memejamkan mata satu sampai dua jam, kondisi ayahnya masih membuatnya kepikiran. Dulu, dia mengira memakai dower catheter akan lebih baik daripada memakai pampers yang bisa membuat bokong ayahnya menjadi lembab dan banyak koreng karena Vio tidak bisa rutin menggantinya, namun ternyata segala tindakan bisa menimbulkan resiko. Termasuk DC silicone yang Violeta kira akan lebih awet, malah menimbulkan penyakit baru bagi sang Ayah.