14. JANJI

364 65 6
                                    

“Kamu Ricchan yang mana?”

“Ricchan itu tidak ada.”

“Kamu cuma ilusi.”

“Kembalilah, atau akan ada sesuatu yang buruk menimpamu.”

***

Kamu membuka matamu perlahan. Hal yang kamu lihat pertama adalah pemandangan dari jendela shinkansen. Matahari sudah hampir meninggi. Langit biru kesepian itu  sedikit kini ditemani gumpalan awan tipis.

Beralih pandangan kamu ke bahumu yang agak berat. Ada sosok pemuda yang tidur di bahumu. Sambil jemari yang entah sejak kapan mengisi sela-sel jemarimu. Melonggar.

Rasanya ingin menangis. Bisa-bisanya baru merasakan jatuh cinta, bukannya dibuat cinta dulu malah dibuat jatuh dulu. Mungkin karena disebut jatuh cinta. Kalau disebut cinta jatuh, apakah akan berbeda sensasinya?

Aroma khas dari pemuda yang membuatmu menangis kemarin, siapa lagi kalau bukan Shouri, merasuk ke indera penciumanmu. Aroma mint yang sebenarnya di ambang kamu menyukainya atau mulai membencinya.

Ada sedikit pergerakan dari Shouri. Kamu melayangkan pandangan ke arah jendela shinkansen. Perlahan bahumu meringan, Shouri terbangun seraya meregangkan ototnya. Melepaskan genggaman yang tadi melonggar.

“Selamat pagi.”

Tanpa menoleh pun, kamu tahu Shouri tersenyum padamu seperti biasa. Benar-benar tidak terjadi sesuatu apapun rasanya. Kamu meliriknya seraya menarik ujung bibir.

“Kenapa?”

Kamu meresponnya hanya dengan gelengan kepala. Kembali kamu menatap ke jendela sambil bertopang dagu. Sedang Shouri menyandarkan punggungnya lantas menatap langit-langit shinkansen.

“Akhir-akhir ini kamu enggak seperti biasanya. Entah cuma perasaanku atau apa…” Shouri menoleh padamu, “aku secara enggak langsung membuat kesalahan sama kamu.”

Kamu menegang, lantas menoleh menatap matanya

“Kamu masih marah sama aku karena kita enggak jadi jalan-jalan? Maaf, ya. sebagai gantinya setelah perform di Tokyo, aku ajak kamu jalan seharian, deh.” Bujuknya dengan raut wajah yang menampakkan rasa bersalah.

Kamu mengangguk perlahan. Hanya itu respon darimu.

Shouri mengembangkan senyum seraya mengusap pelan puncak kepalamu, “Kalau ada yang mau kamu tanyakan ke aku, silakan.”

Kamu sama Yuka ngapain aja?

“Gimana reuni kemarin?” pertanyaan yang hanya bisa terlontar darimu.

Shouri menegakkan badannya, “Wah, seru banget! Kami baru kali ini reuni dengan formasi lengkap. Jadi, aku punya semacam kelompok gitu ada 6 anggota, dua perempuan dan empat laki-laki.”

“Yakin enam orang?”

“Iya. Mereka telat datang, sih, jadi tadinya aku baru berdua.”

“Sama perempuan?”

“I…i-ya.”

“Oh.”

Shouri menaiki satu alis, “Kenapa? Cemburu?”

“Enggak.” Sergahmu. Bersandar pada kursi kembali menopang dagu menatap jendela shinkansen.

Shouri terkekeh pelan, “Cemburu, ya? hehehe… maaf, deh. Aku juga enggak tahu mereka bakal terlambat dan aku cuma sama satu temanku ini. Jangan marah, ya.” bujuknya sekali lagi, namun kamu tidak peduli.

Ia meraih tanganmu yang bebas. Mengisi sela-sela jemarinya pada jemarimu. Kembali bersandar pada bahumu. Dikecupnya punggung tanganmu lantas didekatkan pada pipinya.

“Sebenarnya ini menggangguku, sih. Kalau saja aku bisa mendeklarasikan hubungan kita, enggak bakal sulit begini.”

Kamu masih tetap sama namun sambil mendengarkan Shouri berbicara.

“Aku pernah berpikir di antara kita akan ada yang menyakiti. Entah kamu akan sama yang lain, atau justru aku? Sampai sekarang aku masih takut, sih, kalau itu benar-benar terjadi. Di sela-sela aku yang makin sibuk, kamu mungkin akan mencari kesibukan lain… aku cuma takut semakin waktu untuk berdua berkurang, semakin kurang juga rasa kita.” Shouri sesekali mengusap punggung tanganmu yang masih tergenggam.

Kamu menggigit bibir bawahmu, membayangkan hal itu benar terjadi. Bagaimana kalau nantinya Shouri akan bersama Yuka? Atau dirimu akan bersama Tomi, yang setidaknya saat ini dia yang kamu temui akhir-akhir ini?

Kamu akhirnya menoleh pada Shouri yang masih bersandar di bahumu. Karena menyadari pergerakanmu, Shouri menegakkan kepala. Menatapmu lekat, lantas mendekat, dua ranum merekat. Singkat.

Setelahnya sedikit berjarak. Kamu terbelalak. Irama detak jantungmu melonjak. Merona pipimu bergejolak. Membuatmu kini jadi takbergerak.

"Kamu akan terus sama aku, kan?"

Daripada memikirkan jawaban dari pertanyaan Shouri, kamu mempermasalahkan kecupan tadi.

"Ricchan?" Shouri mengerutkan kening, "kamu demam? Wajahmu memerah." tangannya yang bebas tadi menyentuh keningmu.

Kamu sigap menyingkirkan tangannya dari keningmu. Shouri terkejut, semakin bingung.

"Ricchan?"

"Apa itu tadi?" Seraya menutup mulutmu.

"Apa yang—"

"Sengaja, ya, membuat jantungku kenapa-kenapa?"

"Eh?"

"Itu pertama kalinya buatku!"

"Apa? Oh, ciuman tadi?"

"Jangan dibahas!"

Shouri malah terkekeh melihatmu yang salah tingkah. Kemudian melepaskan genggamannya, lalu mendekapmu seraya mengusap pelan kepala belakangmu.

"Maaf, ya, malah bikin kamu jadi bingung begini. Kamu lucu banget, sih. Jadi makin sayang."

Kamu membalas dekapannya. Biar saja detak jantungmu yang temponya semakin cepat itu terdengar olehnya.

"Jangan pergi." ucapmu.

"Iya."

"Janji?"

"Janji!"

[Bersambung]

Semangat 5 chapter lagi!

DREAM [KONDOU SHOURI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang