15. OBROLAN MAKAN SIANG

332 65 5
                                    

"Ricchan, bagaimana kalau kita jalan-jalan sampai malam." usul Shouri setelah meletakkan kopernya di dekat lemari pakaian di kamarnya.

Kamu yang baru saja menghempaskan diri ke kasur, langsung terduduk di tepi ranjang, "Sekarang?"

Shouri mengangguk.

"Tapi kita belum berberes, loh."

"Gampang. Aku cuma mau nepatin janjiku. Tokyo waktu malam lebih keren, loh."

"Ya... oke." Kamu beranjak keluar kamar, disusul Shouri.

***

"Mau ke mana?" tanyamu di sela-sela perjalanan.

"Makan siang dulu, bagaimana?" usul Shouri yang setengah wajahnya ditutupi masker dan tidak lupa menenakan topi.

"Boleh, di mana?"

"Kamu maunya di mana?"

"Hmm.." kamu bersedekap seraya berpikir, "Yang cepat saji dan murah saja."

"Oke. Aku tahu di mana."

***

"Sudah kuduga, kita malah ke konbini." katamu yang berdiri beberapa radius depan konbini.

"Hehe.. kan kamu minta yang cepat dan murah? Konbini ini. Lagian sekarang tanggal tua. Ayo." Shouri yang berdiri di sampingmu lantas berjalan masuk ke konbini.

Kamu membuang napas seolah-olah, "Terserahmu."

Di konbini ini ada dua lantai. Lantai atas ada meja panjang yang menempel dengan tembok dan ada jendela besar di atasnya, jadi kita bisa lihat keadaan di luar. Juga disediakan kursi putar berukuran sedang.

Kamu dan Shouri duduk bersebelahan. Kamu memandang keadaan di luar sambil bertopang dagu, sementara Shouri sibuk membuka tutup plastik kotak makanan beku yang sudah dipanaskan tadi.

"Kenapa melamun?" tanya Shouri yang menghentikan aktivitasnya.

Kamu menggeleng, "Hanya memerhatikan keadaan di luar. Agak ramai. Padahal hari kerja."

"Ini, kan, sudah masuk jam makan siang."

Kamu menoleh ke Shouri, "Benar juga, tapi..." kamu memandang sekeliling, "di sini cuma kita berdua."

"Enggak apa-apa dong..." Shouri melepas topi dan maskernya, lalu mendekatkan wajahnya padamu, "biar bisa begini lebih lama."

Kamu mencoba mengatur napas dan detak jantung, tanganmu yang satu mencoba menjauhkan wajah Shouri.

"Hey, ini tempat umum, tahu."

"Biarin."

"Nanti ada berita skandal dan kamu kehilangan pekerjaan, bagaimana?"

"Pekerjaanku tidak cuma aktor, tahu." Shouri mengaduk-aduk minuman pesanannya.

Kamu mengerutkan kening, "Memang apa lagi?"

"Bahagiain kamu." Shori bertopang dagu dengan satu tangan dan menatapmu seraya tersenyum sumringah.

Kamu memutar bola mata, kemudian mengaduk-aduk minuman di depanmu, "Memangnya aku tidak bahagia sekarang?"

"Sudah, kok. Soalnya aku bagian dari bahagianya kamu."

Kamu tertawa mengejek, "Percaya diri sekali, ya, kamu?"

"Tentu!" Shouri mematahkan sumpit menjadi dua, lalu mengambil karage yang siap disantap.

"Kalau kamu bahagiaku, harusnya kamu enggak bikin aku sedih." bisikmu kemudian menyedot minuman.

Karage yang sudah siap akan masuk ke mulut Shouri kemudian berhenti di tengah, ia menoleh padamu, "Aku bikin kamu sedih? Kapan?" nasib karagenya kini ia letakan lagi di kotak makan.

Kamu menoleh ke Shouri menatapnya dengan takut-takut.

Bagaimana dia bisa dengar? batinmu.

Tatapannya berubah serius, "Coba kamu cerita, kapan aku pernah bikin kamu sedih? Mau sengaja atau tidak."

"A-ah? Aku.." kamu gelagapan, "Ayolah, Shou-chan, makan dulu. Katanya mau jalan-jalan setelah ini."

"Jawab pertanyaan aku." semakin intens tatapannya padamu. Nada bicaranya datar namun seakan mengintimidasi.

Kamu melirik ke arah lain, "Apa hal ini harus dibahas sekarang?"

"Iya. Ricchan, kita sudah seatap, aku enggak mau kita ada rahasia. Aku juga enggak mau kita jadi ada rasa canggung karena satu masalah."

"Tapi aku enggak mau bahas sekarang. Ini buat aku jadi... mood-ku jadi enggak karuan," kamu menggenggam kedua tangan Shouri, "nanti saja, ya. Ini bukan kesalahanmu, ini mungkin karena aku yang terlalu perasa dan jadinya kamu adalah penyebab aku sedih. Sudah, ya, sekarang kita lupain hal-hal yang bikin mood kita enggak baik." kamu tersenyum menatapnya lekat.

Shouri mengembuskan napas, menyerah, "Baiklah. Tapi kalau kamu ada masalah, atau aku penyebabnya, jangan sungkan untuk cerita." Shouri menarik tangannya dan mengusap puncak kepalamu perlahan seraya tersenyum.

"Ya sudah, sekarang kita makan dulu."

"Suapin."

"Enggak!"

[Bersambung]

DREAM [KONDOU SHOURI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang