#5

2.3K 82 0
                                    

Alan tidak tahu dari mana Devan bisa mendapatkan nomor ponselnya. Tapi satu hal yang pasti Alan tahu. bahwa mengajaknya berkelahi ditempat sepi adalah kesalahan besar bagi Devan.

Alan menatap tajam Devan. Kedua tanganya terkepal keras sejak tadi, siap untuk menghantam.

"Kenapa?. lo benci sama gue?". Picik Devan tersenyum miring kearah alan.

"Lo tau rasanya mukulin orang sampai mati?". Bisik Devan pelan dari jauh, namun cukup untuk Alan bisa mendengarnya. Devan terkekeh sesaat. "Rasanya nikmat".

"DIEM LO BANGSAT!". Bentak Dani yang berdiri dibelakang Alan.

Alan mempererat kepalan tanganya. telinganya panas mendengar ucapan Devan barusan. Bagaimana ia bisa membiarkan cowok brengsek seperti Devan ini hidup.

Nyawa seseorang bukan untuk ditertawakan. Farid adalah teman Alan. Teman sekelas Alan, yang berarti masalah Farid juga menjadi masalahnya. Apalagi jika masalah itu berhubungan dengan pihak luar. Alan tak akan membiarkan Farid menjadi bahan lawakan orang orang tak beradab seperti Devan.

Jika ditanya akan membunuh atau memberi pelajaran Devan. Alan akan dengan senang hati memilih membunuh. Sebab, bumi terlalu bagus untuk ditinggali seorang biadab.

Nyawa dibalas nyawa.

Alan, Devan dan yang lainya mulai berlari mendekat satu sama lain. Bersamaan dengan itu, Hujan turun kian menderas.

"Bugh". Sebuah pukulan keras penuh amarah dari Alan mengenai pelipis Devan. Devan terpelanting keras ketanah, namun segera bangkit kembali.

Faro dan Dani tak mau kalah, ia menyerang brutal kedua teman Devan. Tidak memberi sedikit pun peluang untuk mereka bernafas.

Satu tendangan keras dari Devan sukses mengenai perut Alan. Membuat Alan berdecih kasar mundur beberapa senti. Serangan Demi serangan terus mereka berikan untuk menyakiti satu sama lain.

Hamparan awan gelap diatas sana kian menjadi hitam. Gerimis yang tadi hanya berupa rintikan, kini berubah menjadi hujan lebat. Seolah menjadi genderang perang yang terus bertabuh setiap detiknya.

Selang beberapa menit berlalu, kedua teman Devan sudah terkapar ditanah.
Menyisakan Dani seorang dengan luka-luka lebam dan sobek yang menghias wajahnya. Sedang Faro meringis memegangi perutnya yang terasa ngilu akibat terkena pukulan tadi.

"Bruk". Devan terjatuh ketanah, tidak sanggup lagi untuk berdiri.

Alan dengan cepat menindih tubuh Devan diatas menggunakan kedua lutut kaki. Terus melayangkan bogeman secara agresif kearah wajah dari Devan.

Faro dan Dani bangkit menuju kearah Alan. Melihat wajah Devan yang sudah lebam lebam terkena pukulan menjadikan Dani sedikit ngeri. Ia dan Faro lekas menarik Alan untuk segera menjauh. menariknya agar tidak melakukan sesuatu yang nantinya akan Alan sesali.

Kaki dan tangan Alan meronta ronta hendak melepaskan diri dari lilitan Dani, dan segera memukuli Devan kembali. namun sesaat kemudian Alan terdiam teringat akan sesuatu. Ia melempar nafas kasar, Belum puas dengan Devan. Baginya  ini belum seberapa ketimbang derita yang Farid alami.

Suasana menjadi hening, hanya terdengar suara guyuran hujan.
Aroma khas tanah bercampur dengan air hujan mendominasi penciuman.

Alan berjongkok, wajahnya ia dekatkan kepada wajah Devan. Nafas Devan yang memburu, jelas terdengar ditelingan Alan.

"Lo beruntung". Bisik Alan tepat ditelinga Devan. "Ini belum selesai".

Devan menelan salivanya susah payah, kata kata Alan tadi serasa menusuk lehernya.

AlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang