#11

1.5K 61 0
                                    


Alan membungkuk menyetarakan tubuhnya.

"Kak Alan". Pekik gadis itu parau, masih dengan sesenggukan.

Sedikit Alan menjauhkan wajahnya memberi jarak.

"Lo bisa ke UKS?".

"Kaki aku sakit kak". Lirih gadis itu memegangi kakinya.

Alan bangkit. mengulurkan tanganya membantu gadis itu untuk berdiri.
Nampak Gadis itu sedikit kesulitan untuk bangun. Alan menuntun lengan gadis itu untuk merangkul di pundaknya. Gadis berambut pendek itu merintih.

Alan menuntunya perlahan menuruni tangga untuk menuju ke UKS. Alan bisa menangkap bahwa gadis disampingnya sedang grogi, terlihat dari raut wajahnya.

Perlahan tapi pasti mereka berjalan beriringan, beberapa sorot mata melihat ke mereka. Alan selalu diajarkan ibunya untuk menjadi seseorang yang baik, mau mnolong sesama. Se cuek apapun dirinya ia tidak akan pernah menelantarkan orang yang membutuhkan pertolonganya. Dan itu yang Alan pegang sampai sekarang.

Sampai di UKS nampak seorang murid kelas sepuluh disana sedang membersihkan kotak P3K. Begitu menyadari kehadiran mereka berdua, gadis itu segera membantu siswi yang Alan rangkul. Menitihnya lalu menyuruhnya berbaring di kasur.

"Makasih ya kak". Ucap gadis tersebut dari atas ranjang UKS, tulus.

Alan tersenyum tipis, kemudian ia memakai kembali sepatunya dan beranjak pergi dari sana.

Diperjalanan Alan mengamati kearah tanaman tanaman hias di sekitar sekolahanya. Bergoyang Tertiup oleh angin pelan. ditambah Sinar matahari yang redup oleh awan hitam. sebuah suasana baru dihatinya tercipta. Melihat kelakuan insan manusia, seorang perempuan yang selama ini dilukiskan oleh sesuatu yang lembut. Ternyata mampu berubah brutal ketika sebuah ambisi meruak tak tersanggupi di dalam hatinya. Sosok yang selama ini bersikap baik didepanya ternyata menyimpan sebuah iblis busuk dilubuk dadanya.

Alan mendongak kelangit hitam diatas sana. Rambut hitamnya tersapu angin. Mata hitamnya yang pekat sedikit menyipit menetralkan cahaya yang masuk ke irisnya. Semesta selalu punya cara untuk menyadarkan seseorang. Dan sekarang Alan sedang mengalami hal itu secara langsung.

Beruntung orang tuanya tidak pernah mengajarkaan kepadanya untuk menilai orang dari luarnya, dari fisiknya, dari penampilanya atau lebih jauh lagi dari hartanya. Hati adalah sebuah jembatan yang mampu menghubungkan rasa sayang. Tiba tiba ia teringat perkataan ayahnya saat ia masih kecil, ayahnya pernah berkata

"Seorang yang berperawakan seperti preman, mau membantu orang untuk menyeberang jalan. Seorang yang berdasi belum tentu mau melakukan hal tersebut".

Alan tersenyum dengan sorot mata terpaku menatap langit diatas sana. Kemudian ia menunduk, mengucek matanya sebentar yang tiba tiba terasa pusing. Sambil terus menitih langkah untuk kembali kegudang.

Sesampainya kembali digudang, Alan menarik sebuah meja panjang Dari tumpukan meja dan kursi ditempat itu. Kemudian meniupnya sisi atas meja tersebut, agar debu yang menempel disana bisa sedikit hilang.

Alan merebahkan tubuhnya diatas meja itu, walau keras tapi mampu membuatnya mengantuk. Sebelumnya dia sudah menutup rapat pintu agar tidak ada yang melihatnya.
Udara pengap menyeruak menusuk hidungnya. Pelan pelan ia mulai terbawa keheningan dan mulai masuk ke Alam mimpi.

"krek..".

Suara pintu dibuka dari luar.
Alan yang masih tersadar segera bangkit, tidak mau kejadian seperti dikelas terulang kembali.

Kedua mata insan itu saling tatap satu sama lain mengunci lisan mereka untuk bicara. Sampai Alan menyudahi keheningan itu.

"Lo ngapain kesini?". Tanyanya terhadap Keysa yang masih membeku diambang pintu.

AlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang