Prolog

414 102 27
                                    


Seorang gadis remaja berdiri dengan wajah datar. Namun sorot mata yang memancar darinya begitu tajam, membuat apapun yang masuk jarak pandangnya bergetar hebat, bergidik ketakutan. Tangan kanannya menggenggam erat sebuah bambu runcing yang ramping dan cukup panjang.

Perlahan gadis itu mengangkat tangan kanan serta menekuk sikunya, hingga genggamannya sejajar dengan telinga gadis itu. Bambu runcing ia arahkan empat puluh lima derajat ke arah atas, seakan-akan siap membidik target.

"Apakah dia datang?" ujar seorang pria paruh baya di belakangnya, ia nampak khawatir dan gelisah.

"Iya, dia datang," ujar gadis itu dengan nada bicara yang begitu pelan dan tanpa perasaan sama sekali. "Sebaiknya Anda mundur, Pak Kepala Desa," lanjutnya. Pria paruh baya itu pun segera menuruti ucapan gadis itu, ia segera berbalik badan dan lari beberapa meter dari tempatnya semula.

"Dapat!" Gadis itu melebarkan kedua bola matanya, semakin memfokuskan pandangannya pada objek yang ia rasa telah berada di tempat yang tepat. Seketika, bambu runcing yang ia pegang itu telah melesat dengan begitu cepat. Sesosok makhluk tak kasat mata yang terbang di atas langit senja itu kini mengeluarkan suara yang begitu melengking, ia merasa kesakitan karena adanya benda tajam yang menusuk tepat pada tubuhnya.

Sang gadis sempat mengernyitkan alisnya beberapa saat, ia terganggu dengan suara yang dihasilkan oleh makhluk itu. Namun secara perlahan, suara itu mulai mereda, bersamaan dengan cahaya yang mendadak bersinar terang menyeruak langit jingga di tengah desa. Cahaya itu semakin terang dan semakin terang, hingga menyilaukan semua mata memandang.

Tak berselang lama, cahaya itu meredup bersamaan dengan menghilangnya makhluk tak kasat mata yang berada di atas langit barusan. Yang tersisa hanyalah sepotong bambu runcing yang perlahan menjatuhkan dirinya sendiri. Gaya terjun bebasnya begitu indah, membawa perasaan yang mendalam dari sang pelempar. Begitu ia menyentuh tanah, suara benturannya terdengar pelan dan lembut, melambangkan apa yang hendak disampaikan sang gadis melewatinya.

"Pengiriman roh menuju akhirat, selesai," ujar gadis itu dengan nada pelan nan dingin seperti sebelumnya. Ia melangkah, mendekati senjata yang baru saja membantunya melakukan pekerjaan bagus. Bambu runcing itu kini telah berada di sebelah gadis itu, ia pun berjongkok guna meraihnya.

"Alka!"

Gadis itu perlahan berdiri, ia tau pasti darimana sumber suara itu berasal, ia tau pasti siapa sosok yang kini telah berada tepat di belakangnya. Gadis bernama Alka itu pun akhirnya membalikkan badan, menatap datar pada lelaki yang baru saja memanggil namanya.

Lelaki itu nampak gelisah, raut wajahnya seakan-akan penuh akan penyesalan. "Alka, dengerin gue-." Kalimatnya terhenti seketika, lelaki itu begitu terkejut ketika sang gadis menunjukkan reaksi tubuh yang begitu cepat. Lelaki itu perlahan menatap ke arah bawah, dan terus dilanjutkan hingga ia menatap pada tubuhnya sendiri.

Sebuah bambu runcing mengarah lurus tepat pada jantungnya. Mungkin hanya tersisa beberapa sentimeter antara sisi runcing bambu dan pakaian seragamnya. Ia mengerutkan kedua alisnya, memandangi senjata aneh itu dengan rasa begitu tak percaya.

Lelaki itu kembali tertuju pada sosok gadis di hadapannya. Ia justru semakin merasa miris sesaat setelah ia mendapati gadis yang menatapnya dengan tanpa perasaan sedikit pun. "Alka, lu ...." Lelaki itu telah kehabisan kata-kata, ia tak sanggup lagi untuk berbicara.

Berbanding terbaik dengannya, gadis remaja tersebut justru membuka mulutnya secara perlahan, bersiap untuk bersuara, "Lu mau gue kirim ke akhirat?"

"Alka ...."

"Gue udah muak sama lu."

Eunoia RonWhere stories live. Discover now