"Di sini ya ternyata?" Dari dalam mobil, Alka mengamati sekelilingnya. Mereka telah melewati pusat Kota Kediri yang sangat ramai, dan kini telah berada di pinggir kota, dimana ukuran jalan sudah mulai mengecil, pengendara berkurang, dan bangunan-bangunan menjadi lebih sederhana.
Laksmana menghentikan laju sportbike-nya. Lelaki itu memarkirkan kuda besinya di halaman sebuah bangunan. Ia beranjak dari motornya, berjalan menghampiri Zazie, Rakka, dan Alka yang masih berada di dalam mobil. Begitu melihat Laksmana yang mulai mendekat, ketiga siswa itu segera membuka pintu mobil, dan turun guna menunjukkan rasa sopannya.
"Lokasi misi kalian di sana," ujar Laksmana seraya menunjuk ke arah barat, sejajar dengan kemana arah mobil Alka menghadap.
"Maksud kakak, Goa Selomangleng?" ujar Zazie pelan.
Laksmana mengangguk. "Mulai dari sini sampe Goa Selomangleng, udah ditutup sama aparat. Katanya masyarakat udah banyak yang keganggu, jadi tempat ini dianggap berbahaya ...," kata Laksmana. "Gue nggak yakin kalian bakal selesai secepat itu, lagian sekarang juga udah lewat tengah hari. Jadi kalo kalian mau istirahat, lebih baik disini aja, jangan diem di dalam area goa."
"Siap!" jawab Zazie dengan tegas. Laksmana menepuk pundak Zazie sesaat, kemudian meninggalkan ketiga juniornya itu.
Alka sempat melirik ke arah kanan kiri, mencoba memastikan dimana ia berada saat ini. "Museum Airlangga," ujar Alka pelan, begitu ia mendapati tulisan serupa di depan pintu masuk.
Zazie beranjak kembali dari posisinya, ia masuk ke dalam mobil dan mulai menginjak gas perlahan. Ia memarkirkan mobil milik Alka di halaman depan Museum Airlangga, ia mengerem tepat ketika mobil Alka telah berada di samping sportbike milik Laksmana.
"Ayo, buruan ke lokasi!" Tanpa basa-basi, Zazie segera memasang holster khusus bambu runcing beserta senjata tersebut pada pinggangnya. Zazie melangkah dengan tegas, menuju arah dimana Goa Selomangleng berada. Kedua anggotanya pun cepat-cepat mengenakan peralatannya dan melangkah menyusul Zazie.
Untuk mencapai Goa Selomangleng, pertama-pertama anggota Kelompok Satu harus menaiki anak tangga yang jumlahnya cukup banyak. Setelah itu, barulah mereka mendapati sebuah goa kecil dengan dua mulut goa di sisi kanan dan kiri.
Di antara ruang sisi kanan dan kiri dihubungkan oleh lubang besar. Jika kalian masuk ke melewati mulut goa sebelah kanan, maka kalian akan melihat pintu yang mengarah ke sebuah ruangan lain, dimana ruangan tersebut sangat gelap dan sulit untuk memandang apa yang ada di dalamnya. Sementara jika kalian masuk melewati mulut goa sebelah kiri, maka akan ada ruangan kecil di sisi kiri.
Akan tetapi goa itu tak berada tepat di ujung anak tangga. Di sana justru ada bongkahan batu yang berserakan, dan sebuah tanjakan berupa batu-batu yang melekat di tanah dan disusun layaknya anak tangga. Di atas tangga batu itu lah Goa Selomangleng berada.
Zazie memberanikan diri untuk mendaki lebih jauh lagi, melangkahkan melewati tangga batu. Sementara Alka, ia menunggu di antara bongkahan batu, seraya mengawasi seniornya yang naik ke atas sana. Untuk Rakka, ia memilih untuk berjaga di tempat yang lebih jauh lagi, ia memilih untuk lebih dekat pada anak tangga -bukan tangga batu- agar dapat memperhatikan sekelilingnya dengan lebih seksama.
Zazie mengamati sekujur dinding-dinding goa, ada banyak sekali relief disana, entah apa maksudnya ia tak akan paham. Akan tetapi setidaknya Zazie mendapati beberapa relief yang ia pahami bentuknya, yaitu relief ular kobra bermahkota di dekat mulut goa sisi kiri, dan Jatayu (burung garuda) di langit-langit goa.
Zazie mencoba masuk untuk melihat bagian dalam goa, kedua matanya pun mengawasi kanan kiri dengan teliti. Suasana sunyi nan sepi membuat detak jantungnya berpacu lebih cepat. Ditambah dengan bagian dalam goa yang gelap, membuat Zazie bergidik ngeri.
Mendadak perhatian Zazie teralihkan, ia menolehkan ke belakang, kembali menatap ke arah mulut goa sisi kiri. Jauh diluar dugaan Zazie, dari relief berbentuk ular kobra bermahkota itu keluar sebuah roh ular kobra bermahkota pula. Zazie segera mengejarnya, namun roh ular itu ternyata lebih gesit, ia sudah pergi meninggalkan Zazie, turun kebawah menuju dua anggota Kelompok Satu lainnya.
"Awas!" teriak Zazie. Ia segera menengok ke bawah. Roh ular itu bisa-bisanya melewati Alka tanpa sepengetahuan gadis itu, bahkan Alka sendiri hanya bengong karena terlalu kaget.
Berbeda dengan Alka, Rakka nampaknya menyadari keseluruhan kejadian yang menerpa mereka. Lelaki itu segera berlari menuju hutan, searah dengan kaburnya roh ular. Tak lupa, bambu runcing juga telah ia angkat, siap untuk melempar kapan saja.
"Rakka, stop!" Seketika lelaki itu menghentikan langkahnya. Ia perlahan menatap Zazie yang baru saja berteriak padanya dengan begitu tegas. "Roh itu kayaknya nggak berbahaya, gue rasa bukan dia yang gangguin masyarakat," ujar Zazie.
Rakka perlahan menurunkan kembali bambu runcingnya. "Yah ... Gue pikir juga gitu sih," ujarnya pelan.
"Balik ke posisi lu, lu harus standby di belakang!"
"Siap!"
Sementara Zazie mengamati sekelilingnya dengan seksama, Alka masih mencoba untuk mencerna keadaan. Gadis itu tidaklah bodoh, ia hanya sempat melamun sejenak, hingga tiba-tiba sebuah roh ular kobra bermahkota itu melewatinya begitu saja. Alka menghela nafas panjang, "Ngapain sih gue?" pikirnya.
Alka mencoba menatap ke atas, ke arah Goa Selomangleng, dimana roh ular itu berasal. Bukannya mendapati sosok roh lain, Alka justru fokus pada sosok lelaki di atas sana. "Oh iya, tadi gue sempet ngeliat Kak Zazie, lalu ...." Yap, gadis itu sibuk memandangi sosok seniornya hingga ia tenggelam dalam lamunannya sendiri.
Lagi-lagi, gadis itu hendak mengulangi kesalahan yang sama. Alka kembali menatap Zazie, tanpa mengalihkan perhatiannya sama sekali. Bahkan senyuman kecil mengembang di wajah gadis itu tanpa ia sadari sama sekali. Mungkin hanya butuh waktu beberapa detik saja bagi Alka untuk kembali tenggelam dalam lamunannya.
Syukurlah, konsentrasi gadis itu dapat teralihkan kembali. Ia menyadari sesuatu yang datang dari arah kirinya. Segera, Alka menolehkan, merespon pada kedatangan makhluk tak kasat mata.
Sayangnya, Alka terlambat. "Akh...!" Roh ular kobra bermahkota telah menyambar Alka terlebih dahulu sebelum ia sempat bertindak. Roh ular mencekik tepat di leher Alka, membuat sang gadis merintih kesakitan.
Alka tak tinggal diam, ia memegang tubuh roh ular itu kuat-kuat, dan hanya berselang beberapa detik saja ia sudah sanggup untuk menarik roh ular dari lehernya. Makhluk tak kasat mata itu kembali kabur, entah kemana arahnya.
"Alka lu nggak apa-apa?!" Teriak Rakka dari kejauhan, lelaki itu menatap Alka dengan penuh rasa khawatir.
"Nggak apa-apa kok," ujar Alka pelan, walau wajahnya menunjukkan jika ia masih merasakan sakit di sekitar leher.
Dari atas sana, Zazie berjongkok di pinggiran, menatap kedua anggotanya yang berada dibawahnya. "Jangan lengah! Standby terus!" teriaknya.
"Siap!" jawab keduanya dengan tegas.
Zazie kembali berdiri, namun di saat yang bersamaan ia menyadari adanya makhluk aneh yang terbang melewati atas kepalanya. "Ap-?!" Zazie menatap ke atas, sebuah burung garuda ia lihat jelas dengan kedua bola matanya. Sayangnya itu bukan benar-benar hewan, melainkan makhluk tak kasat mata.
Makhluk itu terbang begitu tinggi, bahkan Rakka yang sudah siap membidik dari bawah itu membatalkan lemparannya. "Kejauhan, roh itu udah keluar jangkauan gue," ujarnya seraya menurunkan kembali bambu runcingnya. "Itu Jatayu 'kan, Zazie?" ujar Rakka lagi, ia menatap rekannya dengan begitu serius.
.
To be continue ...
YOU ARE READING
Eunoia Ron
Teen Fiction[TELAH TERBIT DI GUEPEDIA] Tak seperti siswa lain yang sibuk memegang gadget, anggota extra Candramawa justru sibuk memegang bambu runcing sebagai alat untuk mengirim roh menuju akhirat. Akan tetapi bagaimana apabila bambu runcing mereka justru men...