"Seluruh pelajaran hari ini telah selesai, sampai jumpa esok hari dengan semangat belajar baru."
Seketika lorong kelas, jalanan di lingkungan sekolah, area kantin mendadak menjadi ramai kembali. Walau tak seramai ketika pagi atau siang hari, setidaknya suasana seperti ini sudah lebih baik daripada saat pelajaran berlangsung, yang sepi bukan main.
Alka merapikan buku-buku di mejanya, lalu memasukan kembali berbagai macam barang ke dalam tasnya, hingga ransel tersebut mendadak menjadi berkali-kali lipat lebih berat dibandingkan sebelumnya.
Tersisa satu buku lagi meja. Sesaat sebelum masuk ke dalam ransel, Alka kembali mengamati buku tersebut. Terdapat selembar kertas di sela-sela halaman lain. Ia segera mengambil kertas itu, memastikan apakah benda itu penting atau tidak, "Data dapodik?"
~CANDRAMAWA~
"Eh, Zie, Zazie!"
Merasa terpanggil, lelaki itu segera membalikkan posisi duduknya, guna menatap sang sumber suara. "Kenapa sih, Ka?" ujarnya cuek.
"Liat ini coba," ujar Rakka dengan nada bicaranya yang begitu terdengar riang, lelaki itu juga menunjukkan senyumannya yang sedikit terlihat aneh.
"Apaan sih?" Walau malas Zazie tetap bersedia untuk menatap layar ponsel Rakka yang telah diarahkan padanya.
Baru sepersekian detik setelah Zazie menatap layar itu, ekspresi wajahnya telah berubah total. Dengan semangatnya, ia mengalihkan pandangannya kembali ke arah Rakka, "Siapa nih cewek cantik?"
Rakka sedikit menundukkan wajahnya, ia berusaha menatap Zazie dari arah bawah ke atas. Ditambah dengan senyumannya yang semakin mengembang, membuat tatapan Rakka terlihat layaknya anak kecil yang menyimpan niat jahat.
"Kalo lu kasih gue libur di Candramawa selama satu semester, gue bakal kasih tau siapa cewek ini," ujar Rakka, nada bicaranya itu terdengar jauh lebih menyebalkan daripada sebelumnya.
Sementara Zazie yang semula sudah semangat sempat lima, kini justru menjadi minyak yang telah berhasil disenggol oleh nyala korek api. "Ap-apa?!" Tak perlu ditanya lagi, walau ia sempat terbata-bata, namun teriakan lelaki itu tentu menggema di seluruh penjuru ruangan. "Mentang-mentang gue KU! Lu bisa seenaknya gitu?!"
Namun Rakka nampaknya tak goyah sama sekali dengan amarah Zazie. Bahkan lelaki itu dengan beraninya bertopang dagu seraya menatap Zazie dengan tatapan malas. "Gue kan ngasih lu tawaran," ujarnya seolah ialah satu-satunya korban di sini.
"Ogah! Pulang aja gue!" Zazie menggebrak meja dengan begitu kencang, suaranya pun juga sangat keras. Sudah bisa dipastikan jika telapak tangan Zazie memerah karena berbenturan dengan alas kayu sekuat itu.
"Gue kasih bocoran deh," layaknya sales, Rakka masih saja melanjutkan pembicaraan mereka. Benar saja, kalimatnya sukses memprovokasi lelaki pemarah itu, membuat Zazie seketika menatap kembali pada Rakka, walau sorot matanya begitu tajam.
"Anak sepuluh IPA enam," ujar Rakka. Senyuman lelaki itu belum juga pudar, membuat Zazie agak berat untuk mempercayai kalimatnya.
Namun tak ada salahnya jika Zazie mencoba untuk percaya. "Sepuluh IPA enam, 'kan? Oke! Gue bakal tanya ke Alka!" Zazie segera melangkahkan kakinya dengan begitu semangat, ambisinya seakan-akan tak terkalahkan oleh apapun.
"Dia emang Alka," kata Rakka dengan santai. Sungguh jahat ia hingga bisa mengatakan kalimat itu tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Zazie seketika tersulut emosi, api amarahnya telah menyala dengan semakin membara. "Maksud lu?!" Zazie kini mengubah arah langkah kakinya, lelaki itu berjalan cepat menghampiri Rakka yang menatapnya dengan senyum jail.
Raut wajah Rakka perlahan berubah ketika Zazie mulai menunjukkan ancang-ancang. Hingga akhirnya sebuah tendangan meluncur dengan cepat, membuat Rakka yang semula duduk di atas kursi kini harus rela tiduran di lantai.
Melihat Zazie yang nampak begitu geram, Rakka akhirnya mulai menunjukkan rasa gelisahnya. "Gu-gue kan cuma bercanda Zie, hehe," ujar Rakka dengan senyumannya yang begitu terpaksa. Lelaki itu juga nampak bergidik ngeri mendapati Zazie yang menatapnya dengan sorot mata mengerikan.
Zazie mendecak kesal, ekspresi wajah pemuda itu telah menunjukkan amarah di hati kecilnya. "Dasar kamera jahat! Sialan lu!" ujarnya dengan cukup tegas. Zazie segera melangkah kembali, menuju pintu ruang kelas yang terbuka lebar.
Rakka semula terlihat seperti anak kecil lemah tak berdaya. Mendadak ia menjadi singa besar yang siap menerkam mangsanya. "Siapa yang lu katain?! Hah?!" teriaknya tak mau kalah.
Zazie yang telah mencapai ambang pintu itu menyempatkan diri untuk berhenti dan kembali menatap Rakka, "Bodo! Pulang gue!"
"Pulang pulang sana! Lagian kenapa anak IPA satu malah main ke kelas IPS tiga?! Hah?! Kurang kerjaan emang!"
Namun sayangnya, kali ini Zazie tak menggubris kata-kata Rakka, ia terus saja melanjutkan langkahnya meninggalkan ruang kelas XI - IPS 3.
Langkah Zazie masih belum terhenti, sepertinya lelaki itu benar-benar memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Rasa kesalnya mungkin masih tersisa di hati kecil pemuda itu, namun sebagai salah satu ketua umum extracurricular sudah sepatutnya ia memiliki perawakan yang bijaksana dan berwibawa.
"Kak Zazie."
Langkah lelaki itu terhenti seketika, ia pun sosok gadis yang baru saja memanggil namanya itu. "Oh, Alka ya? Kenapa?" ujar Zazie dengan santai.
"Permisi kak, boleh tanya?" ujar gadis itu dengan begitu lembut dan penuh sopan santun. Zazie mengangguk kecil, mengizinkan Alka untuk segera melontarkan pertanyaannya. "Ini saya disuruh ngumpulin data dapodik, tapi nggak tau harus dikumpulin kemana ...," ujarnya lagi, nada bicaranya sungguh memelas, membuat semua orang pasti tak tega untuk mengabaikan ia begitu saja.
"Emm ... Mungkin ada siswa lain yang lebih baik buat lu tanyain ...," Zazie menjeda kalimatnya sejenak, lelaki itu berusaha memutar otaknya keras-keras. "Ah! Itu dia! Ayo sini ikut gue." Zazie melangkah kakinya mendahului Alka. Gadis itu memang sempat terdiam, tapi ia segera berjalan cepat guna mengejar langkah seniornya.
.
To be continue ...
YOU ARE READING
Eunoia Ron
Teen Fiction[TELAH TERBIT DI GUEPEDIA] Tak seperti siswa lain yang sibuk memegang gadget, anggota extra Candramawa justru sibuk memegang bambu runcing sebagai alat untuk mengirim roh menuju akhirat. Akan tetapi bagaimana apabila bambu runcing mereka justru men...