Bagian 04 : Roh Setia Menunggu [3/3]

33 28 0
                                    


Tak perlu basa basi lagi, Pak Yudis segera berlari menghampiri sosok Alka. Namun sosok itu kembali menghempaskan tangannya, bahkan jauh lebih kencang daripada sebelumnya, dan sukses membuat Pak Yudis jatuh terhempas ke atas tanah.

"Jangan menghalangi jalanku," ujar roh itu menggunakan tubuh Alka.

Rakka nampak semakin marah, wajahnya geramnya terlihat semakin jelas. "Seharusnya gue yang bilang gitu! Kalian roh sialan! ... Ngerepotin tau nggak?!" teriaknya penuh amarah.

Seketika sosok Alka itu nampak sangat marah, bahkan sama emosinya dengan Rakka. "Jaga mulutmu!"

"Lepasin Alka sekarang!" tak tanggung-tanggung, Rakka bahkan tak mau lagi mendengar perkataan roh itu.

"Kenapa aku harus melepaskannya?! Gadis ini yang datang sendiri padaku!" Seketika Pak Yudis yang masih tergeletak di tanah itu terkejut mati-matian, layaknya tersambar petir. Rakka mungkin juga merasakan hal yang sama, namun ia tak mau menelan kalimat itu mentah-mentah. "Dia gadis manis tak bersalah .... Berani-beraninya kalian melukai hati kecilnya?!"

Kali ini Rakka baru menunjukkan rasa terkejutnya. Lelaki itu terdiam sejenak, mencoba mengingat-ingat kembali apa yang terjadi baru-baru ini. Pak Yudis seketika menatap Rakka, seakan-akan berusaha mencari kepastian darinya. "Gue nggak nyakitin Alka sama sekali ...," ujar Rakka lirih.

"Teriakan hatinya telah menggetarkan jiwaku .... Aku tak bisa membiarkan gadis ini begitu saja," ujar sosok itu dengan nada bicara yang agak terdengar memelas.

Rakka kali ini tak sanggup untuk berteriak, nada bicaranya mulai merendah, "Bohong ... Gue nggak nyakitin Alka ...." Setelah beberapa saat, barulah ia kembali melampiaskan amarahnya, "Gue sama sekali nggak nyakitin Alka!"

Rakka mendadak berlari dengan sangat kencang, ia meraih bambu runcingnya yang sempat dihempaskan oleh roh Jayatu beberapa saat yang lalu, dan segera melemparkannya ke arah sosok Alka tersebut.

"Rakka, jangan!" Pak Yudis kini juga berlari, seketika ia mendorong tubuh Alka, menjauhkannya dari lemparan bambu runcing Rakka. Namun sosok roh di dalam tubuh Alka itu nampak tak suka, ia justru mendorong Pak Yudis hingga terlempar sejauh beberapa meter.

Pak Yudis kembali menghantam tanah dengan begitu keras, namun beliau masih belum menyerah. Dengan sisa tenaganya, beliau mencoba berbicara, "Alka, sadarlah! Inget kamu siapa, Alka! Bangun, Al! Bangun!"

"Gadis ini sekarang menjadi milikku .... Ia lebih baik mati tanpa pasangan .... Daripada harus tersakiti oleh kalian."

Amarah Rakka kian memuncak, ia benar-benar geram saat ini, "Lu...!" Namun dalam otaknya tiba-tiba terlintas sesuatu, sesuatu yang tak asing namun baru ia pikirkan saat ini. "Kalian?" ujarnya heran seraya menatap sosok Alka.

"Alka!" suara lain mendadak terdengar, dan sosok yang baru kini muncul dari bawah tangga, Zazie lah ia.

"Arg ...."

Rakka dan Pak Yudis seketika menatap sosok Alka. Mereka mendengar dengan pasti itu bukan suara roh, melainkan suara asli Alka yang sering mereka dengar. "Alka!" teriak Zazie lagi, ia segera berlari menuju sosok gadis itu.

Seketika roh di dalam tubuh Alka menghempaskan tangannya, akan tetapi ia tiba-tiba terhenti. "Alka menahannya?" kira-kira begitu lah pikir Pak Yudis dan Rakka di saat yang bersamaan.

Zazie justru mendadak terdiam, ia sama sekali tidak paham dengan apa yang terjadi. Pak Yudis pun segera memberi arahan, "Zazie, terusin! Ajak Alka ngomong!"
Zazie nampak yakin, ia segera berlari kembali, menghampiri sosok Alka seraya berteriak, "Alka, sadar!"

"Kak ...," ujar Alka lagi dengan begitu pelannya. Begitu Zazie sampai di hadapannya, seketika Alka menekuk kedua lututnya dengan lemas, ia mulai mengambil alih kendali atas dirinya sendiri.

Zazie memegangi kedua lengan gadis itu, menahannya agar tak terjatuh. "Jangan ... ambil dia .... Dia milikku ...," ujar sosok roh itu, ia masih belum juga menyerah.

"Woi sadar! Cuma lu yang bisa ngelawan!" teriak Zazie lagi.

"Kak Zazie ...."

Lelaki itu sesaat sempat kaget dengan ucapan gadis itu, namun ia segera berteriak kembali. "Jangan manggilin nama gue! ... Lawan roh itu, Al! Lu bisa, Al!" Alka seketika merubah raut wajahnya. Ia yang semula nampak datar sedatar dinding sekolahan itu kini justru nampak kesakitan. "Alka!" teriak Zazie.

Alka masih sama, ia masih nampak kesakitan, seperti melawan sesuatu di dalam dirinya. "Alka!" teriak Zazie lagi. Alka semakin terlihat kesakitan, namun ia warna matanya yang semua merah menyala itu mulai meredup.

Lalu untuk yang terakhir, "ALKA!!" teriak Zazie begitu keras. Seketika warna mata Alka kembali seperti sedia kala, dan raut wajahnya yang nampak kesakitan itu kini telah berubah, seakan-akan semua bebannya telah hilang.

Tubuh Alka mendadak lemas, ia menjatuhkan seluruh raganya tanpa ragu.Syukurlah Zazie siap sedia dan menangkapnya agar tak terjatuh. Alka sempat menatap Zazie sesaat, hingga ia perlahan mulai menutup kedua matanya, tak sadarkan diri.

Dari dalam tubuh Alka, sebuah roh keluar dan terbang tinggi ke atas langit dengan sangat cepat. "Sial!" ujar Rakka seraya mencari bambu runcingnya yang terlempar entah kemana. Sementara Zazie sendiri, ia sangat bodoh, datang kemari tanpa membawa holster maupun bambu runcingnya sama sekali.

Untungnya Rakka segera mendapati dimana letak bambu runcingnya, dan ia pun segera berlari untuk mengambilnya. Rakka mengangkat bambu runcingnya lalu segera menghadapkannya ke atas, membidik roh tersebut.

"Sial! Keluar jangkauan!" Sesaat mungkin Rakka berpikir untuk tetap melemparkannya, akan tetapi hati kecilnya justru ragu untuk melakukannya. "Lempar ... nggak ... lempar ... nggak."

Di sela-sela otak Rakka yang masih terpikir, mendadak sebuah bambu runcing meselat dengan sangat cepat dari atas sana. Tepat mengenai roh tersebut, hingga cahaya terang akhirnya mulai menyeruak.

Cahaya tersebut begitu silau, dan bersinar cukup lama di atas sana, membuat malam yang dingin nan gelap ini menjadi begitu terang dan hangat oleh sinar terang. Perlahan cahaya mulai hilang, dan roh tersebut juga hilang. Menyisakan sebuah bambu runcing yang terjun bebas, dan membentur tanah dengan perlahan.

Seketika semua mata memandang tertuju ke atas, ke arah dimana bambu runcing tersebut berasal. Nampak sosok lelaki dengan perawakan yang begitu cool dan tenang, serta wajah datar tanpa senyuman.

Laksmana ada di sana, berdiri di atas pohon dengan menawan, nampak sangat berwibawa dengan seragam Candramawa yang ia kenakan, serta sebuah busur panah yang dipegang, dan sebuah quiver yang tergantung di pinggangnya dengan beberapa bambu runcing di dalamnya. "Pengiriman roh Dewi Kilisuci menuju akhirat, selesai."

"Heh? ... Itu kah, Dewi Kilisuci?"


.

To be continue.

Eunoia RonWhere stories live. Discover now