Happy reading
Jangan lupa vote dan komen
****
Waktu bisa memanjang atau memendek tapi tidak bisa kembali. Rangkaian kejadian di setiap detiknya adalah misteri, menitnya adalah peristiwa dan setiap jamnya adalah kesimpulan. Iya, begitu cepat bukan. Seperti yang Indira rasakan. Rasanya baru kemarin ia belajar berjalan, dimandikan, diberi suapan sayang. Tangan hangat yang terselip di jari-jarinya setiap dia menyebrang jalan. Banyak, bahkan sangat banyak kenangan manis yang apabila di tulis dalam satu buku tidak akan muat.
"Ra makan dulu" Raffa memberi sepiring nasi dan lauk pauknya "mau gue suapin"
"Engga bang, gue gak nafsu"
"Dari pagi kita sibuk ngurus pemakaman, sekarang semua udah beres dan lo belum masukin apapun ke dalam perut"
"Entar malam aja gue makan"
"Enggak bisa. Gue gak mau lo sakit, lo menjadi tanggung jawab gue sekarang. Makan ya, please Ra " sangat lembut Raffa membujuknya bahkan ini kali pertama ia berkata selembut dan sehalus ini.
"Suapin tapi" pasrahnya.
"Oke"
Raffa mengambil sesendok nasi dan sayuran, di atasnya ditambah daging ayam yang dia suir, Raffa menjilat jarinya.
Indira makan dengan tidak semangat, hanya rasa pahit disetiap kunyahannya. Seperti menelan paku.
"Makan juga bang" ingat Indira karena Raffa menjilati sisa tulang ayam, terlihat nelangsa.
"Gue belakangan yang penting lo dulu"
Akhirnya Indira mengambil sendoknya, mengambil nasi dan lauk sebanyak mungkin. "Sekarang Aaaa....."
Raffa memberenggut "kebesaran itu"
"Aaaa... anak manja"
Raffa membuka mulut selebar mungkin. Satu suapan penuh masuk mulutnya, pipinya bahkan menggembung. Indira tertawa kecil, ini adalah tawa pertamanya setelah kejadian. Akhirnya mereka bergantian memakai satu sendok. Ternyata makan bersama sedikit membuat mulutnya kembali merasakan rasa bahkan diakhir piring mereka berebut.
"Punya gue ini" hardik Indira
"Tadi lo udah sesuap, giliran gue"
"Tapi sisanya sedikit"
"Gak, ini jatah gue!" Kukuh Raffa.
"Ngalah lah bang"
satu sendok diperbutkan dua orang, nasi tinggal sesuap lagi padahal.
Raffa mengambilnya pakai tangan "jatah gue!"
"Ih jorok ah"
Terakhir Raffa memberinya segelas air. Sangat baik ia melayani Indira seperti ratu bahkan bathub berisi air hangat dengan takaran panas yang dia ukur sendiri sudah siap untuk Indira.
Raffa melihat punggung itu menjauh, dari belakang saja sudah terlihat bagaimana murungnya gadis itu. Bahkan matanya sangat sayu dan bengkak sepanjang pemakaman Raffa sama sekali tidak melepaskan Indira disisinya, ia memeluk pingganya takut-takut ia jatuh pingsan namun ternyata Indira lebih kuat dari bayangannya.
***
Kini Raffa sedang membantunya mengeringkan rambut dengan hairdryer, meski agak susah di awal tapi ia menyukai pekerjaan barunya. Meski ia mendapat penolakan namun tetap saja Raffa bersikeras membantu Indira. Entahlah ia hanya takut gadis manja ini tidak bisa melakukan apa-apa setelah kehilangan orang tuanya. Dimata Raffa Indira seperti anak usia lima tahun sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SPOGULIS
RomanceTeror menyalip wajahnya. Semua semakin memburuk. Hidungnya mengkerut menahan bau alkohol yang sejak tadi menguar kuat dari mulut mereka. Diseret paksa badannya ringkih, kaki mulusnya tergores oleh beberapa benda keras dan tajam entah batu atau apala...