3 [taring]

112 11 0
                                    

Happy reading.

Semangat ku tergantung Vote.

Makasih yang udah Vote 😘

♡♡♡♡♡♡♡♡

"Udah 15 menit, gue gak mati"

"Tunggu sampe setengah jam. Siapa tahu itu racun jenis lain"

"Lo gak ngerti bercanda? Gue cuman asal jeplak. Gak ada apapun di kue itu" dengkusnya kesal.

Hening lagi. Al lebih fokus pada grand piano di kamarnya yang membuat Indira terheran-heran sejak kapan Al bermain piano. Atau itu hanya alasan padahal di dalam hatinya Al tengah berharap Indira mati dan sedang menunggu detik-detik akhir. Konyol sekali

Beruntung sekali rasanya Al sudah memakai baju. Tentu saja berganti di dalam kamar mandinya. Indira bisa mati berdiri  melihat Al ganti baju di depannya. Setidaknya denim biru selutut dan kaos putih lebih enak di pandang dibanding handuk yang melilit dipinggang.

"Reason- Yiruma, gue mau lanjut mainin itu"

"Twinkel-twinkel aja. Dari tadi lagunya bikin ngantuk"

Jemari lihainya mulai menekan tuts piano nampaknya riquesan Indira tidak berlaku. Melodi indah itu mengalun merdu mengisi kamar kembali. Indira hanya bisa menikmati lagu di balik punggung itu. Dia sempat kagum didetik piano itu dimainkan, tidak disangka Al berbakat. Namun Al berubah, dia menjadi lebih pendiam dan tidak cerewet seperti biasanya. Entah apa yang merubah kepribadian Al sampai begitu besar.

"tidur atau mati" Al bergumam. Iris coklatnya menatap Indira tertidur pulas di kasurnya seperti bayi meringkuk. Bibir merah mudanya terlihat lucu saat tidur.

"Yah gak jadi mati" Al menjauhkan jarinya dari hidung Indira.

Kaki jenjangnya berjalan menutup sliding door. Lantas menutup gordeng tanpa motif berwarna abu senada dengan tembok. Terakhir berjalan menuju lampu tidur. Sekarang suasana seperti malam, gelap lebih mendominasi padahal ini masih siang.

Pria itu nampak enggan berinteraksi dengan dunia luar. Memilih tenggelam dalam keheningan.

Al berbaring di samping Indira, dia menatap langit kamar entah apa yang dia lamunkan. Perlahan suasana hening seperti ini membuatnya mengantuk. Dia tidak peduli siapa yang satu ranjang dengannya, padahal dia paling tidak bisa satu ranjang dengan siapapun. Tapi gadis itu tampaknya pengecualian.

Mata Al membuntang saat pintu di ketuk.

"Ra, kamu masih di dalam?"

Indira ikut terbangun, membeliak seketika. dia hampir berteriak jika saja Al berhenti naik diatasnya lagi. Indira semakin membulatkan mata hitamnya. Dia terkejut dengan tatapan intimidasi Al yang membuatnya menciut, alisnya menajam. Al terlihat kuat mendominasi tubuh Indira, mengunci segala apapun yang bisa dilakukan.

Jari besarnya membungkam mulut "Dia sedang belajar piano mah, aku mengajarinya not balok" sahut Al hati-hati.

Rasanya Indira ingin berteriak kalut. Bisa-bisanya Al berbohong. Lantas memberinya isyarat untuk mengikuti dramanya. Bibir pucat keringnya mengatakan ancaman dengan jarak dekat "aku akan melakukan pilihan ke tiga jika kau mengadu" Al melepaskan bekapannya.

"I..iya tan. Bentar lagi Ira pulang"

Al menyeringai puas.

"Engga apa-apa. Kalian lanjutkan saja. Mamah sama papah mau ke toko properti dulu. Al, tolong jaga Indira baik-baik ya"

"Jangan khawatir mah. Kami gak akan main bunuh-bunuhan kok"

"Kok kamu bilang gitu sih sayang?"

"Bercanda mah. Mamah gak ngerti bercanda?" Al mengatakan itu tapi menatap lekat mata Indira, memaku seluruh tubuh Indira hanya lewat tatapan dinginnya.

SPOGULISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang