Chapter 11

130 6 0
                                    

Happy reading 😄

*
*
*

Langkah panjang Dito berakhir di depan pintu ruangan bercat putih. Tanpa diketuk, dia langsung masuk dan duduk di depan pemilik ruangan tersebut yang tentu saja bertanya-tanya.

"Jadi kabar itu benar?" tanya Dito langsung.
"Kabar..??"

Dian mengernyit bingung.

"Kabar dr. Rafa akan kembali ke RS ini!?" jelas Dito tidak sabar.
"Oh..aku tidak tahu jawaban Rafa. Tapi dr. Seto memang meminta Rafa untuk kembali." terang Dian.
"Hemm..begitu.."
"Ada apa??"
"Bukan apa-apa. Ini sudah tiga tahun berlalu. Aku ingin melihat keadaannya langsung."

Dian terkekeh. Berpikir lagi memang sudah tiga tahun berlalu setelah Rafa dibawa pergi oleh Divo untuk proses penyembuhan.

Dito sendiri tidak ikut berkunjung tapi ia selalu bertukar kabar dengan Jian mengenai keadaan Rafa. Sampai saat ini pun Dito tidak tahu penyebab dari Rafa yang menjadi seperti ini.

Dian pernah menanyakan alasannya dan jawaban yang diberikan Dito cukup membuatnya terkejut.

"Asal Rafa sehat, aku tidak peduli apa penyebabnya. Aku memiliki adik tapi dia bunuh diri karena tidak tahan dengan pembulian dan pelecehan dari teman sekolahnya. Aku selalu menanyakan penyebabnya, siapa orangnya dan menasehati dirinya untuk menjadi laki-laki yang kuat apapun yang terjadi. Tapi takdir berkata lain dr. Dian..saat pelecehan yang diterimanya untuk kesekian kalinya adikku dibuat malu bahkan dituduh jika dia menghasut orang-orang untuk melakukannya. Aku sebagai kakak tentu tidak terima dan melapor ke polisi tapi bukannya keadilan yang dia dapat malahan cacian dan hinaan terus mengalir. Hingga puncaknya keluarga yang aku laporkan mendatangi adikku tanpa sepengetahuanku. Adikku..adikku dilecehkan kembali oleh ayah dan putranya dr. Dian di rumah kami. Bagaimana aku tahu..karena aku menempatkan CCTV di rumah setelah menaruh curiga perubahan sikap adikku. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Jika aku kembali melaporkannya tentu rekaman CCTV itu akan diambil sebagai bukti dan membuat psikis adikku semakin turun. Saat aku mendapat jaga shift malam, adikku memilih mengakhiri hidupnya dengan memotong nadinya di bathup yang dipenuhi air. Aku yang mendapati adikku memilih jalan itu tentu marah pada mereka dr. Dian. Sambil mengurus pemakaman adikku, aku melaporkan kembali untuk mendapatkan keadilan untuk adikku. Dan aku memenangkan kasus itu. Aku lalu pindah ke tempatku sekarang ini dan seperti yang dr. Dian tahu sekarang." cerita Dito.

Dian masih diam saja. Dirinya tentu memahami perasaan Dito seperti apa.

"Aku menyesal tidak ada disisinya saat adikku membutuhkanku. Alih-alih menghiburnya aku justru memaksanya mengatakan semua yang di alaminya tanpa mempedulikan perasaanya. Rafa mungkin tidak menganggapku sebagai temannya tapi aku pastikan di saat dia dalam keadaan seperti ini, aku akan ada disisinya. Aku akan menunggu sampai Rafa sendiri yang menceritakannya padaku."

Dian tersenyum kecil melihat rekan sesama dokter begitu peduli dengan sahabatnya.

"Aku akan menghubungimu jika ada kabar Rafa menerimanya." ucap Dian.
"Thanks.."

*********

"Jadi Rafa sudah menerima tawaran itu?" tanya Jian.
"Mn."
"Dan kau tidak melarangnya?"
"Untuk apa aku melarangnya Ji. Kau sendiri yang mengatakan bahwa Rafa sudah sembuh total. Dia bisa kapan saja kembali ke tempat itu. Disana juga ada sahabat Rafa yang masih menunggu kepulangannya. Aku tidak seegois itu Ji."

Jian menyipitkan matanya tanda jika tidak percaya dengan ucapan Divo.

"Ck..selama itu tidak berdampak buruk untuk Rafa, aku tidak akan melarang Ji."
"Hmm..baiklah jika itu memang keputusanmu. Lalu..mengenai pernikahan kalian?"
"Ditunda lagi. Rafa masih marah mengenai gosip itu Ji." jawab Divo dengan santai. Jian hanya terkekeh.
"Aku akan pulang terlebih dulu. Aku akan menjemput kalian di bandara." ujar Jian.
"Tidak perlu Ji. Aku tahu Rafa pasti akan marah padamu. Dia masih belum melupakan kejadian dua bulan yang lalu."
"Astaga.."

Jian mengusap wajahnya dengan frustasi. Ya..dua bulan lalu..Jian harus mencium Rafa karena permainan TOD dan membuat Rafa memusuhinya.

Jika Jian muncul dalam radius pandangnya maka Rafa memilih pergi atau mengusirnya tidak peduli mengenai dirinya akan marah atau membencinya balik.


**********

Pesawat yang ditumpangi Divo dan Rafa mendarat dengan aman di bandara. Divo langsung mengajak Rafa menuju hotel sebelum ke mansionnya.

Perjalanan menuju mansionnya lebih jauh daripada jarak bandara ke hotel. Mengingat jika Rafa yang kelelahan  selama penerbangan karena sebelum terbang, Rafa melakukan operasi yang membutuhkan waktu 12 jam lebih.

Sampai di kamar hotel, Divo memberi pesan pada sepupunya dan Jian jika mereka berada di hotel untuk beristirahat dan besok baru ke mansion miliknya.

"Kamu belum tidur?" tanya Rafa yang melihat Divo masih sibuk dengan laptopnya.
"Iya sayang. Besok aku harus bertemu klien dilanjut rapat di kantor." jawab Dito masih fokus dengan laptopnya.

Rafa berjalan mendekat lalu duduk dipangkuan Divo tanpa berniat mengganggunya. Meletakkan kepalanya dan mencium rahang tegas milik tunangan tampannya lalu tertidur.

Divo tersenyum kecil melihat kelakuan Rafa yang begitu manja padanya. Divo paling menyukai sikap Rafa yang sangat manja padanya jadi Divo tidak protes ataupun marah jika Rafa akan bermanja-manja padanya kapanpun dan dimanapun.

"Aku senang kamu kembali baby.."

Divo mengecup kening Rafa penuh cinta. Bagaimana dirinya mengingat waktu yang dihabiskannya untuk menemani Rafa dalam pengobatannya.

Pengorbanannya yang dilakukan Divo tentu bukan hal yang mudah. Jika tidak memiliki prinsip dan keteguhan yang kuat, maka bukan Rafa yang dalam pelukannya.

Karena saat Rafa sadar, dia mengalami amnesia. Tidak mengenal siapa dirinya. Butuh perjuangan bagi Divo untuk memasuki kehidupan Rafa yang baru. Bahkan saat ingatan Rafa kembali, Divo belum meraih kebahagiaan.

Rafa menolaknya. Takut padanya. Divo kembali mendekatinya secara perlahan dengan bantuan Jian dan kedua sahabat Rafa.

Kesabarannya..kesetiaannya..pengorbanannya..berbuah manis dengan Rafa yang meminta dirinya di lamar bukan dijadikan sebagai kekasih. Tanpa berpikir dan menunggu waktu lagi, Divo menyanggupinya dan meminta Rafa untuk menunggu beberapa hari untuk menyelesaikan cincinnya.

Divo memandang cincin yang melingkari jari manis dalam tangan putih dan terlihat kecil dalam genggaman tangannya. Membawa pujaan hatinya dalam pertunangan adalah hadiah terindah baginya. Hanya selangkah lagi dirinya akan memiliki kekasih hatinya dengan sempurna.

Baik Divo maupun Rafa memiliki sikap posesif satu sama lain. Keduanya tidak segan-segan menunjukkan hubungan mereka pada orang yang berpotensi akan mengganggu hubungan mereka.

Sudah tidak terhitung banyaknya hati yang sakit dan kecewa karena cintanya belum diutarakan.

"Ahh..ini masih pagi ahh.."
"Mn."
"Divohh.."

Divo tidak mempedulikan protesan dari Rafa. Bibirnya terus membuat tanda di seluruh leher dan punggung Rafa. Padahal jika dilihat lagi, tanda yang diberikan kemarin belum hilang sepenuhnya.

"Benar-benar mesum!" kesal Rafa.

Tampilan Rafa pagi ini sangat berantakan, tidak seperti biasanya. Tentu saja itu ulah dari tunangan tampannya yang tidak ada bosan-bosannya menyentuh tubuh kekasih hatinya yang seksi dan selalu menggoda dimatanya.

"Jangan salahkan aku baby..salahkan dirimu yang selalu seksi dan menggoda di depanku."

Rafa mendatarkan wajahnya. Menatap tajam tunangannya yang baru bangun tidur saja tetap terlihat tampan.

"Eii..itu benar baby..dirimu yang telanjang saja aku tergoda apalagi saat dirimu yang berpakaian lengkap semakin menggodaku untuk melepaskannya." goda Divo dengan diakhri kedipan genit untuk Rafa.
"Ishh.."

Rafa memilih menuju ke kamar mandi daripada menahan malu karena godaan dari Divo. Tentu saja itu membuat rona merah di wajah Rafa di saat orang yang dicintainya mengungkapkan perasaannya melalui godaan yang terdengar mesum baginya.

***********

See you at next chapter 😉

✅Ice DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang