Happy reading 😄
*
*
*"Bagaimana keadaannya?" tanya Dafi pada Dian.
Ini kedua kali dirinya melihat sahabatnya terbaring di ranjang pesakitan. Tapi bagi Dian sudah tidak bisa terhitung karena selama di Inggris, Rafa sudah berlangganan ke RS.
"Aku diberitahu jika Rafa sadar sebentar tadi. Mungkin karena pengaruh obat tidur dan penenang."
Dafi dan Dian menatap sahabatnya dengan sendu. Bohong jika mereka baik-baik saja saat ini.
Pertama kali mereka mendengar diagnosis dari Jian tentu saja sangat terkejut dan begitu marah pada mereka. Orang-orang yang sudah membuat Rafa menjadi seperti ini.
Flashback on
"Rafa perlu penanganan lebih lanjut. Selama ini dia hanya menggunakan obat-obatan untuk menekan gejalanya tanpa terapi." terang Jian.
Rafa langsung dibawah pengawasannya. Begitu sampai RS dimana mereka bekerja, Divo meminta perawat disana untuk menempatkan Rafa di kamar VVIP.
Selain menghindari diketahui orang juga untuk ketenangan Rafa sendiri.
"Aku menyarankan Rafa untuk mengikuti proses konseling berkelanjutan. Aku bisa menjadi psikolognya." saran Jian.
Dafi diam saja. Dian yang mengetahui apa yang dipikirkan oleh sahabatnya menepuk bahunya.
"Yang penting Rafa sembuh Daf. Bukankah kita ingin melihat Rafa yang tersenyum hangat dan ceria seperti dulu..??"
"..."
"Aku tahu apa yang kau khawatirkan tapi percayalah..kita ada disana saat Rafa tidak mempunyai apa-apa. Jangan lupa dengan keluarga kita yang juga menyayangi Rafa seperti anak mereka sendiri. Jangan cemas."Ucapan Dian menyadarkan Dafi. Bagaimanapun Dian tahu bagaimana sahabatnya merasa sangat putus asa sekali dan merasa tidak berguna. Apalagi saat dirinya selalu mengabari jika Rafa sering ke RS.
Jika bukan karena pekerjaan yang tidak mudah dirinya tinggalkan tentu Dian tahu jika sahabatnya akan datang menemani Rafa. Tapi mengingat Dafi yang bekerjapada orang lain tentu mempunyai tanggung jawab sendiri.
"Kau benar. Aku akan mengabari keluargaku mengenai Rafa."
"Tidak perlu. Aku sudah mengabari Citra yang kini bersama keluargamu. Mereka berada di mansionku." sahut Divo.
"Terima kasih kak Divo."
"Aku akan mengurus perijinan Rafa disini." ucap Dian. "Kak Divo akan membawa Rafa kemana? Paling tidak aku ingin tahu kemana Rafa akan pergi. Aku dan Dafi akan berkunjung jika kami punya waktu." imbuhnya.Divo tentu saja terkejut mendengar penuturan dari salah satu sahabat kekasihnya. Bukan tidak ingin dirinya membawa kekasihnya menjalani pengobatan tapi dia juga memikirkan kehidupan kekasihnya yang disini masih menyayanginya. Makanya Divo tidak mengutarakan niatnya dan lebih memilih diam tapi siapa sangka ada yang mengetahuinya.
"Terlalu egois bagi kami jika Rafa tetap disini. Kami ingin menjaganya tapi jika Rafa bisa sembuh dengan pergi darisini maka kami membiarkan sahabat kami untuk pergi." jelas Dian.
"Aku percaya Kak Divo bisa menjaganya." tambah Dafi. "Aku akan mengemasi barang-barang Rafa sementara Kak Divo bisa mengurus sisanya."Divo tersenyum senang melihat kekasihnya dikelilingi oleh orang-orang yang tulus menyayanginya.
"Singapura. Aku akan memberikan alamatnya jika disana sudah beres."
Flashback end
"Kita pasti merindukannya. Hahh..tidak ada yang akan menendang pantatku lagi." ujar Dian.
"Khekeke..kau saja yang hobi mengganggunya." timpal Dian.
"Hei..jaga diri baik-baik disana. Jangan merepotkan Kak Divo." lirih Dian yang diam-diam menitikkan air mata.
"Kami menunggumu disini. Jangan lupa kalau kami selalu ada disisimu." imbuh Dafi.
KAMU SEDANG MEMBACA
✅Ice Doctor
FantasySinopsis Hatinya membeku setelah pengkhianatan yang terjadi. Dimatanya hanya kegelapan yang terlihat. Meski banyak cinta yang ditawarkan, tidak ada satupun yang mampu mencairkan bongkahan es dalam dirinya. Lalu bagaimana jika ada sebuah cinta yang d...