Chapter One

48 9 3
                                    

"Selamat datang, semoga perjalananmu menyenangkan!" ucap seorang pramugari yang menyambut para penumpang di depan pintu pesawat. Pramugari itu tersenyum padaku. Aku membalasnya dengan senyuman singkat.

Aku memeriksa kembali boarding pass yang kukantongi dari tadi. Kursiku nomor 9C. Sepertinya aku duduk di dekat jendela. Bukan masalah, justru aku suka. 7..8..9.. nah, ini dia, kursi 9C! Persis di sebelah jendela, seperti dugaanku. Aku meletakkan ranselku di bagasi kabin, lalu duduk di kursiku dan memasang sabuk pengaman. Perjalanan dari Los Angeles ke Atlanta akan memakan waktu cukup lama, 4 jam 30 menit. Dalam waktu selama itu, aku bisa menghabiskan 2 atau lebih film atau mendengarkan 1 album penuh The 1975. Aku sudah menyalakan mode pesawat pada iPhone-ku.

Tak lama kemudian, datang seorang wanita yang terlihat seusia granny hendak duduk di kursi sebelahku. Wanita tua itu terlihat kesulitan hendak meletakkan barang bawaannya di bagasi kabin. Sementara pramugari lain terlihat sibuk dengan penumpang lain, sehingga tidak menghiraukan wanita tua itu.

"Biar aku bantu, nyonya.." aku segera bangkit dari kursiku dan meletakkan barang bawaan wanita tua itu ke dalam bagasi kabin.

"Terima kasih, terima kasih..." ucap wanita tua itu sambil tersenyum senang setelah kubantu meletakkan kopernya.

"Terima kasih kembali..." balasku sambil kembali ke kursiku. Wanita tua itupun duduk berjarak satu kursi di sebelahku.

"Licorice?" wanita tua itu menyodorkan bungkus permen licorice padaku.

"Wah, terima kasih..." ucapku sambil mengambil sebuah permen licorice.

"Cucuku suka sekali permen licorice, jadi aku membawa banyak untuknya di dalam tasku.." kata wanita tua itu dengan riang, memulai pembicaraan. Cara bicara wanita tua ini mengingatkanku pada granny. Well, aku suka orang tua. Aku suka wangi baju mereka, selain itu bagiku berada di dekat mereka itu terasa menenangkan.

"Aku juga suka permen licorice," kataku.

"Well, aku punya banyak jika kau mau lagi," wanita tua itu tertawa renyah. "Ngomong-ngomong, aku Janice.." beliau mengulurkan tangannya padaku.

"Senang bertemu denganmu, Janice. Aku Alana," aku menyambut tangan Janice sambil tersenyum.

"Alana... Nama yang cantik sekali.." gumam Janice sambil tersenyum. "Apa yang membawamu ke Atlanta, Alana?"

"Untuk awal yang baru," jawabku sambi tersenyum tipis. "Uhm, aku akan tinggal di Vinings untuk bersekolah."

"Vinings, huh? Pinggiran kota yang menyenangkan. Aku suka disana. Kalau aku akan mengunjungi anakku di Atlanta, di Ansley Park. Dia baru saja melahirkan anak kedua.." kata Janice.

"Oh, ya? Selamat, Janice!" ucapku.

"Terima kasih. Anaknya perempuan. Aku akan merekomendasikan nama 'Alana' pada anakku. Siapa tahu dia akan menamai cucuku itu," kata Janice sambil mengedipkan matanya.

"Aaaaaaww..." aku tertawa kecil. Janice sangat manis, membuatku merindukan granny yang tinggal di Fresno sana.

"Disini kapten yang berbicara, pesawat akan segera take off. Dimohon untuk memasang sabuk pengaman Anda," kata kapten pesawat melalui pengeras suara.

"Oh, kita akan take off," gumam Janice.

Aku memperbaiki posisi dudukku. Pesawat mulai bergerak, siap-siap untuk take off. Aku suka saat take off. Take off adalah saat kesukaanku selama di pesawat. Aku terus melihat ke jendela. Pesawat mulai naik ke langit, membuat rasa geli di perut. Langit siang ini terlihat berwarna biru cerah, nyaman dilihat mata. Pesawat menembus awan-awan putih yang tampak fluffy seperti permen kapas. Waktu aku kecil, aku selalu bermimpi tidur diatas awan. Pasti menyenangkan. Apa cuma aku yang seperti itu?

Best FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang