"Welcome to mi casa.." ucapku sambil membuka kunci apartemen. Dean katanya mau menumpang makan burrito-nya di sini. "Sepatunya taruh di sini, ya!" Aku menunjuk rak sepatu yang terletak di sebelah kiri pojok, dekat pintu.
"Wah, rapi sekali.." gumam Dean. "Jadi malu ingat kamar sendiri.."
"Heh, rapi apanya?" Tanyaku. Di wastafel masih ada piring bekas sarapan bacon dan telur tadi pagi yang malas kucuci. Di meja belajarku juga masih berceceran buku, amburadul pokoknya.
"Hup!" Dean langsung meloncat ke kasurku. Lalu berguling bolak-balik sebanyak 3 atau 4 kali. Entahlah, mungkin itu ritualnya ketika mengunjungi kamar temannya. Aku menyalakan TV untuk meramaikan suasana.
"Ngomong-ngomong, Al, apartemen ini sepi banget. Seperti cuma kau yang tinggal disini," kata Dean.
"Apartemennya kan masih baru. Di lantai bawahku ada ibu-ibu tinggal disini, kok," jawabku.
Dean membentuk huruf "o" dengan mulutnya. Lalu kembali berguling mendekati meja nakas di sebelah kanan kasurku. Kemudian menggapai kantung kertas Chipotle berisi burrito yang diletakannya di sana.
"Hey, Al, kau punya mustard? Aku lupa ambil tadi di sana.." katanya.
"Wait.." gumamku, lalu mengambil botol mustard di dalam kulkas. "Jangan sampai tumpah, loh, aku baru mengganti sepreinya!"
"Siap.." kata Dean. Ia menambahkan beberapa mustard pada burrito nya.
Aku dan Dean pun memakan burrito kami bersamaan. Makan burrito dan minum jus jeruk setelah capek latihan memang nikmat. Burrito-burrito itupun habis dalam hitungan menit.
Aku melihat bungkus Chipotle milik Dean. Masih ada satu burrito lagi di dalamnya. "Satu lagi untuk siapa? Untukmu juga?" Tanyaku dengan nada bercanda.
"Oh, nggak, itu untuk Denise," jawab Dean. Denise adalah adik perempuan Dean yang sekarang duduk di kelas 8, kapten cheers juga di sekolahnya. "Dia suka burrito ayam extra sayur kol dan tomat. Plus mayonnaise yang banyak.."
"Waw, kau memang kakak yang baik, Dean. Sampai hafal detail burrito kesukaan adiknya.." kataku sambil bertepuk tangan.
"Tentu saja.." kata Dean sambil senyum-senyum sendiri.
"Kalian sepertinya dekat sekali, ya?" Tanyaku.
"Ya begitulah.." jawab Dean. "Anak itu suka sekali meniruku. Dulu saat aku ingin les biola, dia les biola juga. Saat aku tertarik les balet, dia les balet juga. Saat aku masuk cheers, dia ikut masuk cheers juga. Bahkan dia juga jadi kapten.."
"Adikku, Annie, juga begitu.." kataku sambil tertawa kecil, mengingat Annie di rumah. Di LA sana.
"Di rumah hanya ada aku dan Denise. Ada juga Molly, asisten rumah tangga kami. Tapi ia tidak tinggal di rumah. Mom dan dad, mereka sudah bercerai sejak aku masuk SMA. Mom tinggal bersama tunangannya di Madison. Dan dad tinggal bersama keluarga barunya di Phoenix. Biasanya mereka akan bergantian mengunjungi kami 2 bulan sekali. Tapi sudah lama mereka tidak mengunjungi kami lagi. Paling hanya mengirimkan uang untuk kebutuhan kami saja.." kata Dean.
"Makanya kalau aku lulus SMA nanti, aku mau kuliah di luar kota yang jauh dan membawa Denise bersamaku. Kami akan tinggal berdua di apartemen. Aku juga akan kuliah sambil bekerja, supaya tidak bergantung pada uang dari orang tua kami lagi.."
Dean meneguk iced tea-nya sampai habis. "Bagaimana denganmu? Apa ceritamu? Kenapa kau pindah ke Vinings? Kau mencuri sesuatu sampai kau melarikan diri kesini?" Tanya Dean dengan nada bercanda.
Pertanyaan Dean membuatku terdiam, berpikir. Haruskah aku memberi tahu Dean? Bagaimana nanti reaksi Dean kalau aku memberi tahunya? Apakah ia akan membenciku? Pikiran-pikiran jelek kembali datang menghampiriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Friends
Teen FictionSetelah kepergian adiknya, Alana memutuskan untuk pindah dari LA ke sebuah kota kecil di Atlanta, dan tinggal sendirian di sana untuk memulai hidup baru. Di hari pertama di sekolah barunya, ia langsung menjadi bagian dari sebuah kelompok pertemanan...