"Oh my.." gumam Tiff.
Rupanya Dean membawa kami ke lapangan paragliding. Tinggi sekali sampai kami bisa melihat Vinings dan sekelilingnya dari atas sini. Di depan kami sudah ada alat-alat untuk paragliding, termasuk parasutnya.
"Surpriiiiseee, kita akan main paragliding!" Seru Dean. "John, teman ayahku yang punya bisnis wisata paragliding ini. Jadi kita semua boleh naik gratis!"
"Omg, seriusan?" Tanya Dave. "Aku terakhir paragliding di Hawaii, itupun sudah lama sekali.."
"Aku belum pernah paragliding sebelumnya.." kata Sam.
"Aku juga.." kataku, Pat, dan Tiff.
"Aku di Korea sering paragliding. Seru, loh!" Kata Jeff.
"Nuh-uh, aku nggak mau!" Kata Z yang memang agak takut ketinggian.
"Ayolah, Z, sekali-sekali!" Kata Dean.
"Nggak mau!" Kata Z.
"Naiknya berdua-berdua kok, bertiga malah sama instrukturnya, nggak sendirian. Tenang saja.." kata Dean lagi mencoba membujuk Z.
Setelah perjuangan panjang membujuk Z, akhirnya Z mau ikut. Barulah kami mulai memakai alat pengaman untuk paragliding. Aku akan naik dengan Yvan. Tiff dengan Pat. Dean dengan Jeff. Z dengan Sam. Sementara Dave mau sendiri.
Aku dan Yvan memakai helm dan sarung tangan. Lalu instrukturnya memasangkan alat yang bentuknya seperti tas ransel besar yang cukup berat padaku dan Yvan. "Ini untuk tempat duduknya," katanya.
"Oh, untuk tempat duduk toh.." gumamku.
"Oke, sudah aman. Kita sudah siap untuk terbang!" Kata instruktur.
"Hah?" Jantungku mulai berdegup kencang.
"Whoooo, let's do this!" Kata Yvan excited.
"Dalam hitunganku, kita lari ke sana, ya," instruktur itu menunjuk jurang di depan kami.
"Hah?!" Tanyaku, auto frustasi melihat jurang.
"Oke, 1..2..3.. lari!" Hitung instruktur itu.
"Lari, Al!" Seru Yvan yang berada di belakangku.
"Lari, lari, lari!" Seru instruktur itu.
Akupun lari. Agak sedikit berat, karena tersendat berat badan orang belakangku, Yvan dan instruktur itu. Aku berlari ke jurang sambil menutup mataku. Refleks berteriak.
Aku bisa merasakan tubuhku melayang dan kakiku tidak lagi menyentuh tanah. Tapi aku masih enggan membuka mata. Paragliding-nya bergerak-gerak liar karena terbawa angin. Aku masih berteriak.
"Kau bisa membuka matamu sekarang, Al!" Seru Yvan, agak berteriak di telingaku.
"Nggak mau!"
"Nanti menyesal loh, kalau nggak lihat viewnya!" Kata instrukturnya.
"Wooohooo.." pekik Yvan.
Aku pun membuka mataku. Kami sudah ada di udara. Dibawah kakiku terlihat seluruh Georgia. Semuanya terlihat sangat kecil di atas sini. Paragliding mulai bergerak-gerak lagi karena terbawa angin. Aku berteriak lagi, karena takut jatuh. Sementara Yvan tertawa keasyikan.
"Al, Yvan!!" Aku mendengar suara Dean dari kanan. Aku menoleh. Rupanya mereka memang ada di sebelah kami.
Dean dan Jeff melambaikan tangannya pada kami sambil tertawa. Aku dan Yvan melambaikan tangan balik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Friends
Teen FictionSetelah kepergian adiknya, Alana memutuskan untuk pindah dari LA ke sebuah kota kecil di Atlanta, dan tinggal sendirian di sana untuk memulai hidup baru. Di hari pertama di sekolah barunya, ia langsung menjadi bagian dari sebuah kelompok pertemanan...