Hari ini Tin ngajuin diri buat jemput adek les. Mas Alan lagi bantuin mami perbaiki mesin cuci dan Can lagi ngasuh anaknya sepupu mami yang dititip di rumah mereka. Tin yang kebetulan lagi main di rumah Can langsung semangat nawarin diri buat jemput adek.
Tin jemputnya pakai motor Can, menurut Can lebih aman pake motor matic dibanding motor gede Tin, nanti adek jatuh. Mami udah bekalin Tin dengan kartu penjemputan, semacam tanda pengenal yang harus dibawa oleh penjemput yang menandakan kalau orang tersebut memang utusan keluarga. Sampe di tempat les adek, Tin tau kenapa mau jemput aja ribet banget pake kartu-kartu segala. Ternyata tempat les adek di kawasan pertokoan elit, yang didatangi oleh kalangan jetset, tempat les adek aja dijaga oleh tiga orang security.
Selesai parkir motor, Tin langsung disapa oleh bapak satpam. "Mau jemput siapa, mas?"
Tin mengangguk kaku, "mau jemput adek saya pak, namanya Daimond."
"Oh, Daimond. Bawa kartunya?"
"Bawa, ini pak," Tin ngeluarin kartu yang dikasih mami dari kantongnya.
Satpam tersebut melirik kartu Tin sekilas kemudian menunjuk ke arah lobby, "Langsung ke lobby saja, mas. Ke resepsionis, sebentar lagi anak-anak keluar."
Tin pamit dan buru-buru ke lobby. Di lobby sudah ada beberapa orang tua yang menunggu anaknya selesai. Tin merasa salah kostum, yang nongkrong di lobby pada rapi memakai setelan, sementara Tin cuma pakai kaos oblong, celana pendek dan sendal jepit, mana belum mandi sejak pulang sekolah tadi. Tin pikir tempat lesnya adalah tempat les biasa karna mas Alan juga berpakaian selayaknya Tin setiap menjemput adek, tapi ternyata sampai disana Tin jadi malu sendiri.
Tin mendatangi mba resepsionis dan menunjukkan kartunya, "mau jemput adek saya, mba."
Si resepsionis memperhatikan kartu Tin kemudian mengangguk, "Ditunggu saja, mas. Kelasnya belum selesai."
Tin duduk di sebelah bapak-bapak yang sibuk dengan handphone-nya. Tin nyesal nggak bawa hp, dia pikir dia nggak bakal awkward gini nungguin si adek, tau gitu dia pasti bawa hp buat chattingan sama Can.
Tin akhirnya membaca-baca stand banner yang ada di dekat meja resepsionis, banner tersebut menampilakan profil tempat les serta program yang mereka tawarkan.
Tempat tersebut menerima siswa usia pre-school hingga SMA. Tin fokus membaca program preschool, menebak kira-kira adek belajar apa. Ada pelajaran membaca, berhitung, dan menggambar bagi anak seusia adek dan Tin tidak mengerti hampir setengahnya. Programnya menyadur metode-metode terkenal luar negri yang Tin tidak paham apa faedahnya.
Sewaktu Tin TK, dia belajar mengeja dengan guru les yang dipanggil mamanya ke rumah, tidak pakai metode-metode asing, dan Tin tetap juara kelas. Anak sekarang memang aneh-aneh, batin Tin.
Tak lama, salah satu pintu kelas di lorong di sebelah Tin terbuka, anak-anak satu persatu keluar dari ruangan tersebut. Sebagian anak langsung menemui orang tua mereka yang menunggu, sebagian lagi celingak-celinguk mencari orang tua yang belum datang. Anak-anak yang orang tuanya belum datang tersebut masuk ke ruangan di seberang Tin, ruangan tersebut bertuliskan 'Ruang Tunggu Anak', ada banyak permainan tersedia di dalamnya.
Tin memperhatikan adek keluar sambil tertawa-tawa dengan teman-temannya, diikuti oleh guru mereka. Salah seorang teman adek berkata dengan dramatis, "I don't like oom badut, he's creepy. He has knife under his costum."
Adek protes sambil berkacak pinggang, "No, he doesn't! Oom badut is nice, he gave me candy!"
Guru mereka tertawa sambil mengacak rambut adek, "I don't think your parents would allow oom badut to bring knife to your birthday party, Richard. Oom badut is a nice person who likes jokes, why don't you give it a try, see if you can like him like your friends do."
KAMU SEDANG MEMBACA
Adek
FanfictionTin baru pindah rumah, dia langsung dapat teman baru. Teman balita.