Part 3

2.1K 109 0
                                    

18 tahun kemudian...

Di dalam sebuah ruang kerja, seorang CEO sedang memarahi sekretarisnya.

" Claudya, kamu itu niat kerja nggak sih sama saya? "

" Niat donk pak George. "

" Kalau kamu niat kerja, kamu kenapa selalu menolak ajakan saya setiap dinas keluar kota? "

" Nggak selalu kok pak. "

" Iya, tapi sering...!!! Memangnya kenapa? "

" Ya...ya gitu deh. "

" Gitu deh bagaimana? Ngomong yang jelas...!!! Kamu mau saya
pecat? "

" Jangan donk pak, cari kerja itu susah. "

" Udah tahu susah, kamu ngapain selalu menolak untuk menemani atasan kamu dinas luar kota? Kamu takut sama saya? Takut saya apa-apain saat kita hanya berdua di hotel? Come on Claudya, kita di hotel nggak satu kamar. "

" Saya nggak takut kok pak sama bapak. Saya juga tahu kok, nggak mungkin juga kita satu kamar hotel, saya kan bukan istri bapak. Lagian saya nggak mau lah tinggal dalam 1 kamar dengan pria yang bukan suami saya. Saya aja nggak mau, 1 kamar sama kakak-kakak saya. "

" Terus alasannya apa? "

" Bapak ajak asisten pribadi bapak aja, pak Beni buat dinas keluar kota bersama bapak. Sesama pria kan enak pak, bisa 1 kamar hotel juga, lebih irit pak buat biaya hotel. Apalagi kalau bapak Jeruk makan Jeruk. "

" What? Maksud kamu saya itu gay? "

" Mungkin pak, soalnya bapak nggak nikah-nikah, tahun depan umur bapak kepala 3 loh. "

" Kamu ini, ngapain ngurusin umur saya dan pernikahan saya? Umur kamu aja tahun depan 1/4 abad. "

" Nggak ngurusin sih pak, tapi kan siapa tahu kalau bapak udah nikah, frekuensi darah Kambing di tubuh bapak bisa berkurang kadarnya menjadi 50%, lumayanlah pak. "

" What? Darah Kambing? "

" He...he...he...iya pak, Da...rah... Kam...bing alias darah tinggi pak. "

" Claudya...!!! Kamu ini benar-benar buat saya jadi tambah emosi ya. "

" Jangan emosi pak, sabar, sabar, hadapi semua permasalahan dengan senyuman pak, seperti ini..."

Ucap Claudya sambil memamerkan gigi-giginya pada George. George langsung menutup wajahnya dengan kedua tangannya sendiri. Claudya pun kembali berkata...

" Ya bapak, wajah bapak jangan di tutupin seperti itu donk. "

" Memangnya kenapa? "

" Saya kan jadinya nggak bisa lihat kedua bola mata bapak yang berwarna Biru. "

" Kedua bola mata saya? Bukan wajah tampan saya? "

" Wajah bapak biasa aja, pasaran. "

" What? "

" He...he...he...maaf pak. Tapi benaran kok, banyak pria-pria yang wajahnya setampan wajah bapak. Tapi yang memiliki kedua bola mata yang berwarna Biru seperti bapak kan jarang, hanya orang-orang bule dan blasteran seperti bapak. Kecuali kalau kita sekarang berada di Amerika. Pasti banyak banget deh, yang punya mata Biru sebiru mata bapak. "

" Dan kamu pasti iri dan minder kan karena hanya kedua bola mata kamu yang berwarna Hitam? "

" Ya gitu deh. "

" Kamu ngapain lihatin kedua bola mata saya terus? "

" Habisnya kedua bola mata bapak indah banget, seindah lautan dan seindah langit Biru. "

" Sok puitis banget sih kamu. "

Tiba-tiba George mengingat sesuatu dan berguman sendiri.

" Langit Biru? "

" Ada apa pak dengan langit Biru? "

" Nggak ada apa-apa, cepat keluar dari ruangan saya dan hubungi asisten pribadi saya sekarang juga, saya mau pergi ke suatu tempat. "

" Kemana pak? "

" Bukan urusan kamu. "

" Iya pak, tapi saya Minggu depan nggak akan dinas keluar kota bareng bapak kan? "

" Iya. "

Terbanglah Bersamaku (1-10 End).Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang