Vision 9

2K 288 74
                                    

"Dobrak saja pintunya, lalu tembak pembunuh itu!" usul Yoongi penuh amarah.

"JANGAN!"

Namun suara lantang mengejutkan semua orang.

"Kenapa, Tae?" tanya Yoongi tak senang.

"Jangan tembak. Pria itu—" Taehyung berhenti sesaat mengatur nafasnya yang terasa sesak. Tangan gemetarnya saling meremas menghalau gundah yang menyerang hatinya.

"Ada bom di sini."

"BOM? Jangan bercanda! Apa maksudmu, Tae? Dari mana kau dapatkan info itu?" Pertanyaan beruntun terlontar dari Yoongi yang tak henti mengguncang bahu Taehyung. Sedangkan remaja itu terdiam dengan gurat keresahan yang sangat jelas terpatri di wajah.

"Yoon, hentikan! Kau membuatnya takut." Jin menjauhkan Yoongi dari Taehyung, merangkul bahu yang lebih muda untuk menenangkan. Benar saja, ia terlihat gemetar dengan jari-jari yang bergerak tak terkontrol.

Hana mengusap kasar air matanya, menghampiri Taehyung lalu mengajaknya duduk di bangku.

"Apa penjahat itu yang mengancam bom?"

Taehyung menggeleng.

"Koo yang bilang?"

Sekali lagi remaja itu menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri dengan pelan.

Hana menarik napas panjang, menggenggam jemari tremor Taehyung sambil mengusap lembut punggung tangannya.

"Kalian bertelepati?"

Dua obsidian kembar itu terbelalak, mengganti binar sayu menjadi harapan. Remaja itu mengangguk mantap. Ada rona kelegaan terpancar saat Hana menanyakan hal itu.

Sejujurnya, Taehyung ingin menjelaskan semua yang terjadi, tentang kemampuan telepatinya dengan Jungkook dan pesan yang disampaikan sang Albarka. Namun bukan hal mudah untuk mengatakan kebenaran yang dianggap mustahil. Ia khawatir orang-orang tak akan percaya atau yang terburuk menganggapnya gila.

"Bibi Hana, pria itu meletakkan bom di antara tumpukan kardus dalam ruang penyimpanan obat. Bila kalian melukainya, dia akan meledakkan apotek dengan alat pemicu yang dibawanya."

"Keparat!" umpat Yoongi, spontan mengalihkan perhatian sang ibu.

"Jaga ucapanmu, Kim!" pintanya tegas. Wanita berprofesi dokter ini tak menyukai sulungnya mengeluarkan kata makian.

Yoongi menunduk, merutuki kebodohannya. Tak disangka kata ajaib itu akan meluncur bebas dari mulutnya di saat sang ibu bersamanya. Walau tak dipungkiri makian jadi bagian dari kesehariannya di dunia kerja tapi tidak saat bersama keluarga. Sosok ibu begitu menjunjung tinggi etika berbicara.

"Tolong lanjutkan, Nak," pintanya pada Taehyung yang terlihat berkaca-kaca.

"Jae Suk, dia memaksa Koo." Taehyung usap air matanya, tarik napas dengan berat dan lanjutkan kalimatnya yang terputus.
"Bunuh diri."

"Hana terhenyak. Air mata kembali menggenang dan mengalir di pipi yang dengan cepat disekanya.

"Bunuh diri? Dengan cara apa?"

"Menyayat nadi tangannya, Bi."

Hana memejam mata, mengumpulkan segenap kekuatan untuk menata hatinya.

"Kita hanya punya waktu tak lebih dari empat puluh menit untuk menyelamatkan nyawa Koo," ucapnya dengan suara bergetar.

Hana berdiri hampiri Yoongi dan menatap penuh harap pada manik pekat sang anak.

"Ibu mohon, selamatkan adikmu."

Dan tangis tertahan itu akhirnya pecah. Yoongi merengkuh wanita yang dicintainya dalam pelukan, membiarkannya melepas beban yang membuncah. Sebuah janji pun dibisikkannya.

THE ALBARKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang