Setelah acara bermain dengan Taehyung dan Yoongi, tiba-tiba saja demam mendera Jungkook. Entahlah, sejak Commotio Cerebri menimpanya, remaja ini terlihat lebih ringkih dari sebelumnya. Untung saja ada Hana yang sedang cuti kerja hingga raut duka tidak terpasang di wajah Yoongi— ya walau masih tersisa sikap over galau yang membuat si ibu geleng kepala.
Seperti saat itu, Yoongi mendapati Jungkook meringkuk di kamar dengan suhu tubuh di atas normal dan tanpa pikir panjang pria berkulit putih itu menelpon rumah sakit dan meminta dokter segera datang. Jawaban operator RS mengembalikan nalarnya yang segera tersadar bahwa Hana ada di rumah, sedang memasak bubur untuk sang adik.
Yoongi pun bernapas lega dan tenang tinggalkan Jungkook setelah sebelumnya berpamitan dengan Hana dan memberi kecupan hangat di kening adiknya.
.
.
."JANGAN."
Jungkook terbangun dari tidurnya, berkeringat dengan tubuh gemetar lalu tangan lembut menyentuhnya.
"Tenang sayang, ibu di sini."
Hana seka keringat yang banjiri kening bungsunya yang tersentak bangun dengan napas tidak beraturan. Wanita yang tetap cantik diusia yang tak lagi muda itu berusaha meraih gelas di atas lemari kecil tapi gerakannya terhenti saat Jungkook memeluknya erat.
"Ibu, takut." Ucapnya lirih.
Hana sadar sesuatu menghantui tidur Jungkook. Bukan sekali ini putranya bermimpi buruk. Sejak kemampuannya menghilang, cerita bawah sadar selalu temani hari-harinya.
Dipeluknya erat Jungkook, ciumi pucuk rambutnya yang basah oleh keringat."Tenanglah Sayang, hanya mimpi kok."
"Seperti nyata, bu. Apa ini vision?" tanya Jungkook dengan wajah yang masih bersumbunyi di pelukan Hana.
Wanita ini lepas rengkuhannya, angkat wajah muram Jungkook dan menangkup dengan kedua tangannya.
"Berdoalah. Percaya pada ibu, semua akan baik saja."
Jungkook mengangguk, nikmati kecupan adiktif yang berhasil tenangkan tremor tubuhnya. Ia mengubah posisi duduknya kembali rebahan berbantal paha Hana.
"Aku berharap, kemampuanku kembali."
Atensi Hana terpusat sepenuhnya pada Jungkook, terkejut dengan kalimat yang terucap dari bibir pucat itu.
Dua bulan sudah kemampuannya menghilang dan baru kali ini menginginkannya kembali.
"Kenapa, Nak?"
"Ada firasat buruk, Bu. Sesuatu akan terjadi."
Hana memijit lembut kening Jungkook yang berkerut tipis, merasakan sensasi panas di tiap sentuhan.
"Istirahat, jangan dipikirin mimpinya. Sekarang makan, ya."
Senyum kelegaan merekah saat si pemilik gigi kelici mengangguk.
"Bu ..."
Panggilan manja Jungkook hentikan langkahnya tepat di gawang pintu dan wanita itu berani bertaruh demi diskon di butik langganannya, si bungsu pasti ingin ...
"Tapi suapin, ya."
Gotcha! Benar tebakannya.
Hana membalik tubuhnya dengan satu tangan disandarkan di pintu dan tangan lain memilin rambut memberi tatapan menggoda pada sosok yang ternganga."Hmm, Koo berani bayar ibu berapa?"
Ya Tuhan entah hantu apa yang merasuki ibunya, Jungkook speechless. Ia bergeming hingga tawa si dokter cantik kembalikan sadarnya.
"Bagus kan akting ibu? Tadi ada adegan ini di drama pagi, tiba-tiba saja ingin praktekkan. Tadinya mau ibu coba pada kakakmu tapi dia mendadak keluar. Gimana? Cocok tidak ibu jadi artis?"
Jungkook menggeleng cepat.
BIG NO!
Tidak pernah terpikir olehnya sosok anggun panutan menjadi tontonan seantero Korea beraksi seperti—ah bahkan membayangkannya saja tak sanggup.
Hana tergelak melihat Jungkook yang masih dalam mode shock hingga memutuskan untuk berkata;
"Iya, ibu suapin. Tapi harus habis ya."
Belum sempat Hana berbalik suara dering handphone mengalihkan langkahnya untuk keluar. Sepertinya Jungkook belum sepenuhnya tersadar dari shock terapi sang ibu hingga tak mendengar suara yang begitu memekak telinga.
"Koo, Namjoon telpon," ujarnya menyerahkan ponsel.
Hanya ada konversasi pendek namun sukses torehkan gurat gelisah. Tangannya tak henti meremas ponselnya yang tak lagi tersambung.
"Kak Joon bilang, Kak Tae pergi. Ponselnya tak bisa dihubungi. Ke mana ya, Bu? Kak Yoon—"
Dengan gusar Jungkook men-dial nomer Yoongi, mengulangnya hingga beberapa kali tapi sang kakak tak juga mengangkat.
"Jangan-jangan ..."
.
.Semua gelap. Hanya ada kesunyian dan dua kali deram kereta api menemani dirinya yang terikat kuat di kursi kayu.
Suara pintu terbuka dan derap langkah mendekat seiring essence mawar yang tiba-tiba menyeruak di penciumannya— aroma yang sangat ia kenal.
"Hai, lama tak berjumpa, Dear Yoongi?" sapa sang pria seraya melepas penutup mata korbannya.
Yoongi tersenyum tanpa semburat khawatir di wajah, "Kau merindukanku?"
•
•
•Masi lanjut
10112019Oya, mau promosi cerita baru (tapi sudah lama): MARS
Ditunggu cintanya untuk adek baru The Albarka :")
Oya, kalau Bry buat cerita baru, mau yang seperti apa?
•Tokoh utama berjuang dengan penyakitnya?
•Tokoh utama...?
•Happy or sad ending?
•Atau mungkin tokohnya tergila-gila mengejar cinta Bry?Makasih banyak buat pembaca semua, kisah sederhana ini akhirnya terbaca 10k
Beneran ngga sangka huhuhu. Tolong, tissue...Borahae
KAMU SEDANG MEMBACA
THE ALBARKA
FanfictionMembaca masa lalu Meraba masa depan Sang Albarka mengurai benang takdir yang tersimpul lalu terluka dan Hira memulihkan. BTS OT7 Brothership Story