Dia berharap semua pria yang hidup di semesta ini adalah pria yang berani, bertanggung jawab, dan tidak pengecut.
🍫🍫🍫
Seungwoo turun dari taksi itu. Diikuti Seungyoun yang turun dari pintu berbeda dengan Seungwoo.
Netra Seungwoo menangkap segala rinci rumah Seungyoun. Damai, rimbun, tenang. Dia pun mungkin akan betah jika disuruh tinggal di sini.
Mungkin.
Rumah Seungyoun sudah gelap. Hanya tinggal lampu remang-remang di depan rumah saja yang menyala. Bagaimana tidak, sekarang sudah pukul 1 dini hari, dia dan Seungyoun justru mengelayap ke sini.
"Youn?" Seungwoo menatap Seungyoun yang hanya berdiri sambil menatap rumahnya itu.
Seungyoun menolehkan kepala pada pria di sebelahnya. "Ayo masuk. Tapi pelan-pelan, ya, Hyung."
Jadi tadi, saat Seungyoun meminta Seungwoo mengantarkannya ke rumah, Seungyoun bukannya mau pulang. Ia hanya ingin kembali sebentar ke rumah untuk mengambil buku mapel kuliahnya. Itu pun harus dini hari. Ketika Seungwoo bertanya alasannya, kata Seungyoun; 'supaya aku nggak perlu ketemu appa dan eomma-ku, Hyung. Aku malas berdebat dengan mereka lagi.'
Jadilah mereka berdua masuk ke rumah Seungyoun dengan mengendap-endap. Seperti maling. Untungnya, Seungyoun membawa kunci cadangan rumahnya. Jadi dia bisa langsung masuk tanpa harus dibukakan pintu.
Begitu masuk, suasana rumah sungguh gelap. Hanya ada sedikit cahaya remang dari dapur. Seungwoo hanya berjalan mengendap mengikuti arah gerak Seungyoun.
"Hyung, ayo ke atas. Ke kamarku," ucap Seungyoun pelan. Seungwoo mengangguk patuh, lalu berjalan pelan di belakang Seungyoun.
Sampai di kamar, Seungyoun menyalakan lampunya. Dia segera mengambil semua buku mapel kuliahnya, tak lupa membawa beberapa helai baju. Dan... Boneka beruang coklat kesayangannya.
Sementara Seungwoo hanya berdiri di samping pintu. Menyenderkan punggungnya ke tembok. Dia hanya khawatir jika orang tua Seungyoun tiba-tiba bangun dan mendapati anaknya sudah kembali ke rumah. Nanti kalau Seungyoun tidak diizinkan tinggal di apartemen Seungwoo bagaimana? Dia harus tinggal sendiri lagi, begitu?
Eh, tapi kenapa Seungwoo harus memikirkan itu?
"Hh, biasanya aku juga tinggal sendiri," gumam Seungwoo pelan. Tak dapat terdengar oleh kedua telinga Seungyoun tentu saja.
"Hyung, udah. Ayo pergi," Seungyoun menepuk pundak Seungwoo pelan.
Pria Han mengerjap kaget. Buyarlah semua pikirannya baru saja. Ia menangkap sosok Seungyoun di hadapannya. Menggendong satu tas punggung, lalu salah satu tangannya memeluk boneka beruang coklat yang sangat besar.
Bahkan ukurannya lebih besar dari lebar badan Seungwoo.
"Astaga. Ya udah ayo," Seungwoo mendahului jalan Seungyoun. Seungyoun mematikan lampu, lalu menutup pintu kamarnya perlahan. Setelah memastikan tidak ada orang, mereka mengendap berjalan menuju pintu rumah.
"Cho Seungyoun, itu kamu?"
Deg.
Seungyoun menghentikan langkahnya. Seungwoo yang berjalan di belakangnya otomatis menabrak pelan pria Cho itu.
Lampu dinyalakan. Terang.
Bisa Seungyoun lihat, eomma-nya berdiri tepat di depan pintu kamarnya sendiri.
Seungwoo terperanjat. Melihat seorang wanita paruh baya menatap tajam ke arah mereka--ke arah Seungyoun lebih tepatnya-- Entah siapa pun itu yang memergoki mereka, dia mana tahu. Yang jelas, mereka sudah ketahuan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Always In My Side
FanfictionSeungwoo yang bertemu Seungyoun tanpa sengaja, ketika keduanya tengah sama-sama dirundung rasa pedih. "Jangan takut pada apapun. Hyung di sini." "Aku percaya padamu, Hyung."