📒 21 ✏ a Different Day ✏

7.3K 997 224
                                    

Karena sesungguhnya bagi seorang lelaki, ego yang yang terluka itu jauh lebih menyakitkan daripada luka terhunus pedang di tubuhnya__________

🍄🍄

HAFIZH hanya mengendikkan bahu tanpa bertanya lebih jauh apa yang menyebabkan Fatia berubah sedrastis itu. Pembawaannya yang selalu menghindari dan terkesan seolah enggan untuk bercanda membuat Hafizh harus memutar sedikit otak cemerlangnya.

Namun sekali lagi Hafizh hanya berpikir positif. Setiap wanita pasti butuh waktu dimana mereka tidak ingin diganggu oleh orang lain. Seperti yang sering di sebut oleh sebagian besar dari mereka, me time. Fase dimana siklus bulanan yang sedikit merubah hormonal wanita menjadi sedikit sensitif.

Hafizh hanya bisa menghembuskan nafas kasarnya sebelum akhirnya dia meninggalkan Fatia untuk melakukan kegiatannya di luar. Namun belum jauh dia berjalan harus kembali lagi memberikan pesan kepada Fatia.

"Boo, nanti malam kita bertemu dengan Om Wildan dan Aira ya. Kemarin aku sudah omongin bisnis untuk ambil bahan baku dari factory Aira mengingat kita butuh dan sangat terburu waktu jika hanya mengandalkan kiriman dari Pak Rizki. Pak Rizki sendiri yang menyarankan untuk mencoba menghubungi Om Wildan dan Aira." Kata Hafizh.

Fatia hanya mengernyitkan kening. Memahami kalimat yang baru saja disampaikan Hafizh bahwa dia baru saja bertemu dengan Wildan dan Aira untuk membicarakan bisnis, dan nanti malam dia mengajaknya serta untuk membicarakan kelanjutan kerjasama bisnisnya. Apakah ini bukan suatu kesalahan?

Fatia berpikir keras, apakah dia telah keliru dalam mengambil keputusan. Hatinya kembali gamang. Namun dia sadar bahwa apa yang telah dia janjikan adalah suatu hal yang wajib dia tunaikan.

Bertabayunlah terlebih dahulu.

Fase yang seringkali terlupa saat hati dimakan emosi yang kadang membuat kita harus mengambil keputusan dengan cepat namun acapkali keliru atau mengejudge seseorang tanpa tahu kebenarannya seperti apa.

Fatia menyembunyikanya segera dengan memberikan jawaban singkatnya, "Iya."

Kemudian tak lama suaranya kembali memecah keheningan. "Kita berangkat sendiri-sendiri saja Bang. Dimana tempatnya nanti aku langsung kesana."

Kini Hafizh yang bertanya dalam hati, ada apa sebenarnya dengan wanita yang dia cintai ini. Mengapa seakan-akan dia berusaha untuk menghindarinya. Adakah dia membuat suatu kesalahan yang membuat Fatia marah kepadanya. Mengingatnya sepertinya tidak melakukan satu kesalahan apapun.

"Apa nggak sebaiknya kita berangkat bersama saja?" ucap Hafizh dengan suara yang seakan menyimpan penuh tanda tanya besar.

"Sebaiknya kita jangan terlalu sering berdua, Bang, selain tidak ingin menimbulkan fitnah seharusnya memang seperti itu. Kita tidak bermahram dan itu adalah masalah paling besar untuk setiap ikhwan dan ahwat seperti kita. Maaf tapi aku nggak nyaman Bang." Datar dan tanpa ekspresi berlebih Fatia mengutarakan keinginan ini membuat Hafizh semakin bertanya-tanya.

"Kamu kenapa Boo? Bukannya ini sudah sering kita lakukan dan aku,___" Hafizh membuka tangannya seolah ingin berkata meski hanya berdua dia tidak pernah melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. "Kita tidak pernah bersentuhan Fatia, ya meski___kamu kenapa? Apa aku melakukan salah ke kamu?" tidak lagi menggunakan sapaan sayangnya kepada Fatia berarti memang Hafizh sedang dalam mode serius.

Fatia tidak menjawab tapi justru berlalu meninggalkan Hafizh. Rasanya semakin lama dia berada di samping Hafizh akan membuat hatinya goyah.

Sedangkan Hafizh hanya bisa menarik nafas kasar sambil bergumam namun cukup bisa di dengarkan oleh Fatia dengan jelas. "Harusnya kamu bisa menilai hanya dengan sikapku memperlakukanmu meski aku tidak pernah mengatakannya secara langsung kepadamu." Mengatakan bahwa dia mencintai seorang wanita sebelum menikah merupakan pantangan bagi Hafizh. Tapi dia tidak akan menampik untuk bisa menunjukkan sikapnya kepada wanita itu.

KAULAH KAMUKU [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang